Bab 3 : Kesepakatan

341 27 4
                                    

Telunjuk Arlo mengetuk-ngetuk meja, memecah keheningan yang terjadi di ruangan ini. Kini Arlo dengan Nata berada di salah satu kelas kosong.

Arlo menatap Nata, memperhatikan gadis itu yang kini menatapnya dengan wajah datar. Dia menghela nafas ketika memperhatikan bagaimana cara Nata berpakaian. Sebenarnya apa yang ia pakai cukup terlihat sopan. Hanya saja, size nya seperti kekecilan, hingga kemeja yang Nata pakai terlohat begitu sesak dengan kancing yang dipaksa untuk menutup.

Terutama di bagian dada Nata. Kancing itu terlalu ketat untuk menyatu satu sama lain. Entah kemeja yang Nata gunakan terlalu kecil atau dada Nata yang terlalu besar.

"Mesum banget, lihatin dada gue!" Nata menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap Arlo dengan tajam.

Sial! Arlo mengumpat dalam hati dan lamunannya terbuyarkan. Ia berdeham dan kembali menatap tajam gadis di depannya. Berusaha mengintimidasi gadis itu supaya merasa takut terhadapnya.

"Jadi mau apa lo dengan foto itu?" tanya Arlo kepada Nata. "Mau lo sebarin? Untungnya buat lo sebarin foto gue apa? Dan... siapa nama lo?"

Nata mendengus kesal. Ia mencondongkan tubuhnya dan jari jemarinya bermain di kemeja Arlo. "Natasha atau Nata. Itu nama Gue." Nata tersenyum. "Karema foto ini gak menguntungkan buat gue, makanya gue putar otak supaya foto ini menguntungkan."

Wajah Arlo sedikit menunduk, memperhatikan jari jemari Nata yang menelusuri kancing kemejanya. Arlo mengernyit, gadis ini sedang menggodanya?

"Dan foto ini berharga buat lo kan kak? Bayangin aja gimana kalau foto ini gue sebar?" Nata mulai mengancam.

Mendengar hal itu membuat emosi Arlo muncul. Ia mencengkra, tangan nata yang masih memainkan kancingnya. Menatap Nata dengan tajam dan bibir yang mengatup rapat. Memberikam kesan bahwa dirinya benar-benar sangat marah.

Nata terkekeh melihat ekspresi Arlo. Ia menarik paksa tanganya yang dicengkram oleh Arlo. "Apalagi lo mau lulus kan? Gimana kalau foto ini kesebar? Lo bisa aja kena hukuman? Dikeluarin mungkin? Lo gak mau kuliah lo selama 3 tahun ini sia-sia kan kak?"

"Gausah basa-basi dan ngancem gue lebih jauh. Apa mau lo?"

Nata tersenyum penuh kemenangan. Merasa sudah berhasil karena akan memanfaatkan Arlo. "Simple aja kok kak, gue cuman mau lo deketin gue sama Kak Hakim."

Mendengar penuturan Nata, membuat Arlo terkekeh remeh. "Jadi, lo udah susah susah ngancem gue cuman buat cowo cupu kayak Hakim?"

"Masih mending Kak Hakim kan daripada lo."

Kembali, kalimat Nata membuat Arlo terdiam. "Gak etis banget ngancem kayak gini buat Hakim. Gue bantu tanpa lo harus ngancem gue."

"Sampai jadian." Nata menambahkan.

Arlo mendecak kesal. "Sialan!"

"Daripada gue sebar fotonya?"

Arlo mendongak, meremas rambutnya dengan kesal. Ia menatap Nata dengan intens, kemudian bangkit dan melangkah memutari meja menghampiri Nata. Tubuhnya setengah bersandar di meja.

Nata menatap Arlo dengan heran, terlebih ketika pria itu mulai menghampirinya dan duduk sangat dekat di hadapannya. Nata berusaha menampilkan raut wajah tenangnya meskipun ketakutam mulai menyelimuti dirinya.

"Jadi ini ekspresi ketakutan lo." Arlo menggeser duduknya ke samping, lebih dekat dengan Nata. Lalu kakinya masuk diantata kedua paha Nata yang tengah memakai rok pendek.

"Ck! Jadi gimana? Lo setuju atau-"

Kalimat Nata terhenti ketika Arlo memajukan tubuhnya dan berdiri diantara kedua kaki Nata. Arlo merendahkan tubuhnya, membuat wajahnya kini hanya berjarak 2 cm denga Nata.

Hello, Arlo 1999Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang