Aku menjatuhkan diri di atas kasur dan memandangi langit-langit kamar. Keringat yang masih mengucur dari pelipis kubiarkan menetes pada sarung bantal. Seragam putih yang masih kukenakan mulai terasa lengket membuatku sedikit tidak nyaman. Namun aku berusaha untuk mengabaikannya.
Hari ini aku pulang lebih awal. Maksudku, aku langsung bergegas pulang ke rumah begitu jam sekolah telah berakhir. Hal ini sengaja aku lakukan agar waktuku dapat aku habiskan untuk belajar lebih banyak. Mengingat rencana kami―aku dan Alvis―tadi di sekolah untuk pertama kalinya mencoba bersaing satu sama lain. Jujur, ini terdengar sedikit aneh tetapi kami berusaha menikmatinya.
Begitu mendapatkan informasi mengenai sayembara yang hendak diusung oleh Pak Hartono, yang ia bilang hanya seputar pengetahuan kami tentang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Sosial saja, kami pun langsung menyusun rencana untuk memanfaatkan waktu senggang kami, yang biasa kami habiskan untuk bermain sepeda sepulang sekolah, menjadi diisi dengan belajar seharian. Mungkin ini akan terasa lebih melelahkan dari biasanya. Tetapi ..., sudahlah.
Tak lama, terdengar pintu kamar diketuk dari luar dan seseorang memanggil namaku. "Alfa!"
Aku diam sejenak lalu bangkit, membukakan pintu dan mendapati Mama sudah berada di sana.
"Kamu sudah pulang ternyata." katanya. "Umm ..., Mama boleh minta tolong?"
"Boleh. Minta tolong apa, Ma?"
"Tolong kamu antarkan kue pesanan ini ke rumah ibunya Dreni." Ujarnya sambil menyerahkan sebuah kantong plastik yang berada di tangannya.
"Di mana rumahnya, Ma?" tanyaku seraya meraihnya.
"Ya, di rumah Dreni." Jawabnya sambil menepuk kecil lenganku, tertawa kecil.
Aku menggaruk kepala lalu mengangguk sebelum akhirnya Mama mengucap terima kasih dan berlalu. Aku menutup pintu kamar dan beranjak ke rumah Dreni bersama sepedaku.
"Alfa?" sapa Dreni menunjukkan wajah heran begitu mendapatiku masih mengenakan seragam. Aku menepi dan menaruh sepedaku di teras rumah Dreni. Saat itu, kulihat ia tengah menata beberapa jenis kue di meja depan rumahnya. Yang sepertinya itu adalah barang jualannya. "Kamu baru pulang sekolah?" tanyanya kemudian.
Aku jengah. "Eh, tidak. Aku baru pulang ke rumah, istirahat sebentar, lalu ibuku menyuruhku mengantarkan ini." Aku menyodorkan kantong plastik tersebut padanya. Ia menyambarnya sambil tersenyum.
"Pesanan ibuku, ya?" tanyanya, memastikan.
Aku mengangguk, kemudian melihat ke arah meja dagangnya yang sudah tertata rapi dengan aneka macam kue dan biskuit. Aku memicingkan mata sambil mengamati beberapa jenisnya yang tampak sangat lezat. Dreni mendongak ke arahku.
"Kalau kamu mau, ambil saja, Pa." ujarnya, membuatku jengah.
"Eh, ng ... tidak. Kamu yang buat kue-kue ini semua?" kataku sedikit gugup.
Ia tertawa kecil. "Tidak, aku hanya menjualnya. Ada sih, beberapa yang aku buat sendiri, tapi hari ini aku tidak sempat buat." ujarnya sembari mengeluarkan isi kantong plastik lalu meletakkannya di salah satu wadah bundar yang ada di atas meja.
"Oh, kenapa?"
Sejenak ia menyelesaikan terlebih dahulu pekerjaannya lantas kembali berdiri. "Aku hampir ketinggalan pelajaran karena terlalu sibuk membuat kue. Sampai aku jarang belajar di rumah." jelasnya kemudian, sambil tertawa.
Sontak aku teringat sesuatu. Ya, ampun! Gumamku dalam hati, menepuk dahi kemudian bergegas menyambar sepeda dan berpamitan kepada Dreni. Aku melambaikan tangan padanya yang tampak kebingungan melihatku tiba-tiba berlalu. Ia membalasnya.
Nyaris saja aku lupa dengan rencana hari ini. Meskipun sebenarnya aku bisa belajar di lain hari, setidaknya aku tidak melewatkan janji untuk diriku sendiri. Yang jelas-jelas aku katakan sendiri sepanjang perjalanan pulang.
Sesampainya di rumah, aku langsung menaruh sepeda di teras dan segera masuk ke kamar. Mengganti pakaian dengan sigap lantas duduk di bangku untuk mulai belajar.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DAIJOUBU!
Teen Fiction"Mungkin aku tak pernah mengerti apa artinya hidup jika tidak ada pelajaran di dalamnya." Aku bahkan mulai kembali menulis setelah sekian lama karena tidak pernah ada yang selesai. Kau tahu mengapa? Karena aku tidak mendapat dukungan. Maksudku, aku...