JANGAN LUPA VOTE, FOLLOW, KRITIK DAN SARANNYA!
Typo, koreksi📌●○●○●○
Sejak turun dari motor, Davin terus mengekori cowok setinggi 177 cm itu dengan raut kebingungan. Ia mengira yang dimaksud pulang oleh temannya adalah pulang ke rumah, tapi ternyata cowok itu justru membawanya ke apartemen. Tidak butuh waktu lama, mereka sampai di kamar Reizo.
"Kenapa lo malah bawa gue ke sini?"
Davin melihat Reizo yang tengah membuka pintu dengan kunci. Setelah pintu terbuka, Reizo langsung masuk dan mengambil minum. Davin mendengus kesal karena diabaikan, lalu melemparkan tubuhnya ke atas kasur empuk berlapis sprei abu-abu gelap dengan keras.
Cowok itu menatap Reizo yang sibuk mengutak-atik benda pipih di tangannya.
"Tetap di sini. Gue ada urusan." Reizo memasukkan ponselnya ke saku, lalu menyodorkan sebotol air mineral yang langsung diterima Davin.
"Terus, gunanya gue di sini apa kalau lo tinggal? Gak mau! Kalau gitu anterin gue pulang!" kesalnya. Davin bangkit lalu duduk di pinggiran kasur.
Reizo menatap Davin yang balik menatapnya. "Gak usah ngeyel. Untuk sementara, lo di apartemen gue dulu. Demit di rumah lo udah balik."
"Hah? Kok lo tahu sih? Gue aja yang anaknya gak tahu."
"Dari Daddy." Reizo melihat kesedihan di mata Davin saat cowok itu mengucapkannya.
"Kalau laper, pesan sendiri!" Ia merogoh saku celana. "Nih~" Ia melemparkan ponselnya dan Davin berhasil menangkapnya.
Sambil membolak-balik ponsel itu di tangannya, Davin menatap temannya dengan penasaran.
"Perasaan akhir-akhir ini lo sibuk banget. Jangan-jangan..." Matanya menyipit, menatap Reizo penuh selidik.
Cowok yang dikenal minim ekspresi itu tiba-tiba tersenyum lebar hingga menampilkan eye smile-nya, sesuatu yang belum pernah dilihat siapa pun, kecuali Davin tentunya.
Spontan, Davin membuka matanya lebar-lebar. Ia menatap sosok yang sudah ia kenal selama kurang lebih sepuluh tahun dan sudah ia anggap sebagai saudara kandung, dengan pandangan tak percaya.
"Buset, lo nekat amat!" pekiknya.
Faktanya, sahabatnya yang dikenal sebagai pribadi yang minim ekspresi dan irit bicara itu ternyata adalah manusia yang menjadi budak cinta akut.
"Seharusnya gue mulai dari dulu." Tangan cowok itu mengepal. Kepingan-kepingan puzzle satu per satu mulai masuk ke otaknya, memutar kembali kilasan-kilasan masa lalu.
Melihat kilatan tajam di pupil temannya, Davin dengan cepat menarik tangan Reizo dan menaruhnya di pundaknya, lalu melakukan hal yang sama dengan tangannya sendiri.
"Akhirnya, Zozo mulai beraksi."
Zozo adalah panggilan Davin untuk Reizo, karena menurutnya nama itu sangat lucu dan cocok dengan visual Reizo yang terlihat menggemaskan saat tersenyum, meski senyumnya sangat langka.
Namun, panggilan itu hanya digunakan saat mereka sedang berdua, karena kalau tidak, Reizo bisa mengamuk. Seperti saat SMP dulu, ketika Davin tanpa sadar meneriakkan nama 'Zozo" sepanjang lomba balap karung karena terlalu senang melihat Reizo ikut lomba. Akibatnya, Reizo uring-uringan, bukan hanya sehari, tapi sampai seminggu ia tak mau bertemu dengan Davin.
ʕ •ᴥ•ʔ
"Berada di panggilan lain~" Nara menatap layar ponselnya dengan alis mengerut.
"Emang dia lagi teleponan sama siapa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Detik dan Detaknya (REVISI)
Novela Juvenil⚠️WARNING⚠️ JANGAN MENJIPLAK! ITU PERBUATAN RENDAH DAN TIDAK BERADAB. .・✫・゜・。. .・。.・゜✭・ Nara menyukai Razka sejak masa SMP. Setiap hari, rasa suka itu semakin bertambah, hingga kini dia duduk di bangku SMA. Seiring berjalannya waktu, rasa itu sema...