Author POV
Hari mulai beranjak malam setelah mereka semua selesai berkeliling di mansion yang telah berdiri kembali dengan megah. Sebuah ruangan telah dipersiapkan untuk Arzeen dan para pengawalnya, serta Victor. Seperti biasa, suasana di antara mereka mulai kembali cair setelah seharian penuh melakukan tugas masing-masing.
Zee, Kilan, Adel, dan Victor berkumpul di ruang tengah, duduk bersama sambil menikmati makan malam sederhana. Victor masih tenggelam dalam pikirannya, memikirkan semua yang telah ia saksikan hari itu, tetapi dengan cepat perhatiannya tertarik pada interaksi yang berlangsung di hadapannya.
"Kilan, pastikan kau atur tempat tidur untuk kita malam ini," kata Zee santai sambil mengunyah potongan roti, tatapan matanya mengarah ke Adel dengan penuh maksud tersembunyi. "Aku dan Adel akan tidur di kamar yang biasa."
Kilan yang duduk di sebelahnya tiba-tiba menyeringai jahil. "Ah, Arzeen, sebenarnya... aku sudah bicara dengan Adel tadi. Kami sepakat untuk tidur sekamar malam ini." Dia melirik ke Adel yang baru saja selesai meneguk minumannya, mencoba menahan tawa.
Adel terbatuk kecil mendengar pernyataan Kilan. "Hah? Aku tidak pernah mengatakan itu!"
Zee segera menyipitkan mata ke arah Kilan. "Apa maksudmu? Sejak kapan kau membuat kesepakatan tanpa bilang padaku, Kilan?"
Dengan gaya tengil yang khas, Kilan menyandarkan punggungnya ke kursi dan melipat tangannya. "Ya, Arzeen. Kau tahu, Adel ingin mencoba suasana baru. Lagipula, aku tidur lebih tenang dibandingkan dirimu yang selalu berisik di malam hari."
Mata Zee berkedip cepat, alisnya terangkat tinggi. "Berisik? Aku? Kau bercanda, kan? Aku tidur seperti batu!"
Kilan mendekatkan wajahnya sambil tersenyum penuh kemenangan. "Oh, benar? Kalau begitu kenapa Adel selalu mengeluh tentangmu menarik selimut seluruh malam? Aku cuma menawarkan alternatif yang lebih nyaman." Dia melirik ke arah Adel lagi dengan tatapan penuh pura-pura serius. "Bukan begitu, Adel?"
Adel hanya bisa menggelengkan kepala, pipinya memerah karena malu. "Kalian berdua... astaga."
Sementara itu, Victor yang duduk di seberang mereka, tak bisa menahan diri lagi dan akhirnya tertawa keras. Situasi yang canggung tapi lucu ini benar-benar di luar dugaan.
"Kalian seperti anak-anak yang sedang berebut mainan," kata Victor sambil terus tertawa. "Ini hal paling menghibur yang pernah kulihat selama di Valtherion!"
Zee menggerutu, tak mau kalah. "Dengar, Victor. Ini bukan tentang tidur! Ini soal prinsip. Adel sudah menjadi pendampingku selama ini, dan sekarang Kilan tiba-tiba muncul dengan ide gilanya?"
Kilan, sambil menepuk bahu Zee dengan tawa yang tertahan, menambahkan, "Jadi, Victor. Kau harus paham, terkadang pemimpin terbesar juga butuh waktu untuk menerima kenyataan bahwa mereka tidak bisa selalu mendapatkan apa yang mereka inginkan."
Adel yang akhirnya tak tahan lagi ikut tertawa kecil. "Sudahlah, Zee. Kau dan Kilan selalu saja seperti ini. Kau tidak perlu khawatir. Kita masih akan tidur sekamar seperti biasa."
Kilan berpura-pura kecewa. "Ah, ternyata kesepakatan kita batal, Adel? Ya sudah, aku akan tidur sendirian lagi. Selalu ditinggalkan..." Dia menghela napas panjang penuh drama, lalu melirik Zee sambil berkedip usil.
Zee mendesah, akhirnya tersenyum juga. "Kau benar-benar menyebalkan, Kilan."
"Aku tahu," jawab Kilan dengan senyum lebar, senang karena berhasil membuat suasana lebih ringan.
Victor, yang masih tersenyum lebar, mengusap air mata tawa dari sudut matanya. "Kalau begini caranya, aku harus sering-sering menghabiskan waktu bersama kalian. Ini lebih menyegarkan daripada semua wawancara yang pernah kulakukan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Shakhara: Legacy of the Shadow King
Ficção Científica( ON GOING ) ⚠️Mengandung kata kata kasar⚠️ Seorang Laki-laki tangguh, terbiasa hidup dalam bayang-bayang kekerasan dan kuasa, tak sengaja bertemu dengan seorang perempuan cantik yang penuh teka-teki. Dalam sebuah pertemuan takdir yang tak terduga...