3.2 Baikan

3 0 0
                                    

Nora memasuki toilet bernuansa serba putih di bagian belakang restoran. Toilet itu nampak sepi, tak ada seorangpun di sana. Membuatnya merasa aman dan mulai menaikkan volume ponselnya. Terdengar suara grasak-grusuk dari sana. Tadi ia memang sempat menarik tombol hijau telepon itu, jadi kini ia dan orang yang menelponnya memang sudah tersambung.

Nora bersandar pada wastafel, ia masih diam memperhatikan ponselnya, sudah lima menit panggilan itu berjalan, tapi satu katapun belum ada yang terlontar. Ia sengaja diam, berniat untuk membiarkan lawan bicaranya yang memulai. Namun orang itu juga tetap diam dan malah membiarkan suara sibuk denting kaca dan logam menganggu mereka.

"Kamu ngapain nelepon?" tanya Nora ketus, ia sudah muak untuk menunggu.

Tak ada jawaban.

"Narel!" bentak Nora pada ponselnya, berharap laki-laki dibalik telepon itu merasakan sinyal amarahnya. "Bisa nggak jangan kayak gini terus?"

Narel masih diam. Entah apa yang dilakukan oleh laki-laki itu sekarang. Nora tak tau. Ia ragu antara Narel yang takut untuk bersuara, atau laki-laki itu memang sedang jauh dari ponselnya. Tapi untuk apa menelpon kalau memang sedang sibuk?

Ah, tapi Narel kan memang begitu. Laki-laki itu selalu bertingkah seperti anak kecil. Penakut.

"Kamu ganggu tau, Rel. Kalo mau ngomong ya ngomong, jangan diem aja."

"Maaf, Sayang."

Akhirnya laki-laki itu bersuara. Denting kaca dan logam yang mengganggu pun sudah menghilang, nampaknya laki-laki itu sudah menjauh dari dapur untuk mencari suasana yang pas untuk berbicara.

"Maaf aja terus. Tiap kali bikin salah bisanya cuma minta maaf," Nora menggerutu, meluapkan semua kegondokannya yang sebelumnya terpendam. "Kita baru pacaran setahun loh, Rel. Tapi udah berapa kali kamu minta maaf? Udah berapa kali kita berantem gara-gara adek kamu itu? Udah berapa kali? Aku bosen. Capek, Rel."

Sebelum-sebelumnya dirinya masih bisa sabar, masih bisa memaafkan dan menerima alasan yang diberikan oleh Narel meskipun rasanya tetap tak ikhlas. Tapi yang kali ini begitu mengesalkan. Sulit untuk dimaafkan baginya.

Narel kembali diam, nampaknya nyali laki-laki itu menciut. Dia memang jarang sekali melihat Nora marah seperti ini. Gadis itu bukan tipe orang yang suka mengomel, terlebih pada orang terkasihnya. Tapi hari ini Narel mendengarnya. Omelan Nora yang terdengar sangat nyata.

"Narel!" bentak Nora, lagi, untuk kesekian kalinya pada hari ini.

"Aku minta maaf, Ra. Aku tau kamu ga suka denger kata maaf dari aku. Aku tau kamu udah bosen, tapi tolong, untuk kali ini, maafin aku."

Nora diam sesaat. Tak tau hendak menjawab apa.

"Memangnya kamu yakin nggak akan ngulangin hal yang sama lagi? Kamu yakin nggak akan ninggalin aku lagi kayak kemaren?"

"Aku yakin, aku janji. Aku janji nggak akan bersikap buruk ke kamu lagi kayak waktu itu," ucap Narel dengan penuh keyakinan.

Nora menghela napas panjang. Lagi-lagi ia memaafkan Narel dengan mudah. Tapi bagaimana lagi, ia sudah terlanjur cinta. Ia pun tau kalau kekasihnya itu orang baik, laki-laki penyayang. Hanya sayangnya punya adik yang suka bertingkah.

Ia tau, kekasihnya itu pasti sangat lelah menghadapi tingkah laku Tama. Sebenarnya ia bisa memaklumi, tapi perlakuan Narel yang suka secara tiba-tiba pergi dan tak memberikan penjelasan apapun lah yang selalu membuatnya merasa jengkel dan tak dihargai.

"Yaudah, aku maafin. Tapi tolong, jangan diulangi."

"Iya, aku janji," balas Narel, laki-laki itu terdengar lebih bersemangat sekarang. "Aku janji nggak akan kecewain kamu lagi."

"Iya, sana lanjut kerja, jangan kelamaan ninggalin kerjaan."

"Makasih ya, Ra. Aku lanjut kerja dulu, I love you."

"Iya, I love you too," jawab Nora sambil merekahkan senyumnya.

Huh, Nora menghela napas lega. Senyuman masih ada di wajahnya, bahkan kini lebih lebar. Ia memperhatikan wajahnya yang tersenyum manis di cermin. Ia merasa cantik secara tiba-tiba.

Dengan segera, ia pun membuka fitur kamera di ponselnya dan mengambil beberapa foto dirinya.

"Kirim ke Narel nggak ya?" Nora bermonolog. "Kirim deh."

Nora memilih beberapa foto yang baginya paling bagus, lalu mengirimnya pada Narel, kekasihnya. Berharap foto-foto itu bisa memberikan semangat kepada kekasihnya yang masih bekerja itu.

Setelah memastikan foto-fotonya terkirim, Nora pun segera kembali menghampiri Hanta. Ia sudah terlalu lama di toilet. Takut kalau Hanta malah khawatir padanya.

"Kenapa lama banget?" tanya Hanta saat Nora mulai duduk kembali di tempatnya tadi. "Siapa yang nelpon?"

"Narel."

"Narel?" Hanta mengerutkan keningnya, merasa asing dengan nama yang baru saja disebutkan oleh Nora.

"Oh iya, Abang belum kenal ya."

Nora baru sadar, Hanta belum mengenal kekasihnya. Ia tak pernah menyebutkan nama Narel pada Hanta. Pernah bercerita, tapi tak pernah menyebutkan namanya.

"Pacar aku itu, yang pernah aku ceritain ke Abang."

"Oh, kenapa? Mau nge-date?"

Nora menggeleng. "Nggak, cuma ngobrol aja."

"Kapan-kapan kenalin lah."

Nora tertawa dan menganggukkan kepalanya. "Iya, besok aku kenalin."

"Oke!" seru Hanta.

"Eh, makanannya udah ada, kok nggak bilang sih?"

Nora baru sadar, makanan dan minuman yang dipesannya sudah ada di meja. Entah pesanannya yang cepat selesai atau dirinya yang terlalu lama di toilet.

"Lah, baru sadar."

"Hehe." Nora menunjukkan giginya yang berjejer rapi.

Hanta menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum."Udah, ayo makan."

"Selamat makan, Abang!"

"Selamat makan."

Mereka pun mulai melahap menu makanan masing-masing. Sesekali Nora meminta milik Hanta yang katanya terlihat menggoda. Hingga akhirnya malah meminta untuk saling bertukar makanan, jadi kini Hanta terpaksa harus makan nasi goreng udang yang sebenarnya bukan seleranya. Tapi ia tak nampak keberatan, malah tersenyum lebar dengan tulus. Apapun demi sang adik tercinta, katanya.

***
Haiii~

Besok Hari Senin!! (Buat yang baca ini di hari Minggu)
Semangat yaaa, semangat menjalani Seninnya!! Semoga yang terbaik untuk besok, dan semoga yang terbaik itu berupa kebahagiaan.

Untuk update-an kali ini memang sedikit dan aku rasa terlalu banyak dialognya. Tapi aku rasa memang cukup diperlukan (karena aku sedang berusaha memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan kecil mereka) tapi semoga nggak mengganggu ya.

See you on the next chapter!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HARI SENIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang