1.1 Our First Anniversary

20 5 0
                                    

"Happy first anniversary, Sayang!"

Narel, si laki-laki sawo matang dengan apron khas waiters itu berseru girang mendekati kekasihnya. Kedua tangannya nampak menampu sebuah kue berbentuk hati yang diselimuti oleh krim merah muda dengan aksen putih di beberapa bagian.

Nora yang tadinya sedang sibuk dengan ponselnya itu pun tersentak kaget mendengar seruan Narel. Ia pun segera beranjak dari tempat duduknya dan menunggu Narel sampai di depan wajahnya. Tangannya diletakkan di depan mulut, khas para wanita yang sedang tersenyum malu.

"Happy anniversary," ucap Narel. Ia meletakkan kue bawaannya diatas meja dan mulai memeluk Nora. Tangannya mengusap-usap pelan pundak gadisnya itu. Jantungnya berdegup kencang, jarang sekali keduanya dapat berpelukan seperti ini. Membuatnya merasa tak ingin melepas pelukan itu sampai kapanpun. Rasanya lelah dan beban yang ia pikul sirna begitu saja. Tangannya yang tadinya terasa pegal setelah membuat kue pun langsung ringan.

"I love you, Ra. Jangan pernah tinggalin aku ya," lirih Narel dengan suara seraknya.

"Tumben, cowok strong aku kenapa nih?" tanya Nora sambil melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah tampan kekasihnya itu sambil tersenyum. Yang ditatap nampak mengerutkan bibirnya, membuat Nora merasa gemas. "Yuk makan kue aja, ini kamu yang bikin, ya?"

Narel mengangguk bangga. Dengan cepat sikap manjanya berubah. Tanpa basa-basi lagi, Ia langsung memotong kue dihadapannya itu. Ia mengambil satu sendok kue, lalu memberikannya pada Nora. Belum sempat kue tersebut masuk ke mulut Nora, terdengar dering telepon dari saku Narel, membuat Narel langsung meletakkan kembali sendok ditangannya. Ia menarik tombol warna hijau di layar ponselnya dan mulai menempelkan ponsel itu pada telinganya.

Nora hanya diam memperhatikan kekasihnya yang sedang fokus bicara dengan seseorang dari balik ponsel itu. Gerak-gerik Narel berubah, nada bicaranya pun meninggi. Nampaknya terjadi sesuatu hal yang tak baik. Nora yang menyadari hal tersebut pun langsung mendekati kekasihnya itu dan menepuk-nepuk pelan punggungnya, berusaha menyalurkan ketenangan pada laki-laki itu.

"Aku harus pergi, Sayang," ucap Narel setelah menutup ponselnya.

Nora terkejut. Mereka baru saja akan merayakan hari anniversary mereka, tapi kenapa laki-laki itu malah ingin pergi? Yang benar saja, ia kan masih ingin mengajak kekasihnya itu untuk berjalan-jalan.

"Kenapa?" tanya Nora.

"Tama."

Wajah Nora berubah setelah mendengar jawaban singkat itu dari Narel. Ia nampak kecewa, juga marah. "Kenapa lagi dia?"

Narel meletakkan ponselnya ke dalam saku, tak mempedulikan Nora yang kesal. Ia berjalan masuk ke dapur, mengambil tas dan jaketnya. Tanpa berucap apapun lagi, Narel langsung berjalan keluar dari restoran.

"Narel!" Nora berteriak kencang, merasa kesal dengan kekasihnya itu yang meninggalkannya begitu saja. Namun Narel juga nampaknya tak peduli, ia sama sekali tak menoleh pada gadis itu.

Huhhh...

Nora berusaha menahan amarahnya. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Dilakukannya kegiatan itu selama beberapa kali hingga benar-benar tenang. Tangannya mulai mengambil sendok dengan potongan kecil kue yang masih menempel di sana, lalu mulai memakanannya.

Satu suapan, dan air mata mulai turun.

Tangannya menggenggam erat sendok kue itu. Ia berusaha meredam kekesalan serta kekecewaannya, tapi tak berhasil. Air mata terus mengalir dengan deras. Hatinya terasa seperti disobek-sobek, sakit sekali. Tak bermaksud lebay, tapi dirinya hanya sedang lelah. Hari ini banyak cobaan yang hadir di hidupnya, banyak hal yang terdengar 'ada-ada saja' datang hari ini. Meski begitu, ia terus berusaha untuk tak merasa buruk mengingat ini hari istimewa untuknya. Namun pertahanannya itu runtuh seketika kala momen yang ia tunggu-tunggu seharian malah rusak.

Gadis itu mengusap air matanya setelah beberapa saat membiarkannya terus mengalir. Dan setelah benar-benar merasa baik, ia pun mulai membereskan barang-barangnya untuk pergi dari sana. Setelah memastikan restoran benar-benar aman dari kue yang bercecer agar tikus tak datang, ia pun segera keluar dan mengunci restoran itu. Ia berniat untuk tak langsung pulang, melainkan pergi ke rumah Narel untuk mengantarkan beberapa potong kue yang masih tersisa.

***

Kini Nora sudah sampai di rumah Narel. Entah kenapa setelah sampai ia malah merasa ragu. Ia merasa kalau seharusnya ia marah pada laki-laki itu. Dan hal itu memang terjadi, sudah terlihat jelas tadi. Namun, kenapa ia malah ingin mengantarkan kue itu? Padahal bisa saja Narel tak mau memakannya.

Setelah diam selama sepuluh menit lebih untuk berpikir, ia pun akhirnya turun dari mobilnya dan menggantungkan kue-yang sudah ia lapisi plastik hitam-di gagang pintu.

Di tengah perjalanan pulang, ia mendapat telepon dari Hanta. Kakaknya yang kini berdomisili di Yogyakarta itu bilang kalau ia akan kembali ke Jakarta besok.  Mendengar hal itu, ia pun memilih untuk mampir ke supermarket terlebih dahulu untuk berbelanja. Ia berniat untuk menyambut saudara satu-satunya yang jarang ia temui itu dengan makanan-makanan enak buatannya. Meskipun ia juga ragu apakah supermarket masih mau menerimanya, mengingat bahwa dua puluh menit lagi sudah pukul sepuluh malam dan ia masih perlu menghabiskan lima menit lagi untuk sampai. Tapi tak apa, dicoba dulu, pikirnya.

Nora tak beruntung, supermarket tujuannya sudah tutup. Sebagai gantinya, ia pun pergi ke minimarket 24 jam meskipun harga barangnya lebih mahal dibandingkan kalau beli di supermarket.

"Apalagi ya?" gumamnya sambil memperhatikan keranjang belanjanya yang hampir penuh. Banyak hal yang ia beli, bahkan hal yang seharusnya tak diperlukan. Namun ia masih merasa kalau ada sesuatu yang tertinggal, tapi tak tau apa itu. Dan supaya nantinya tak perlu bolak-balik, akhirnya Ia hanya diam di depan showcase minuman sambil berpikir keras. Ia tak sadar kalau sesuatu yang ia lupakan ada di depannya, minuman air kelapa. Bahkan saking fokusnya berpikir, ia juga sampai tak sadar kalau seseorang menunggunya untuk pergi dari showcase tersebut.

Lima menit ia masih berpikir, tak bergeser satu senti-pun dari tempatnya berdiri tadi. Laki-laki yang sejak tadi masih menunggunya itu sudah cukup kesal, tapi ia masih ada perlu dengan showcase tersebut. Hingga akhirnya berpura-pura batuk untuk menyadarkan gadis itu, berusaha supaya gadis itu menyadari keberadaannya.

Uhuk!

Nora terkejut, ia menoleh cepat pada laki-laki itu. Padahal suara yang dihasilkan tak cukup tinggi, membuat laki-laki itu nampak menertawakan Nora.

"Lo?"

HARI SENIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang