Eps 2. Different

452 67 22
                                    

Aku melihat segerombolan orang keluar dari pintu dalam sana. Membuatku melebarkan senyuman. Aku sedang menunggu di lobby kantor tempat mas Freya bekerja, orang seperti aku tentu saja dilarang masuk. Karna siapa aku? Hanyalah istri dari salah satu pekerja disana. Bukan anak bos, atau suami bos. Jam istirahat sudah mulai, banyak sekali orang orang kantor yang keluar untuk sekedar makan siang.

Perhatianku tak pernah lepas dari pintu itu. Aku menunggu suamiku nampak dari sana. Tanganku juga meremas rok ku Karna aku sangat penasaran dengan reaksi suamiku nanti. Otakku tak henti hentinya memikirkan kemungkinan yang akan terjadi nanti.

Sampai akhirnya, setengah jam sudah berlalu. Dan mas Freya masih juga belum terlihat. Perasaan yang membuncah dalam diriku, pun menjadi gelisah. Apa mas freya tahu aku akan kesini? Mangkanya dia tidak keluar. Setidak mau bertemu itukah dia?

Akupun berdiri dari tempat duduk. Ingin menanyakan apakah pekerja yang bernama Freya Jayawardana masih sibuk, pada resepsionis yang ada disama.

Tapi sebelum kakiku melangkah dari tempatku berdiri. Terlihat segerombolan orang keluar dari pintu. Aku melihat mas Freya disana. Aku tersenyum tanpa sadar, melihatnya lagi sangat mendebarkan jantung. Aku merasa hidup kembali.

Mas Freya berada dibagian paling belakang di gerombolan itu. Saat sudah berjalan keluar. Sialnya aku melihat pemandangan yang paling aku benci. Aku sangat benci dengannya, wanita itu. Kenapa selalu saja punya kesempatan untuk dekat dengan suamiku. Aku berjalan penuh emosi yang siap meledak saat itu juga. Menghampiri suamiku yang entah bisa dibilang apa itu? Membantu kah? Aku tidak tahu. Tapi aku jelas tidak suka dengan yang dilakukan mereka berdua.

"Mas Freya!" Teriakku, saat sampai didepan gerombolan yang baru saja keluar. Semua orang terlihat memandangi perbuatanku yang sangat nekat ini.

"Lo kok gak kapok sih, Deket Deket mas Freya! Dia suami gue!" Teriaku lagi, membuat wanita yang kuteriaki menunduk tak enak.

"Jauhi dia! Dia suami gue dasar pelakor!" Aku menarik alat bantu jalan milik wanita itu dengan paksa. Sehingga membuatnya kehilangan keseimbangan, dan terjatuh.

"Marsha!" Mas Freya, menetapkan penuh tatapan marah. Dia membantu wanita yang baru saja jatuh itu, untuk berdiri terlebih dahulu. "Gus, bantuin Gus" mas Freya mencoba meminta bantuan pada salah satu temannya.

Lalu mas Freya menarikku dengan kasar, dia keluar dari gedung. Menjauh sampai ke parkiran. Sesampainya di parkiran, mas Freya terlihat mengangkat tangannya. Dengan nafas yang memburu dan tatapan yang tajam. Sepertinya dia ingin menamparku.

Aku kaget, lalu memejamkan mata. dan melindungi diriku sendiri dengan cara menaruh tanganku didepan muka, jujur saja aku sangat tidak menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti ini darinya.

Tapi, tamparan mas Freya tak kunjung menyentuh wajahku. Ada apa sebenarnya? Akupun membuka mataku. Ternyata mas Freya berpindah tempat memukul tembok didekatnya. Semarah itukah dia? Akukan hanya berlaku selayaknya istri yang cemburu.

"Mas!" Teriakku lagi. Mas Freya terus terusan memukul tembok, sampai tangannya mengeluarkan darah. "Udah mas!"

"Hhaaargg! Bisa gak sih, Lo gak bikin gue marah!" Bentakkan mas Freya, terdengar seakan akan aku melalukan hal yang salah.

"Kamu pegangan tangan sama dia mas, dia bukan istri kamu. Aku yang istri kamu" aku tidak terima dengan emosi mas Freya.

"Fiony itu lagi sakit! Denger gak?! Lagi sakit, kakinya"

"Ya, kenapa harus kamu. Ada banyak orang disana, kenapa harus kamu?!"

"Orang orang bawa barang, bawa laptop! Kita mau meeting! Lo jangan ngambil kesimpulan kosong! Fiony itu sakit, butuh bantuan!"

Mas Freya kenapa kasar sekali nada bicaramu. Dimana mas Freya yang lembut tutur katanya, dimana dia pergi. Akupun menangis dengan bentakan itu. Sangat menyayat hati.

Untuk beberapa saat, pikirankupun menyimpulkan bahwa, sangat mustahil bisa mengambil hati mas Freya lagi.









Flashback








[]-[] Past []-[]

"Sayang, aku mau dijodohin sama mama aku. Kamu kapan mau serius" aku tentu saja menentang keras, perjodohan yang dilakukan oleh orang tuaku. Sangat tidak jaman perjodohan perjodohan seperti ini. Ditambah lagi, aku tidak kenal dengan orangnya.

"Jangan mau sayang. Aku bakalan nikahin kamu, aku janji. Tapi kasih aku waktu"

"Sampe kapan? Kamu udah minta waktu 1 tahun dulu. Sekarang minta waktu lagi"

"Iya, ini aku lagi usaha. Kamu percaya sama aku. Kamu harusnya semangatin aku dong! Bukannya malah nekan gini. Kamu pikir nikah gak butuh modal hah? Gak butuh uang buat kita nanti? Atau anak anak kita nanti? Ini aku lagi nyari kerja"

Waktu itu, aku masih berusia 25 tahun. Aku punya seorang kekasih. Orang yang sangat romantis kala itu, hingga membuatku jatuh hati sedalam dalamnya. Seorang mahasiswa, yang umurnya dibawahku. Dia mahasiswa semester akhir, yang sebentar lagi akan lulus.

Dia lagi lagi meminta waktu untuk menikahi ku. Padahal setahun yang lalu dia juga mengatakan hal yang sama. Aku sangat butuh kepastian dari kekasihku, karena mama telah mendesakku untuk menikah.

Bahkan dia sudah menyiapkan seorang yang akan dijodohkan denganku. Seorang yang jelas jelas bukan pilihanku, dan tentu saja aku tidak mengenalnya. Dia seorang pilot. Orang yang bisa saja memikat hati para wanita normal. Tapi tidak denganku, aku punya pilihan sendiri.

***

Dan pada akhirnya, semua omongan kekasihku hanyalah bualan semata. Dia tidak berusaha sama sekali. Dia terlihat santai dengan kehidupannya yang sekarang. Dengan teman temannya dan juga masa mudanya itu.

Aku dengan terpaksa menerima perjodohan ini. Dengan seorang laki laki yang lebih tua dariku. Seorang yang sangat matang memang. Namanya Freya Jayawardana.

Kehidupanku yang indah, akan menjadi sirna sebentar lagi.

***

Pernikahan ku dengan lelaki bernama Freya akhirnya selesai. Acaranya cukup besar, karena dia seorang pilot. Orang tuaku dan orang tuanya pasti tidak akan menyia nyiakan semua ini begitu saja. Pasti diadakan acara besar besaran.

Sekarang kita berdua didalam kamar pengantin yang sangat besar, ada hiasan khas diatas kasur kita. Menambah kesan romantis untuk pasangan yang baru menikah. Tapi suasana canggung tentu saja menyelimuti kita berdua.

"Dek.." panggil lelaki yang baru saja menjadi suamiku. Pelan sekali suaranya. Seolah meminta izin atau sesuatu yang entah apa itu.

"Aku capek tau. Kamu engga?" Alibiku membelokkan topik yang aku tau maksud lelaki itu sebenarnya kemana.

Dia tersenyum kikuk. Sepertinya dia paham apa itu penolakan secara halus. Baguslah kalau begitu. Setidaknya aku tidak secara gamblang menolaknya. Dan melukai orang yang sebenarnya punya hak penuh atas diriku. Tapi jujur saja aku sangat belum bisa menerimanya. Dan juga hatiku masih terpaut penuh pada kekasihku yang dulu.

Aku berdoa, supaya pernikahan ini tidak abadi. Dan semoga Freya tidak betah dengan kelakuanku nanti.

Flashback end.








To be continued.

I'm not that badTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang