Kabar Buruk

2 1 0
                                    

Hari-hari setelah pertemuan Sella dan Rendi di taman terasa lebih menegangkan. Meskipun mereka telah sepakat untuk jujur satu sama lain dan kepada teman-teman mereka, ketidakpastian masih menghantui pikiran Sella. Rasa takut akan reaksi teman-teman mereka terus membayangi kebahagiaan yang mereka rasakan.

Di sekolah, kabar tentang kedekatan Sella dan Rendi mulai menyebar. Beberapa siswa mulai mengawasi mereka dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, sementara yang lain mulai membicarakan hal tersebut di belakang mereka. Sella merasa cemas saat melihat teman-teman sekelasnya berbisik-bisik dan melirik ke arahnya.

Satu sore, saat mereka berkumpul di ruang kelas setelah pelajaran, Lita dan Karin memutuskan untuk mengajukan pertanyaan yang sudah mengganggu pikiran mereka. Mereka berdua merasa sudah saatnya untuk menanyakan hal ini secara langsung.

"Sella, Rendi, ada yang ingin kami bicarakan," kata Lita, menatap mereka berdua dengan serius.

Sella dan Rendi saling berpandangan, merasakan ketegangan di udara. "Ada apa?" tanya Rendi, berusaha terdengar tenang.

Karin menghela napas sebelum melanjutkan. "Kami mendengar beberapa rumor di sekolah. Ada yang bilang kalian berdua dekat, dan itu membuat banyak orang merasa bingung."

Rendi merasa tertekan, tetapi Sella merasakan dorongan untuk jujur. "Kami memang dekat, dan kami ingin menjelaskan semuanya kepada kalian. Kami tidak ingin menyimpan rahasia."

Mendengar penjelasan itu, Karin dan Lita saling bertukar pandang. "Kami senang kalian berdua terbuka. Tapi, kami juga khawatir bagaimana reaksi teman-teman lain. Apa yang akan kalian katakan kepada mereka?" tanya Karin.

Sella menjawab dengan tegas. "Kami ingin menjelaskan hubungan ini secara langsung. Kami tidak ingin ada kesalahpahaman."

Namun, sebelum mereka melanjutkan pembicaraan, suara gaduh dari luar kelas menarik perhatian mereka. Beberapa siswa berkumpul di depan pintu, terlihat sangat terlibat dalam sebuah perdebatan.

"Apakah kalian mendengar apa yang baru saja terjadi?" salah satu siswa berteriak. "Sella dan Rendi dituduh merusak persahabatan!"

Karin, Lita, Sella, dan Rendi saling berpandangan dengan kaget. Sella merasa hatinya bergetar mendengar tuduhan itu. "Apa? Siapa yang mengatakan itu?" tanya Sella, suaranya bergetar.

Siswa lain menjawab, "Beberapa orang merasa bahwa kedekatan kalian mengancam grup kami. Mereka berpikir kalian berdua tidak memikirkan perasaan teman-teman lain."

Karin mengerutkan dahi, marah dengan kabar yang beredar. "Itu tidak adil! Kami adalah teman-teman, dan tidak ada yang harus merasa tersisih hanya karena Sella dan Rendi berusaha lebih dekat."

Rendi merasa sangat bingung. "Kami tidak ingin memecah belah grup. Kami hanya ingin saling mengenal lebih baik. Kenapa semua orang harus berkomentar seperti ini?"

Suasana kelas semakin tegang. Sella merasa tertekan oleh semua perhatian yang tertuju padanya. Dia ingin menjelaskan bahwa hubungan mereka tidak akan merusak persahabatan, tetapi semakin banyak orang yang berbisik, semakin sulit baginya untuk bersuara.

Setelah beberapa saat, Sella memutuskan untuk mengambil tindakan. "Aku akan berbicara dengan semua orang. Kami perlu menjelaskan semuanya agar tidak ada lagi kesalahpahaman," katanya dengan tegas.

Rendi mengangguk setuju, merasa bahwa Sella memiliki keberanian untuk melakukan ini. "Kita harus mengatur pertemuan dengan semua orang. Kita bisa berbicara dan mendengarkan pendapat mereka," sarannya.

Karin dan Lita saling berpandangan, kemudian Karin berkata, "Kita akan membantu. Mari kita kumpulkan semua orang di taman setelah sekolah."

Ketika bel berbunyi, semua orang keluar dari kelas, dan Sella merasakan ketegangan di dalam hatinya. Dia tahu bahwa pertemuan ini akan menjadi momen penting yang bisa mengubah segalanya.

Di taman, semua teman-teman mereka berkumpul. Ada banyak wajah yang terlihat skeptis, tetapi Sella dan Rendi bertekad untuk menjelaskan situasi mereka. Karin dan Lita berdiri di samping mereka, memberikan dukungan.

"Sebelumnya, terima kasih sudah datang. Kami ingin membahas kabar yang beredar tentang hubungan Sella dan Rendi," kata Karin, mengawali pertemuan.

Rendi melanjutkan, "Kami tahu ada banyak pembicaraan di belakang tentang kedekatan kami, dan kami ingin menjelaskan bahwa kami tidak pernah bermaksud merusak persahabatan di antara kita."

Sella berusaha menahan emosinya, tetapi suaranya mulai bergetar. "Aku tidak ingin kehilangan teman-temanku. Rendi dan aku hanya ingin saling mengenal lebih baik, dan kami percaya bahwa ini tidak akan mempengaruhi hubungan kita semua."

Beberapa teman sekelas mengangguk, tetapi masih ada wajah-wajah yang terlihat skeptis. Salah satu siswa dari belakang bertanya, "Bagaimana jika hubungan kalian justru membuat kami merasa terpinggirkan?"

Karin merespons, "Kami semua di sini adalah teman, dan kita harus saling mendukung. Sella dan Rendi hanya ingin berbagi momen yang berarti. Itu tidak berarti mereka akan mengabaikan kita."

Lita menambahkan, "Kita perlu memberi mereka kesempatan. Kita semua memiliki hak untuk berbahagia, dan itu termasuk Sella dan Rendi."

Mendengar kata-kata itu, beberapa teman sekelas mulai membuka diri. "Kami hanya khawatir. Kami tidak ingin ada yang merasa diabaikan," kata seorang siswa.

Sella merasa sedikit lega. "Kami berjanji untuk selalu mengutamakan persahabatan ini. Kami akan selalu bersama kalian, tidak peduli apa pun yang terjadi," ujarnya, berusaha meyakinkan mereka.

Setelah beberapa diskusi dan tanya jawab, suasana perlahan mulai mereda. Meskipun masih ada keraguan di antara beberapa siswa, Sella dan Rendi merasa bahwa mereka telah melakukan langkah yang benar.

Ketika pertemuan berakhir, mereka semua berusaha saling mendukung. Sella merasa seolah beban di pundaknya sedikit terangkat, tetapi dia tahu bahwa ini baru awal dari tantangan baru yang harus mereka hadapi.

Ketika mereka berjalan pulang, Rendi tersenyum pada Sella. "Kamu sangat berani hari ini. Aku bangga padamu."

Sella merasa hangat mendengar pujian itu. "Terima kasih, Rendi. Kita pasti bisa melewati ini bersama."

Namun, di dalam hati Sella, dia masih merasakan ketidakpastian. Meskipun mereka telah berusaha untuk menjelaskan, apakah semua orang benar-benar akan menerimanya? Atau justru ada lebih banyak masalah yang akan muncul?

Malam itu, saat Sella berbaring di tempat tidurnya, pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Dia tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai, dan mereka harus siap menghadapi apa pun yang datang, baik itu dukungan atau tantangan baru.

Bayang PengkhianatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang