Setelah pertunjukan, Sella dan Rendi berjalan menyusuri koridor sekolah yang sepi. Suara hiruk-pikuk perayaan dari aula masih terdengar, tetapi mereka berdua memilih untuk mencari ketenangan di luar ruangan. Mereka menuju taman kecil di belakang sekolah, tempat di mana mereka sering menghabiskan waktu bersama.
Malam itu, bulan bersinar terang, memberikan cahaya lembut di antara pepohonan. Sella menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Rendi berjalan di sampingnya, tampak tenang tetapi penuh harap.
"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Rendi dengan nada lembut, memperhatikan ekspresi wajah Sella.
Sella merasakan ketegangan di udara, tetapi dia tahu bahwa dia harus berbicara. "Rendi, setelah semua yang terjadi... aku merasa bingung. Kita sudah melewati banyak hal, dan aku menghargai semua yang telah kita lakukan bersama," ujarnya, berusaha menjaga ketenangan suaranya.
Rendi mengangguk, memberikan dorongan. "Aku juga. Aku merasa ada sesuatu yang spesial di antara kita, tetapi aku ingin tahu apa yang kamu rasakan. Kita bisa membicarakannya tanpa tekanan."
Sella melihat ke arah bulan yang bersinar. "Aku tahu kita berdua memiliki perasaan yang lebih dari sekadar teman. Tapi aku tidak ingin terburu-buru. Persahabatan kita sangat berharga bagiku, dan aku takut jika kita mengambil langkah yang salah, itu bisa merusak semuanya."
Rendi mengerti. "Aku juga merasa demikian. Tapi, aku percaya bahwa kita bisa menjalani ini dengan baik. Apapun keputusan yang kita ambil, aku ingin kita tetap menjadi teman."
Mendengar kata-kata Rendi membuat Sella merasa lega. Dia tahu bahwa Rendi adalah sosok yang bisa dia percayai. "Aku ingin kita bisa berbicara lebih terbuka tentang perasaan kita. Mungkin kita perlu memberi diri kita waktu untuk saling mengenal lebih baik, dan jika kita memang cocok, kita bisa menjalin hubungan yang lebih dari sekadar teman."
Rendi tersenyum lebar. "Aku setuju. Mari kita coba lebih terbuka satu sama lain. Kita bisa mulai dengan menjadwalkan waktu untuk berbicara, tidak hanya tentang perasaan kita, tetapi juga hal-hal lain yang penting bagi kita."
Sella merasa hatinya bergetar. "Itu terdengar baik. Aku ingin merasakan semua ini tanpa terburu-buru."
Mereka berdua terdiam sejenak, merenungkan langkah selanjutnya. Rendi kemudian bertanya, "Bagaimana kalau kita mulai dengan hal-hal kecil? Kita bisa saling menceritakan tentang hal-hal yang kita sukai atau yang tidak kita sukai. Ini bisa membantu kita memahami satu sama lain lebih baik."
Sella mengangguk, merasa lebih tenang. "Ya, aku suka itu. Ayo kita mulai. Apa hal yang paling kamu suka lakukan di waktu luang?"
Rendi berpikir sejenak, lalu menjawab, "Aku suka bermain basket dan menonton film. Tapi yang paling aku suka adalah pergi ke tempat-tempat baru dan menjelajahi hal-hal yang belum pernah aku coba sebelumnya. Bagaimana denganmu?"
Sella tersenyum, merasakan kehangatan dalam percakapan. "Aku suka menggambar dan membaca. Setiap kali aku menggambar, aku merasa bisa mengekspresikan diriku dengan lebih baik. Dan membaca memberikan aku pelarian dari kenyataan."
Saat mereka berbicara, Sella merasa semakin nyaman. Mereka berbagi cerita dan tawa, dan untuk sesaat, beban di hati Sella mulai menghilang.
"Jadi, apa film terakhir yang kamu tonton?" tanya Rendi, terlihat antusias.
"Oh, aku baru saja menonton film tentang petualangan. Ceritanya sangat seru! Itu membuatku ingin melakukan perjalanan juga," jawab Sella.
"Kalau begitu, kita harus pergi bersama suatu hari nanti! Kita bisa menjelajahi tempat baru dan berpetualang. Mungkin kita bisa mencari tempat yang seru untuk menggambar dan mengambil foto," Rendi bersemangat.
Sella merasakan kegembiraan saat mendengar ide itu. "Itu ide yang bagus! Aku pasti ingin sekali!"
Setelah berbincang-bincang tentang hobi dan impian, mereka berdua merasa semakin dekat. Sella merasa terinspirasi dan berani, dan dia tahu bahwa inilah awal dari sesuatu yang baru.
Ketika malam semakin larut, Rendi berpaling ke Sella dan berkata, "Aku senang kita bisa berbicara seperti ini. Aku merasa lebih mengenalmu, dan aku tidak ingin hal ini berakhir."
Sella tersenyum, merasakan harapan tumbuh dalam dirinya. "Aku juga merasa demikian, Rendi. Aku ingin kita bisa terus berbagi momen ini. Siapa tahu, mungkin ini adalah langkah menuju sesuatu yang lebih."
Mereka berdua tersenyum satu sama lain, merasakan getaran yang tidak terucapkan di antara mereka. Meskipun mereka masih berada di persimpangan jalan, Sella merasa lebih siap untuk menjelajahi hubungan ini dengan Rendi.
Dengan berani, Sella mengambil langkah maju, menjalin ikatan yang lebih kuat dengan Rendi. Dalam perjalanan yang penuh ketidakpastian ini, mereka berdua bersiap untuk menghadapi setiap tantangan, sambil mengingat bahwa persahabatan yang kuat akan selalu menjadi fondasi untuk apa pun yang akan datang.
Saat mereka beranjak pulang, Sella tahu bahwa hari-hari di depan akan membawa lebih banyak cerita, tantangan, dan pengalaman yang akan membentuk mereka sebagai individu dan sebagai teman. Dan yang terpenting, dia merasa bahwa cinta dan persahabatan dapat berjalan beriringan, jika mereka bersedia untuk saling mendukung dan memahami satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayang Pengkhianatan
Novela JuvenilBayang Pengkhianatan" adalah kisah tentang delapan siswa yang awalnya bersahabat erat di SMA Harapan. Namun, hubungan mereka mulai renggang setelah salah satu di antara mereka, seorang cewek, diam-diam menelpon pacar sahabatnya di tengah malam. Pers...