Ryland menuangkan toples berisi ikan piranha yang membuat gadis itu merinding sekujur tubuh. Luna begitu terperanjat dengan apa yang dilakukan oleh kakak tirinya.
Namun, belum sampai dia melarikan diri, Seara langsung mendorongnya ke dalam kolam renang. Suara berdebur itu membuat Raiden teralihkan sebentar dari tabletnya. Begitu juga dengan Rayne yang urung menyesap anggurnya karena dikejutkan suara tersebut.
Tubuhnya terhempas begitu keras sehingga membuat air memercik ke segala arah. Kaki Luna menendang-nendang air dan berharap bisa keluar dari sana. Bukan tidak bisa berenang, tapi rasa dingin yang tiba-tiba dirasa, seolah membekukan seluruh sarafnya. Belum lagi dengan ikan piranha yang berenang lepas ke arahnya.
Seara dan Ryland tertawa mengerikan seperti iblis yang baru saja merenggut jiwa manusia. Sementara Luna berusaha memaksa tangan dan kakinya bekerja sama menepi ke pinggir. Lalu, tiba-tiba ada sebuah tangan lembut yang menjulur ke arahnya.
“Ibu?” batinnya berbisik.
Tanpa banyak pikir Luna langsung meraih tangan tersebut dan keluar dari kolam. Napasnya tersengal, tangannya naik memegangi dadanya yang sesak serta hidungnya yang sakit akibat kemasukan air. Luna terbatuk-batuk, lalu dia tersadar sudah tidak mendengar tawa dari dua manusia berhati iblis itu.
Luna menggerakkan kepalanya untuk melihat ekspresi dua bocah yang diam seribu bahasa. Mulut mereka terkunci dengan wajah yang sedikit masam. Luna menggeser pandangan dan dia melihat Rayne, kakak tiri tertuanya.
Lelaki itu menatapnya dengan datar, tangan kanannya basah sementara yang kiri masuk saku. Setelah puas melihat Luna yang terbatuk-batuk, Rayne masuk ke dalam rumah. Dia melewati Raiden yang sama sekali tidak tertarik dengan kekacauan yang terjadi.
“Jangan senang dulu kamu. Ini hanya pemanasan, besok akan ada lagi yang lebih menyenangkan,” desis Ryland dengan tampang tak bersalahnya.
“Betul sekali.”
“Aku tidak sabar menunggu kepulangan iblis itu,” sahut Ryland.
Seara spontan memukul lengannya dua kali.
“Kenapa?” protes Ryland yang berusaha antisipasi jikalau ada pukulan lain.
“Jangan sebut dia iblis atau aku akan membunuhmu.” Seara memang selalu asal ucap seperti ini, tapi kebanyakan ucapannya adalah sebuah kebenaran.
Luna sama sekali tidak ingin mendengar perdebatan itu. Dia menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan pelan-pelan untuk bangkit. Tubuhnya yang lemah kini sudah berdiri.
Seara sekali lagi ingin mendorongnya ke dalam kolam renang berisi piranha yang lapar itu, tapi Ryland memperingati untuk tidak melakukannya. Muka Seara langsung masam, sebebasnya dia di rumah ini, tetap tidak bisa melangkahi kuasa ayahnya dan kakak pertamanya itu.
Pada akhirnya, Seara hanya menyikut lengan Luna kemudian masuk terlebih dahulu bersama Ryland. Disusul oleh Luna yang basah kuyup dan sedikit menggigil. Raiden, yang masih duduk di tempatnya sejak tiga puluh menit lalu, lagi-lagi hanya cuek kepada Luna seperti sikapnya sejak awal.
Gadis bernama Blaze La Luna telah tiba di kamar putihnya. Dia meringkuk di pojok sembari memeluk lututnya. Isakan tangisnya membuat tenggorokan seperti tercekik. Luna senang dengan uluran tangan Rayne, tapi dia berharap kalau sebenarnya itu milik ibunya.
“Ibu, aku tidak mau nama belakangku bertambah jika harus begini jadinya.” Lagi dan lagi dia hanya bisa membiarkan batinnya merintih, sementara tak sanggup mengatakan apa pun kepada dunia yang luas ini.
Pintu kamar Luna terketuk dua kali. Kepalanya terangkat, tubuhnya berdiri dan mulai melangkah keluar. Begitu dibuka, dia melihat sebuah nampan kecil yang di atasnya ada segelas teh hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Happened on The Beach
Ficção Adolescente-Hilang ditelan ombak tengah malam. Tanpa jejak, tak seorang pun tahu. Sesak, asing, mati di dalam air yang tak pernah ia kenal.- Blaze La Luna terpenjara di sebuah sangkar mewah yang membuatnya sulit bergerak, apalagi meraih mimpi. Jiwa Luna sepert...