Bab 2: Jawaban di Ujung Rasa

1 0 0
                                    


Bel sekolah baru saja berbunyi, menandakan waktu istirahat telah tiba. Suara gemuruh para siswa yang berlarian menuju kantin memenuhi udara. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, An memilih untuk tetap duduk dengan tenang di bangkunya. Ia sama sekali tak memiliki niat untuk ikut serta dalam keramaian, An hanya menelungkupkan kepalanya di atas meja, mencoba untuk tidur sejenak. Rasa lelah menguasai tubuh dan pikirannya, membuatnya tak bersemangat.

“Hai, ini punyamu, bukan?”

Saat An mulai tenggelam dalam kantuknya, tiba-tiba suara lembut yang sepertinya milik seorang lelaki mengusiknya. Suara itu tidak dikenalinya, namun ada sesuatu yang membuatnya penasaran. An terangkat dari tidurnya, sedikit bingung dan berusaha mengumpulkan kesadarannya. Dia mendongak, mencoba melihat siapa yang berbicara kepadanya. Wajah yang asing muncul di hadapannya—seorang pria dengan senyum yang lembut, tampan, namun belum pernah benar-benar diperhatikan oleh An sebelumnya. Detik demi detik berjalan dengan cukup lama ketika mata diantara keduanya saling bertemu dan menyapa. Mata yang begitu teduh dan indah milik sang lelaki yang kerap disapa Jo itu menatap dirinya dengan sangat dalam, membuat dirinya merasa seperti akan melayang.

“Eh, apa itu?” Tanya An dengan sedikit kebingungan. Kemudian, lelaki itu mengulurkan tangannya, memberikan pulpen berwarna hitam yang di ujungnya memiliki ukiran berwarna emas.

“Ini. Pulpen ini terukir tulisan An, jadi aku menebak-nebak mungkin aja ini punya kamu. Benar nggak?”

An memperhatikan pulpen itu dan mengenali namanya yang tertulis di ujung benda tersebut. Mungkin dia tidak sadar bahwa pulpen itu jatuh, atau mungkin dia terlalu lelah untuk memperhatikan.

“Benar, itu punyaku. Terima kasih.” An mengangguk sebagai tanda terima kasih, lalu menadahkan tangannya untuk menerima pulpennya kembali. Saat tangannya menyentuh udara, tiba-tiba dia merasa gugup, dan tanpa sengaja tangannya bergetar. Jo yang memperhatikan tangan An bergetar saat meminta pulpen, tersenyum. Tanpa sengaja, tawa kecil keluar dari bibirnya. Suara tawa yang terdengar begitu tulus dan lembut, tetapi cukup mampu untuk membuat An merasa semakin canggung. Jo menyadari bahwa tawanya mungkin membuat An merasa tidak nyaman. Dengan cepat, dia mengembalikan pulpen itu ke tangan An dan segeranya ia meminta maaf pada An. Pemuda itu melemparkan senyum yang hangat mungkin ingin memberikan ketulusan pada permintaan maafnya.

“Maaf, aku nggak bermaksud membuatmu canggung.” Ucap pemuda itu.

“Nggak, Nggak apa-apa. Terima kasih, ya” An menimpali dengan rasa canggung. Bahkan suara yang keluar dari mulutnya boleh jadi tidak terdengar oleh telinga Jo. Namun ternyata pendengaran pemuda itu cukup tajam sehingga dapat menangkap dengan jelas apa yang diucapkan oleh gadis itu. Jo kemudian mengangguk dan tersenyum lebih lebar. Senyum yang sederhana, namun bagi An, senyum itu terasa begitu hangat dan menyenangkan.

“Semoga harimu menyenangkan, An.”

BOOM! Bagaikan sebuah ledakan, hatinya kini benar-benar berdegup dengan sangat kencang. Sedang sang pelaku, lelaki bernama Jo tersebut pergi begitu saja setelah ia mengucapkan kata-kata manisnya, dan meninggalkan An yang masih duduk di kursinya, terdiam dengan perasaan yang bergejolak.

Apa yang barusan terjadi? Kenapa tubuhnya bereaksi seperti itu? Apakah dia sakit, atau mungkin ini tanda-tanda lain?
An mencoba merasionalisasi apa yang dirasakannya, tapi yang muncul hanyalah kebingungan. Hatinya terus berdebar kencang setiap kali ia mengingat senyum Jo. Tapi, ini bukan rasa takut atau cemas yang biasa dia rasakan—ini berbeda. Apakah ini yang orang-orang sebut dengan cinta? Atau hanya sekadar reaksi dari pertemuan yang tak terduga. An tidak tahu pasti. Yang dia tahu, perasaan ini baru dan aneh. Namun, di tengah semua kebingungannya, ada sesuatu yang terasa manis dan hangat di dalam dirinya—sesuatu yang dia belum sepenuhnya pahami, tetapi mungkin suatu hari nanti, dia akan mengerti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menabur BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang