Waktu terus berlalu, namun Reiji tetap melangkah mantap menyusuri hutan. Langkahnya seolah dipandu oleh tujuan yang hanya ia ketahui. Di belakangnya, sekelompok orang yang masih mengikutinya mulai merasakan sesuatu yang aneh. "Oi, arah ini.." tanya salah satu dari mereka pada rekannya. Rekannya hanya mengangguk pelan, mengonfirmasi firasat yang sama. Mereka mulai sadar bahwa Reiji sedang menuju suatu tempat yang tak asing bagi mereka.
Reiji, meski menyadari dirinya terus diawasi, memilih untuk tetap tenang. Ia tahu mereka hanya mengamati dari kejauhan, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tak lama kemudian, Reiji tiba di sebuah lokasi yang tampak sakral—sebuah batu besar, melingkar di tengahnya tali segel kuno yang memancarkan aura misterius.
"Jadi, di sini..." gumamnya, berdiri di hadapan batu itu. Ia lalu memanggil dengan suara yang tegas namun tenang, "Bodas!"
Hanya sesaat berselang, seorang gadis yokai dengan telinga kucing langsung muncul dari dalam bayangan, berlutut dengan penuh hormat di hadapan Reiji.
"Pergilah ke atas gunung," ujar Reiji, suaranya tegas namun tenang. "Di sana ada kediaman penguasa Yokai di wilayah ini. Katakan padanya bahwa mungkin akan ada sedikit keributan yang akan aku sebabkan. Sampaikan bahwa dia tak perlu khawatir, dan aku akan datang setelah urusanku selesai."
Tanpa ragu sedikit pun, gadis Yokai itu mengangguk patuh. "Baik." Dalam sekejap, dia menghilang lagi, meninggalkan Reiji dengan aura misteriusnya.
Setelah Bodas menghilang, Reiji perlahan menurunkan katananya ke tanah. Dengan gerakan penuh ketenangan, ia duduk dalam pose seiza, posisi duduk tradisional Jepang, tangannya ditempatkan di atas kedua pahanya.
Matanya terpejam, mengosongkan pikirannya sejenak. Namun, bayangan masa lalu kembali menghantamnya dengan keras. Ia teringat saat-saat mengerikan itu—saat dirinya dan kakeknya diserang oleh iblis misterius. Kilasan ingatan memperlihatkan bagaimana sang kakek, Kazuma Tsukishiro, bertarung habis-habisan, menyegel iblis tersebut dengan kekuatan terakhirnya.
Bodas yang baru saja mendapatkan perintah dari Reiji, melesat diantara pepohonan yang tinggi dengan cepat. Ia melompat dari pohon satu ke pohon lainnya, tanpa ragu seakan sudah tahu lokasi yang Reiji maksudkan.
Sementara itu, Onmyouji wanita yang tadi berhadapan dengan Reiji mulai bangkit dan bergegas pergi dari tempatnya. "Dia bukan orang sembarangan, aku harus segera melaporkannya pada Lampir-sama." Ia pun pergi, bergerak menuju suatu tempat di atas gunung.
Di puncak Gunung Akizuki, berdirilah sebuah rumah megah yang tampak seperti istana kekaisaran Jepang, dengan arsitektur tradisional yang anggun dan dikelilingi oleh pepohonan lebat. Di tengah kabut yang menyelimuti puncak gunung, pintu utama istana itu terbuka, dan keluarlah seorang nenek tua dengan punggung bungkuk, membawa keranjang besar untuk kayu bakar di punggungnya. Langkahnya lambat, tetapi ada sorot mata tajam yang sesekali terlihat dari balik keriput wajahnya.
Beberapa penjaga yang berjaga di depan istana menanyai nenek tua itu ke mana ia hendak pergi. Dengan suara lemah, ia menjawab, "Aku hanya akan mencari kayu bakar untuk para pelayan. Mereka membutuhkannya untuk mempersiapkan segala kebutuhan di istana."
Para penjaga mengangguk, membiarkannya pergi, tanpa menyadari siapa sosok sebenarnya dari nenek tua itu.
Sementara itu, Bodas, yang semakin dekat dengan tujuannya, melesat di antara pepohonan, tak jauh dari puncak gunung. Gerakannya terhenti sejenak saat ia melihat nenek tua itu berjalan sendirian di tengah hutan. Bodas mengamatinya dengan seksama, dan dalam sekejap, ia menyadari bahwa nenek tua tersebut bukanlah orang sembarangan. Aura yang kuat dan mengintimidasi terpancar samar dari balik sosok rentanya, mengisyaratkan bahwa dia adalah penguasa Gunung Akizuki yang tengah menyamar.
Bodas langsung melangkah maju, menghampiri nenek tua itu tanpa keraguan. "Penguasa gunung, aku datang membawa perintah dari Reiji-sama," ucapnya dengan nada tegas, tatapannya tak lepas dari sosok nenek itu.
Nenek tua itu menghentikan langkahnya dan menoleh perlahan, raut wajahnya tampak tenang namun sedikit bingung. "Penguasa gunung? Ah, kau pasti salah orang, Nak," ucapnya dengan suara parau sambil tersenyum tipis. "Aku hanyalah seorang wanita tua yang mencari kayu bakar untuk kebutuhan istana."
Namun, Bodas tidak tertipu. Ia menatap tajam, menegaskan keyakinannya bahwa nenek tua di hadapannya adalah penguasa gunung yang sedang menyamar. Tanpa ragu, Bodas menyampaikan pesan dari Reiji. "Tuanku memiliki sedikit urusan di gunung ini. Mungkin akan ada sedikit keributan yang terjadi, namun beliau meminta agar penguasa gunung tidak perlu merasa khawatir. Setelah urusannya selesai, beliau berjanji akan datang untuk memberi salam secara langsung." Ia berbicara dengan nada tegas, memilih kata-katanya dengan hati-hati untuk memastikan pesan itu tersampaikan dengan jelas dan penuh hormat.
Sang nenek mendengarkan dengan seksama, senyum tipis masih menghiasi wajah tuanya, tetapi ada kilatan tajam di balik matanya yang menunjukkan ketertarikan. Ia mengangguk perlahan, namun tidak memberikan jawaban yang jelas, membiarkan pesan itu menggantung di udara.
Setelah selesai menyampaikan perintah, Bodas bersiap untuk pergi. Ia menoleh sejenak ke arah nenek tua itu dan menganggukkan kepalanya sebagai tanda pamit. Sang nenek hanya memandangnya, bibirnya menyunggingkan senyum samar yang sulit ditafsirkan. Dengan cepat, Bodas melompat ke pepohonan terdekat, kembali melesat menuju tempat tuannya berada, menghilang di antara bayang-bayang hutan yang lebat.
Saat bodas kembali kepada tuannya, ia berpapasan dengan gadis onmyouji yang sebelumnya. Ketika mereka melompat diantara pepohonan, mereka saling bertukar pandangan. Wajah Bodas tetap lurus kedepan tetapi matanya mengarah pada sang gadis onmyouji.
Setelah bertukar pandang, Bodas segera melanjutkan langkahnya tanpa menoleh lagi. Sementara itu, gadis onmyouji berhenti di atas salah satu dahan pohon, menatap punggung Bodas yang semakin menjauh. "Seorang gadis Yokai? Aku tidak ingat ada sosok seperti itu di istana," pikirnya dengan sedikit curiga. Namun, ia menggelengkan kepala dan segera mengalihkan fokus. "Lupakan saja, aku harus segera melapor kepada Lampir-sama." Ia pun melanjutkan perjalanannya menuju istana penguasa gunung, Lampir.
Scene kemudian beralih ke tempat penguasa gunung, Lampir-sama, saat bertemu dengan Bodas beberapa waktu lalu.
"Ya ampun, tidak kusangka penyamaranku terbongkar hanya oleh seorang bawahan," ujarnya sambil tersenyum tipis. Bushh—asap mengepul di sekelilingnya, memperlihatkan wujud aslinya.
Sosoknya kini terlihat sebagai wanita dengan penampilan sekitar 30 tahun, mengenakan pakaian tradisional Jepang, sambil memegang pipa rokok kiseru di tangannya. Raut wajahnya penuh ketenangan namun ada sedikit kilatan frustrasi. "Sepertinya kemampuanku sudah mulai menumpul," gumamnya pelan sambil menghembuskan asap dari pipa rokoknya, yang berputar dan memudar di udara.
YOU ARE READING
Arujin「アルジン」
ActionSuatu hari, Reiji Tsukishiro dan kakeknya diserang oleh iblis misterius. Meskipun kakeknya berhasil menyegel iblis tersebut, dia terluka parah dan terpaksa mengirim Reiji ke dimensi lain yang dihuni oleh Youkai. Sepuluh tahun berlalu, dan Reiji akhi...