Akhir pekan, hari dimana Poon kerja paruh waktu. Poon tidak kekurangan uang atau apapun yamg berhubungan dengan harta. Keluarga masih sanggup memberi biaya hidup Poon, hanya saja Poon lebih suka menghabiskan waktu seperti ini, setidaknya kesibukan membuat Poon tidak mengingat sesuatu yang mengganjal hati.
Sebelum bersama Marc, Poon sudah biasa melakukan pekerjaan ini, menjadi pelayan kafe. Setelah bersama Marc, Poon menghabiskan akhir pekan bersama kekasihnya, berkumpul bersama teman Marc ataupun sekedar menonton film di rumah Marc. Maka dari itu, Poon mencari kesibukan agar tidak mengingat akhir pekan seperti apa yang dia lakukan selama dua tahun ini.
Kadang Poon berpikir, apakah dua tahun begitu sia-sia?. Poon merasakan kebahagiaan dan kenyamanan, apakah Marc juga merasakan hal yang sama?. Poon selalu berharap itu ada walau sedikit, setidaknya kebersamaan mereka tidak sepenuhnya palsu. Tapi Poon selalu menepis pemikiran itu, bahkan setelah dua tahun, Marc masih tega menutupi segalanya. Jika Poon tidak mendengar, akankah ini terus berlangsung lama, apakah hubungan mereka semakin sia-sia?.
"Poon..." panggil seseorang, membuyarkan lamunan Poon.
Poon mendongak, tersenyum kecil pada seseorang di depannya. Poon sangat mengenal orang ini, Tharatorn Jantharaworakarn atau biasa dipanggail Boom, kekasih Aou, sahabat Marc.
"Selamat malam, Kak Boom. Mau pesen apa?" Poon menawarkan sambil tersenyum.
Poon tidak merasa ada masalah dengan Boom, bahkan Poon sangat dekat dengan kekasih Aou ini. Boom yang menjaganya ketika Poon menjadi kekasih Marc. Boom yang memberi perhatian kecil ketika Marc bahkan lupa kehadiran Poon. Bahkan setelah mendengar alasan dibalik putusnya hubungan Poon dan Marc, Boom mendatanginya terus menerus meski Poon selalu menolak. Poon berpikir jika Boom juga tahu alasan Marc menjalin hubungan ini. Boom kekasih Aou, mustahil jika Boom tidak tahu. Bisa saja perhatian Boom selama ini karena belas kasihan. Tapi lambat laun, Poon mulai menerima, mungkin harus terbiasa berdamai.
Boom tersenyum, "seperti biasa, aku duduk di meja 11 ya." Ujar Boom, Poon mengulangi pesanan Boom, setelah selesai Boom menuju meja 11.
Tidak lama, rombongan Boom datang. Aou, Pond, Puwin, Winny, Santang dan Marc, mereka juga menuju meja 11. Poon mengenal mereka, dulu Poon juga pernah menjadi bagian mereka. Tapi mereka tidak sedekat itu meski sudah bertemu hampir dua tahun. Yeah, Poon sangat tahu alasan dibalik itu kok, jadi Poon melayani mereka seperti pelanggan lain. Fyi, ini pertama kali mereka nongkrong disini kecuali Boom, biasanya mereka akan datang ke kafe dekat sekolah menengah atas mereka dulu, mungkin saja mengenang kebersamaan bersama Pawin. Poon tidak tahu alasan mereka disini, tapi semoga tidak mengganggu Poon untuk mendengar kembali penjelasan.
Pekerjaan selesai, Poon menghela nafas lega. Selama bekerja, Poon berusaha untuk tidak mempedulikan keberadaan geng Marc meski Poon merasa jika dia sedang diperhatikan.
"Hati-hati Poon." JJ, rekan kerja Poon melambaikan tangan saat melihat Poon menuntun sepedanya.
Poon tersenyum, membalas dengan anggukan. Setelah melihat JJ sudah melaju dengan sepeda motornya, Poon menaiki sepeda untuk kembali ke kos. Jaraknya tidak jauh, 15 menit jika Poon mengendarai dengan santai.
"Poon..."
Poon mencari asal suara yang ternyata dari belakangnya. Menghela nafas, Poon mengabaikan suara itu dan mulai melajukan sepeda namun bagian sepedanya di tarik, Poon menyeimbangkan tubuh agar dia terjatuh.
"Bisa berhenti tidak? Cukup! Aku sangat terganggu dengan ini!" Seru Poon, sangat kesal dengan kelakuan si punya suara yaitu Marc.
"Hadiahmu...nomor Pawin..."
"Oh, sekarang aku tahu kenapa kau terus menggangguku. Aku terlalu percaya diri. Apa kau sudah berkomunikasi dengan gebetanmu itu?"
"Tidak."
"Oh. Apa kau ingin menanyakan dari mana aku mendapatkan nomor Pawin atau kenapa aku tahu nomor Pawin?. Pawin adalah sepupuku..." Poon menatap lekat wajah Marc yang terkejut, "mengejutkan? Tapi tidak bisa dibandingkan dengan permainanmu itu sih karena aku sangat terkejut. Jika ada penghargaan aktor terbaik, kau akan jadi pemenangnya." Lanjut Poon, mengabaikan keterkejutan Marc, Poon melajukan sepeda meninggalkan Marc yang menatap dalam punggung Poon yang semakin kecil.
Poon menangis, dalam hal apapun, dia tidak bisa dibandingkan dengan Pawin. Pawin adalah kesayangan keluarga besar, Poon selalu diabaikan. Poon sudah terbiasa dari kecil tapi kenapa harus sampai sejauh ini?. Bahkan orang yang dia cintai harus jatuh ke Pawin juga, tidak apa-apa, dari awal semua baik-baik saja jika Marc tidak mempermainkan Poon. Poon sudah menerima perbedaan ini tapi kembali diingatkan rasa sakitnya oleh Marc, orang pertama yang Poon percaya akan menjadi tempat pulang namun nyatanya, singgahpun enggan.
*********
M
arc mengikuti Poon pulang, dia juga tahu Poon beberapa kali mengusap wajah. Poon berhenti di taman kota, menangis pilu dan Marc mendengarnya. Rasa sakit sampai ke hati Marc namun dia enggan mengganggu Poon.
Beberapa kali Marc mendengar helaan nafas berat Poon. Marc masih memperhatikan setiap gerak gerik Poon. Orang yang dia kenal ceria, seperti tanpa beban kini terlihat berantakan dan Marc yakin, dia juga ikut andil berubahnya keadaan Poon.
Marc ingat hadiah Poon. Sebuah jam tangan namun tulisan permohonan dicoret diganti nomor Pawin. Meski tercoret, Marc tahu Poon sungguh mendoakan kebaikannya.
"Setiap hal yang ada di dunia punya tujuan ketika tercipta, aku harap Tuhan menciptakan kau untuk menjadi tujuanku." - Poon Mitpakdee
Tulisan yang belum terhapus, berada dalam kotak jam tangan. Saat membaca itu, perasaan Marc jadi tidak karuan. Memang Poon menjadi pelampiasan, Marc tahu Poon sering memperhatikannya. Tapi dia juga tidak menyangka, hubungan ini sudah berjalan selama dua tahun.
Lamunan Marc buyar saat Poon kembali menuntun sepeda. Marc tidak mengikuti, dia duduk di tempat Poon tadi duduk. Melihat sekitar yang gelap, menutup mata menikmati angin malam.
Jika dia bisa kembali ke masa lalu, dia tidak ingin menyakiti Poon sedalam ini. Marc ingin lebih mengerti tentang Poon. Bahkan dia baru tahu jika Poon adalah sepupu Pawin. Yeah, jika dipikirkan, Marc memang tidak tahu apapun tentang Poon bahkan hari ulang tahunnya. Marc beruntung punya Poon tapi Poon sangat sial bertemu Marc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love or Friendship
FanfictionAku ingin jadi cinta dan sahabatmu tapi mungkin aku tidak pantas bahkan untuk salah satunya.