Seorang anak kecil berumur sekitar lima tahun memeluk kaki sang ibu erat, mata bulatnya mengintip penasaran ke arah pria tampan tepat didepan orang dalam pelukan.
"Jangan takut..." lirih sang ibu sembari mengusap lembut surai anak kecil dibawahnya, "ini ayah yang Poon cari, ayah sudah kembali dari pekerjaannya, tidak akan meninggalkan Poon lagi." Gawin, Ibu Poon tersenyum kecil ke arah Poon yang berumur lima tahun.
Poon melirik ke arah pria itu dan pria itu memandang datar ke arah Poon yang membuat nyali Poon semakin ciut.
"Jangan menakutinya, kau sudah berjanji padaku." Ujar Gawin pada pria didepannya, Joss.
Joss mencoba tersenyum ke arah Poon sedangkan Gawin masih berusaha menenangkan Poon yang masih agak takut.
"Coba Poon panggil 'ayah', ayah Poon baik, ayah akan bermain dengan Poon seperti teman Poon yang lain. Poon juga akan digendong diatas bahu, ayah Poon akan melakukan apa yang Poon inginkan." Jelas Gawin lembut, Poon menatap Joss lama hingga kata 'ayah' keluar dari mulut kecilnya.
Gawin tersenyum kecil namun jika dilihat lebih dalam, ada keresahan dalam diri.
"Aku harap kau bisa menjaga Poon dengan baik. Poon tidak nakal, dia sangat penurut. Terlepas dari masa lalu kita, aku memohon padamu untuk menyayangi Poon karena dia terus bertanya tentangmu."
Poon diajak bermain Joss tanpa Gawin. Poon merasa senang dan terus bertanya apapun yang dia tangkap dimata dan Joss dengan sabar menjawab pertanyaan Poon. Namun, Joss kewalahan saat dia membawa Poon ke rumah dan menanyakan Gawin. Poon terus menangis, memanggil ibunya.
Poon membuka mata, terengah-engah, sudah lama tidak mengalami mimpi ini. Jam menunjukkan pukul 03.21, Poon memejamkan mata mencoba memenangkan diri. Meski saat itu dia berumur 5 tahun, pertemuan pertama dengan ayahnya masih teringat jelas meski Poon ingin memotong bagian itu. Jika Poon bisa, dia tidak akan merengek ke sang ibu untuk bertemu ayahnya. Rasa bersalah menggelayuti Poon, jika saja hari itu tidak terjadi, Poon dan ibunya akan hidup bahagia tanpa bayang rasa sakit.
"Ma..." airmata menetes, "Poon rindu." Lirih Poon berharap ibunya datang dan memeluk Poon untuk menghilangkan beban menumpuk dalam diri.
*Flashback*
Sejak Poon merengek ingin bertemu Gawin, Joss masih sabar menjelaskan jika mereka tidak timggal dirumah yang sama.
"Jika kau terus menangis, ayah tidak akan bertemu denganmu lagi karena mamamu tidak akan mengizinkan."
Poon berhenti menangis namun airmata masih menetes, "kenapa? Ayah dan mama teman Poon tinggal bersama, kenapa ayah dan mama tidak tinggal bersama. Poon ingin mama." Poon mengeluh dam mulai menangis lagi.
Joss menghela nafas kesal dan mencoba menelpon Gawin tapi tidak ada sautan. Joss menggendong Poon, menenangkan hingga Poon tertidur di bahu.
Dua minggu berlalu, selama itu juga Poon tidak bertemu Gawin dan selama itu juga Poon merengek ke Joss sedangkan Joss juga tidak tahu keberadaan Gawin, sejak saat itu mereka hilang kontak.
Tiga bulan berlalu, Poon masih terus menanyakan Gawin dan Joss sudah lelah menjelaskan ke Poon tentang Gawin. Joss berpikir, apa yang dijelaskan Gawin kepada Poon tentangnya yang tidak hadir disisi mereka bertahun-tahun.
Suara dering ponsel terdengar, nomor tertera tanpa nama terpampang diponsel Joss. Joss tidak mengangkat namun nomor itu terus memanggil berulang kali.
"Maaf mengganggumu..." suara Gawin terdengar dari balik ponsel. "Apakah Poon baik-baik saja?" Tamya Gawin, Joss terdiam sebentar.
"Tiga bulan dia menangis mencarimu dan kau hilang jejak begitu saja. Apakah ini kesepakatan kita, kau berkata tidak akan menggangguku lagi setelah Poon bersamaku selama seminggu dan akan pergi menjauh bersama anak ini?."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love or Friendship
FanfictionAku ingin jadi cinta dan sahabatmu tapi mungkin aku tidak pantas bahkan untuk salah satunya.