Elena terbangun pagi itu dengan rasa semangat yang membara. Setelah pertemuan semalam, dia tahu bahwa ada banyak yang harus dilakukan. Dia melangkah ke luar rumah kecilnya dan merasakan udara segar yang menyentuh kulitnya. Suara burung berkicau dan aroma tanah basah memberi harapan baru. Namun, di balik semua itu, ada rasa cemas yang terus mengganggu pikirannya.
Kael sudah menunggunya di luar, mengenakan baju pelindungnya yang sederhana namun kuat. “Pagi, Elena! Siap untuk menyelidiki altar?” tanyanya sambil tersenyum.
“Selalu siap! Tapi kita harus hati-hati. Kita tidak tahu apa yang menunggu kita di sana,” jawab Elena, berusaha menenangkan pikirannya.
Mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang menuju ke altar yang ditinggalkan. Saat mendekati lokasi tersebut, Elena merasakan suasana semakin berat. Pohon-pohon di sekelilingnya tampak lebih gelap, seakan menyembunyikan sesuatu di dalam bayang-bayang mereka.
“Kael, apakah kamu pernah merasa seperti ada yang mengawasi kita?” tanya Elena, berbisik.
Kael menatapnya serius. “Aku juga merasakannya. Kita harus tetap fokus dan waspada.”
Sesampainya di altar, Elena terkesima melihat pemandangan di depannya. Altar yang dulunya megah kini hanya tersisa puing-puing dan lumut yang menutupi permukaannya. Simbol-simbol kuno yang terukir di batu tampak pudar, tetapi ada satu simbol yang masih bersinar samar, seolah meminta perhatian mereka.
“Lihat itu!” seru Elena, menunjuk simbol yang bersinar. “Apa yang kamu pikirkan tentang simbol itu?”
Kael mendekat dan memeriksa dengan teliti. “Sepertinya ada energi yang kuat di sini. Mungkin ini adalah petunjuk yang bisa membantu kita memahami apa yang terjadi.”
Mereka berdua duduk di depan altar, berusaha merenungkan arti dari simbol tersebut. Elena mengambil napas dalam-dalam, berusaha menenangkan pikirannya. “Kael, menurutmu mengapa altar ini ditinggalkan? Dan mengapa makhluk-makhluk itu mulai menyerang desa?”
“Sebelum kita bisa menjawab itu, kita perlu menemukan lebih banyak informasi. Kita bisa mencari tahu apakah ada catatan atau buku kuno di sini yang bisa membantu kita,” jawab Kael.
Setelah beberapa saat mencari, Elena menemukan sebuah buku tua yang tertutup debu di balik puing-puing. “Kael, lihat ini! Ini mungkin bisa membantu!”
Kael mengambil buku itu dan membuka halaman-halamannya dengan hati-hati. “Ini… sepertinya catatan tentang ritual yang pernah dilakukan di sini,” katanya sambil membaca.
Elena memandangi tulisan-tulisan itu. “Tapi mengapa ritual ini tidak dilakukan lagi? Apa yang terjadi dengan orang-orang yang pernah melakukan ini?”
Kael mengangguk, tetapi tidak dapat menjawab. “Mari kita baca lebih lanjut. Mungkin ada petunjuk di sini.”
Mereka menghabiskan waktu berjam-jam membaca dan merenungkan catatan tersebut. Semakin mereka membaca, semakin banyak pertanyaan yang muncul di benak mereka. “Sepertinya altar ini pernah menjadi pusat kekuatan,” kata Kael. “Dan ketika kekuatan itu hilang, makhluk-makhluk ini mulai muncul.”
“Jadi, kita harus mengembalikan kekuatan altar ini?” Elena bertanya, merasa sedikit bersemangat.
“Ya, tapi kita harus tahu bagaimana cara melakukannya,” jawab Kael.
Saat mereka membaca, mereka mendengar suara langkah kaki mendekat. Elena dan Kael segera menoleh dan melihat sekelompok penduduk desa mendekat dengan ekspresi cemas.
“Kael, Elena! Kami mencari kalian!” teriak seorang pria tua, napasnya tersengal-sengal. “Ada yang salah. Makhluk-makhluk itu menyerang lagi!”
“Apa? Kapan?” tanya Kael, wajahnya tampak tegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whispers Of The Forgotten Realm
FantasyDalam dunia yang dipenuhi misteri dan keajaiban, seorang wanita bernama Elena terjebak di Forgotten Realm, sebuah dunia alternatif yang penuh dengan makhluk aneh dan kekuatan magis. Dengan gaun indah dan rambut gelap yang menjuntai, Elena tampak men...