Melody adalah seorang guru yang sangat bisa di teladani muridnya. Kasih sayangnya, perhatiannya, dedikasinya, tak bisa dikalahkan.
Namun, beberapa hal tak mengenakan terjadi dalam hidupnya. Tidak ada yang tau, kapan dan bagaimana itu semua akan ber...
"APAAA?? BAGAIMANA BISA?" Tangis mama Leony pecah saat mendengar penjelasan Dea. Pagi itu, kampus di penuhi berita hilangnya Vina. Terakhir kali dia ada bersama Dea, jadilah Dea yang jadi sasaran empuk untk di incar berbagai pertanyaan.
"Iya tante, semalam kami pulang berdua. Suasana sangat mencekam, saya sudah bergidik. Tapi, Vina santai banget jalannya. Saya juga salah tante, kenapa pas lari, saya gak ajak atau narik dia. Suara yang saya dengar, pasti suara Vina tan, maaf tan," rengek Dea yang benar-benar merasa bersalah. Dia begitu khawatir tentang sahabatnya itu. Masalahnya, sejak tengah malam sampai pagi jam 9 begini, dia belum juga sampai rumah. "Ma, sabar ma. Vina pasti ketemu kok ma," bujuk papa Andre. Kondisi Leony belum stabil gara-gara di mall, sekarang ini. Papa Andre juga sangat khawatir, tapi jika dia juga terlihat cemas, siapa yang akan menghibur istri nya nanti?
"Pah, gimana kita kasih tau Melody? Vina itu adik kesayangan nya pa. Gak mungkin dia terima kenyataan ini. Apalagi, kalau Vina sampai," kata-katanya mama Leony terhenti setelah bibirnya di pegang oleh pak Andre. "Huss, jangan bilang gitu. Kita harus berdoa pada Tuhan, agar dimana pun Vina berada, dia baik-baik saja,"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Melody benar-benar sedang sibuk dengan urusan Filip. Dia sedang cari cara, agar Filip dapat keadilan. Jadi, dia tak mengurusi telepon nya yang masuk dari para tetangga kedua orang tuanya.
Ini sudah hampir pukul 17.00. Namun, Dea belum juga ingat, jalanan terakhir itu, mereka ada di jalan mana. Padahal itulah petunjuk satu-satunya.
Keesokan nya
Tok..tok...tok...
"Pak Andre, pak Andre," para tetangga terus menerus memanggil nama pak Andre dengan terburu-buru. Beberapa orang pun sampai menangis sesenggukan. "Pah, ada yang manggil. Itu mungkin berita tentang Vina. Ayok pah, turun," mama Leony terlihat memohon. Buru-buru mereka membuka pintu, dan belum sempat melontarkan pertanyaan, mama Leony jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Bagaimana tidak? Tubuh Vina hancur dengan berbagai macam luka tusukan. Perut, leher, tangan, kaki sampai punggung pun tak selamat dari sobekan-sobekan mengenaskan.
"Tuhan, apa salah putri kecil ku ini? Apa salahnya Tuhan?" Tak terasa, airmata pak Andre ikut menetes, sembari mengangkat jasad Vina yang sudah terbujur kaku itu. "Jika aku punya salah, hukumlah aku Tuhan. Jangan anak-anak ku," lanjut pak Andre. "Sabar ya pak, Tuhan gak akan kasih cobaan tanpa solusi pak. Lebih baik, kota makamkan dan doakan Vina sesuai tata cara agama," kata pak Nicholas menenangkan.
Lagu-lagu rohani sudah mulai di putar. Peti mati, karpet untuk alas berdoa juga sudah siap. Namun, Melody tak kunjung datang. Padahal, Melody yang paling dekat dengan Vina selama ini. Romo sudah mulai mengarahkan agar peti segera di tutup. Sebelum itu, pak Andre memotret wajah Vina untuk dia kirim ke Melody. Pak Andre dan mama Leony tak bisa menyalahkan Melody yang begitu sibuk dengan pekerjaan nya. Mereka hanya menyayangkan, di hari terakhir adiknya, Melody justru tidak ada.
Akhirnya, peti Vina dibawa ke tempat peristirahatan terakhir nya, dan di makamkan dengan layak.
"Pa, apa salah kita ya pa? Kenapa anak kita yang dapat hukuman? Apa salah dia? Perasaan, dia selalu rajin berdoa dan mengucap syukur, kenapa justru dia yang terpanggil?" Kata mama Leony dengan lemas, boneka kesayangan Vina pun tak luput dari pelukannya. "Tak apa ma, yang penting Vina gak kedinginan lagi," kata pak Andre sebelum mereka berpelukan dan menghabiskan malam itu untuk menangis sejadi jadinya.