"Dokter yang mengobati Jelita itu mencurigakan, Nes." Selama perjalanan, Ivana tak bisa berhenti memikirkan apa yang akan mereka hadapi selama sebulan tinggal dan menyamar sebagai mahasiswa KKN PGSD di Desa Cokelat. Bahkan, ketika mereka sudah sampai di penginapan, kerutan di kening gadis itu tak kunjung menghilang.
Ganesha pun sama mengernyitnya. Sambil membongkar koper, lelaki itu bicara tanpa melihat Ivana, "Bakal repot kalo kita harus nyembunyiin ini dari anggota tim yang lain."
Ivana setuju dengan itu. "Tapi posisi kita nggak menguntungkan. Kita baru aja ditendang dari Tim Penyidik. Kalau kita ikut campur urusan Koala Killer lagi, bisa-bisa kita dicap tidak becus dan tidak profesional." Dia duduk melipat kedua lututnya dan memeluknya hingga menyentuh dada, sementara tangannya mengetuk-ngetuk kuku jari tangan.
Di sebelahnya, Ganesha diam-diam mengamini ucapan gadis itu. "Kenapa? Kukumu bermasalah?" Melihat Ivana tak kunjung mengalihkan pandangannya dari jemari, Ganesha bertanya. "Oh, aku lupa kasih jadwal mengajar. Bertha ngasih ini kemarin malam pas kau nggak ada di asrama. Kau ke mana?"
Setelah menimang-nimang sejenak, Ivana memutuskan membuka suara. "Tapi jangan kasih tau Nathan, ya?"
Dari kejauhan, diam-diam mereka mengawasi target: Jelita. Saat ini, Tim Pemberdayaan sedang melakukan pengawasan, tetapi sebagai guru anak-anak sekolah dasar yang akses pendidikannya terbatas.
Di tempat yang cukup jauh dari jangkauan dunia luar, Desa Cokelat bagaikan lingkungan yang terasingkan. Jarak dari kota kecil terdekat mencapai dua puluh kilometer. Mereka semua hidup mengandalkan sumber daya alam dan gotong royong. Dengan hutan dan sungai yang mengelilingi Desa Cokelat, mereka hidup berkecukupan.
Namun, sebab itu pula kebanyakan dari anak kecil di sini tidak dapat mengampu pendidikan yang layak. Hal tersebut menjadi alasan utama Tim Pemberdayaan untuk singgah di sini saat menyerahkan proposal palsu itu. Semua ini dilakukan, semata-mata hanya untuk mengawasi Jelita dan ayahnya dari dekat.
Ini sudah hari ke-lima, tetapi mereka sama sekali tidak menemukan hal yang mencurigakan. Hubungan ayah dan anak itu baik-baik saja seperti keluarga pada umumnya. Ganesha bahkan sering berkunjung ke rumah Jelita, sekadar untuk menyapa dan bertukar pikiran dengan Pak Heri sambil menjalankan bidak catur.
"Apa saja yang kalian dapatkan seminggu ini?" Bertha membuka rapat Tim Pemberdayaan malam itu di kamarnya yang paling luas. Mereka berenam duduk di lantai membentuk lingkaran dengan kertas yang dipegang masing-masing.
Michael mengangkat satu tangannya dengan raut serius. "Sebelumnya aku dan Hana menyelidiki rumor yang beredar di masyarakat tentang keluarga itu. Kebanyakan orang mengatakan mereka sering mendengar Jelita menangis di malam hari, kemudian diseret paksa menjauhi desa." Dia mengerutkan wajah, membuat rupanya yang tirus menonjolkan tulang rahang dan pipinya.
Gadis berambut pendek dengan bando kuning yang duduk manis berbalut piyama senada itu mengangguk. "Sampai sekarang, masih banyak anak-anak kecil yang enggan bermain dengan Jelita karena kondisinya itu. Untungnya dia tidak sampai dikucilkan." Tangan mungilnya membalik selembaran kertas. "Aku menemukan ini di kelas pagi Jumat lalu." Dia menyerahkan kertas itu di tengah-tengah lingkaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Koala Killer
Mistero / ThrillerTemuan mayat tanpa kepala sukses menggemparkan Nusantara, tetapi fakta bahwa pembunuhnya selalu meninggalkan sidik jari berbeda yang tak terdeteksi mampu membuat Ivana berpikir ratusan kali. Di antara semua jenis kekuatan yang dia pelajari, manusia...