"Semuanya hancur, kenapa Tuhan masih memberikanku kesempatan hidup? Lelaki hebatku, kini terbaring koma di Rumah Sakit, dan aku tidah mengetahuinya? Bodoh kau, Na."
—Farzana Alafala Afarankaz—
...
Farzana tersenyum paksa menatap Vierix dan Luciana yang sudah duduk dikursi meja makan dengan piring, nasi dan lauk-pauk yang siap untuk dipilih lalu dimakan.
Tatapan tajam Vierix terus ia layangkan kepada Farzana yang hanya bisa tersenyum kecut untuk membalasnya.
"Kenapa mata kamu bengkak, begitu?" tanya Luciana dengan tatapan khawatir dimatanya.
"Ngga pa-pa, M-ma." Farzana menjawab dengan engga, suaranya sedikit tak rela saat Farzana memaksakan dirinya untuk memanggil Luciana dengan sebutan sebagai 'Mama'.
Sejak dikamar mandi tadi, Farzana sudah memutuskan sebuah keputusan yang berat, menerima dengan terpaksa, Luciana sebagai calon mama tiri-nya.
Farzana sedikit menggeser sebuah kursi tempat makan agar terbuka untuk ia duduk.
Vierix sedikit tersenyum saat Farzana memanggil Luciana dengan sebutan 'Mama'.
Tentunya, senyuman Luciana juga ikut mengembang, bahkan mengembang lebar. Luciana bangkit dari kursi, decitan suara kayu yang menggesek lantai sedikit terdengar saat Luciana bangkit untuk mengambilkan nasi dan lauk-pauk yang sudah dihidangkan dimeja.
Luciana menatap Farzana, lalu bertanya dengan suara selembut mungkin yang dirinya buat. "Mau lauk apa, Na?"
Farzana tersenyum tulus, sepercik kehangatan memenuhi ruang dihatinya, tampaknya, Luciana peduli dengannya. "Apapun aja, Ma.."
Luciana tersenyum, lalu dengan lembut, dirinya mengambilkan lauk yang berada dimeja makan untuk Farzana.
Vierix sedikit terdiam saat melihat senyuman tulus dari Farzana yang selama ini belum ia lihat setelah lamanya almarhumah istri pertamanya meninggal dunia.
'Sepertinya, aku tidak salah memilihmu, Luciana. Kuharap, lelaki menyusahkan itu, segera melepaskanmu, Farzana.'
"Ini, Na. Makan yang banyak ya, cantik." Luciana memberikan semangkuk piring dengan isi nasi dan lauk-pauk yang dirinya pilihkan kepada Farzana.
Farzana mengangguk, tangannya terulur untuk menerima piring itu dari tangan Luciana.
Setelah itu, Luciana mengambilkan nasi dan lauk-pauk untuk Vierix yang sudah menunggu dengan tatapan tajamnya yang sudah berganti dengan tatapan tenangnya.
"Farzana, kamu yang pimpin berdoa, ya." suruh Luciana dan dibalasi anggukan oleh Farzana.
Farzana memulai berdoa dengan khusyuk dan diikuti oleh Vierix dan Luciana. Mereka kini menyantap makanannya dengan tenang, selepas selesai berdoa.
Suasana suara begitu hening tanpa ada berbicara disaat mereka semua makan yang sudah tertara pada adab makan. Hanya ada suara detingan sendok, garpu, yang saling beradu dengan piring.
***
Setelah makan malam bersama selesai, Farzana, Luciana duduk di sofa ruang tamu, tanpa melihat keberadaan Vierix disana.
Tetiba saja, Vierix datang dan berjalan kehadapan Farzana sambil menyodorkan sebuah Handphone milih Farzana yang selama ini disita oleh Vierix.
Farzana menatap Vierix dengan pandangan bertanya, tidak tahu apa yang harus dirinya lakukan dan bingung harus apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELWEISS UNTUK ION (Hiatus)
JugendliteraturAfion Elliando Erfand, atau Ion, adalah seorang tuna netra dan tuna rungu. Ia merasa tidak berguna dan selalu menyalahkan diri sendiri. Namun, hidupnya mulai berubah saat seorang gadis ceria datang dan selalu berada di sampingnya. Bersamanya, Ion ya...