EUI. [PROLOG]

493 103 156
                                    

***

Seorang laki-laki dengan pandangan kosong menatap laut yang memperlihatkan pemandangan luar biasa.

Dengan pandangan teduh, ia tersenyum menikmati hembusan angin yang menerpa kulitnya.

"Tuhan, untuk apa aku terlahir di dunia? Aku hanya seorang lelaki yang menyusahkan," keluhnya. Tanpa bisa dihalangi, tetesan air mata mulai turun perlahan-lahan, lalu menjadi deras.

"Aku tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar. Aku hanya menyusahkan orang lain..."

"Tuhan, izinkan aku pulang..."

"Izinkan aku berbahagia..."

"Apakah boleh, Tuhan?"

"Aku hanya ingin kebahagiaan!"

Tangan laki-laki itu bergerak menghapus air matanya.

Dia adalah Afion Elliando Erfand, akrab dipanggil Ion, seorang laki-laki dengan jutaan masalah, harapan, dan penyesalan.

Tangan kanan Ion menggenggam Instisblind (Intelligent Stick for the Blind), sebuah tongkat alat bantu jalan yang dirancang khusus untuk tunanetra. Tongkat ini berfungsi sebagai pemandu dalam berjalan, bukan untuk menopang tubuh. Karena itu, tongkat ini lebih tipis dan ringan daripada tongkat penopang tubuh dan bisa dilipat.

Saat ia ingin berjalan pulang ke panti asuhan, Ion hanyalah remaja yang sejak kecil sudah dibuang orang tuanya ke panti asuhan.

Seorang gadis dengan senyuman ceria yang sedang memandang laut tanpa sengaja mengalihkan pandangannya ke arah Ion. Gadis itu mendekatinya.

"Hai, nama kamu siapa?!" seru gadis itu.

Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Ion. Ia terus berjalan tanpa menyadari bahwa ada seorang gadis cantik yang mengajaknya berbicara.

Gadis itu terdiam, kemudian mencoba mengikuti laki-laki itu.

Hingga mereka sampai di panti asuhan, gadis bermata cokelat tua itu terdiam untuk kedua kalinya.

Ion langsung disambut oleh ibu panti. Mata ibu panti itu melirik ke arah gadis tadi yang tampak bingung.

"Hai, Nak. Maaf ya, ini Ion. Dia tidak bisa berbicara dan mendengar."

Gadis yang bernama Farzana Alafala Afarankaz itu meneteskan air mata, menatap Ion dengan tidak percaya.

Ibu panti, yang sudah merawat Ion sejak lama, belum pernah melihat ada gadis yang menangis mengetahui kondisi Ion yang tidak bisa melihat dan mendengar. Biasanya, reaksi orang-orang justru sebaliknya.

Ibu panti itu bernama Fara. Farzana menatap Ibu Fara. "Bu, apakah itu benar?" tanyanya, masih tidak percaya.

Ibu Fara mengangguk pelan. Ia mengajak Farzana dan Ion duduk di kursi taman agar lebih tenang, karena di dalam tadi banyak suara anak kecil yang sedang bermain.

"Bunda?" Itu suara Ion yang memanggil Ibu Fara, yang sudah ia anggap sebagai ibu kandungnya.

"Ada orang, ya, Bun?" Ibu Fara tersenyum, memberi kode dua sentuhan pada tangan Ion yang berarti 'Iya'.

Ion hanya mengangguk. Ia kembali diam, menikmati hembusan angin yang menyejukkan kulitnya.

Farzana yang melihat itu hanya tersenyum pedih. "Bu, saya ingin menjadi teman Ion, boleh?" tanya Farzana, mengejutkan ibu panti.

"Apakah kamu yakin?" tanya ibu panti yang masih terkejut, tidak percaya. "Biasanya, gadis-gadis lain malah jijik berdekatan dengan Ion. Tapi kenapa kamu tidak?"

"Jijik? Kenapa harus jijik, Bu? Manusia memiliki kekurangan masing-masing. Tidak ada yang sempurna. Saya melihat mata Ion yang memperlihatkan rasa kesepian yang luar biasa di sana. Izinkan saya menjadi teman Ion..."

Dengan senyuman lembut, Ibu Fara mengiyakan permintaan Farzana. "Nama kamu siapa, gadis manis?"

Farzana, yang girang karena diizinkan menjadi teman Ion, pun menjawab dengan antusias, "Nama saya Farzana Alafala Afarankaz."

.
.
.

-THE PROLOGUE ENDS-

♡ Semoga kalian suka. Jangan lupa Vote, Comment and Share, ya!

◇ Bantu tandai yang Typo!


Satu pesan untuk Ion👉🏻

Satu pesan untuk Farzana👉🏻

EDELWEISS UNTUK ION (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang