Ternyata Kamu Nggak Cupu

6 2 0
                                    

Kehadirannya disambut kicauan burung. Aku bertemu dengan Gilangku! Cowok dengan kulit hitam manis dan tinggi. Ah, dia bukan seperti yang kubayangkan! Dia terlalu keren. Sosoknya semakin dekat dan aku berasa mau nyebur ke dasar sungai ini. Bola matanya memandangku lekat ketika kakinya berhenti didepanku. Dan aku nggak berani menatapnya lebih dari dua detik.

Aku tetap duduk di bibir bendungan. Kualihkan pandangan menatap sungai panjang beratapkan langit luas. Bocah-bocah mandi riang saling siram dibawah sana. Semilir angin tak mampu menenagkan hati yang masih kaku. Sekali lagi kulihat dia yang berdiri melepaskan senyum disampingku. Dia juga beberapa kali manatapku dan aku juga beberapa kali menggigit bibir. Ah, betapa malunya. Aku hanya menunduk menahan senyum setiap kali beradu pandang dengannya. Jantung berdebar kencang setiap menatap mata indah itu. Kadang mata tertuju pada hidung mancungnya. Tetapi aku kembali tertunduk malu setiap mataku beradu dengan matanya.

Aahh jantung, apa nggak capek berdebar sekeras ini. Bibir, apa nggak bisa mengeluarkan sepatah kata saja untuknya? Mata, coba kau tatap dia lama. Sekaliii saja!.

Tiga menit berlalu sia-sia.

"Maaf ya, lama nunggu." Akhirnya dia jadi pemenang. Yang berani memulai pembicaraan ini.

"Iya, nggak apa-apa." Aku masih menatap alam luas. Belum berani menatap bola matanya lagi. Aku membiarkannya terus berdiri disitu, diam-diam kuhukum dia atas keterlambatannya.

"Kukira, kita nggak akan ketemu hari ini." Aku memandangnya sepintas.

"Gilang nggak akan ingkar janji. Dita seneng nggak ketemu gilang?" Dia memiringkan kepala mencari dimana posisi yang bisa menatap wajahku yang slalu menghindar.

Lesung pipi menghiasi senyumnya. Belum hilang kekagumanku melihat wajah manisnya. Ditambah lagi sekarang suguhan yang lain. Membuatku makin merasa grogi. Suaranya begitu lembut. Lebih lembut dari yang kudengar di telepon. Suaranya menenangkan hati, meredam amarah karna lama menunggu. Orangnya juga nggak seperti yang aku bayangkan setiap kali berkomunikasi dengannya di dunia maya. Wajah yang kubayangkan begitu cupu dengan kacamata bulat tebal yang menutupi mata. Baju yang dimasukkan ke celana dengan ikat pinggang yang kencang. Dia sama sekali nggak seperti itu.

"Ternyata kamu nggak cupu." Aku menahan tawa geli setelah akhirnya bisa mengontrol perasaan yang tadinya begitu grogi.

"Memangnya kamu ngebayangin aku gimana?" Setengah tawa jakunnya bergerak naik turun.

Senyumnya mengembang memperlihatkan deretan gigi putih rapi dengan lesung pipi kecil disebelah kiri.

"Bukan seperti ini." Aku tersenyum kecil memalingkan tatapan lagi darinya.

"Kamu bayangin aku jelek yaa?" Senyumnya mengembang lagi sambil berusaha menatapku. Aku hanya tertawa kecil.

"Kenapa?" tanyanya lagi.

Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba HPku berbunyi. Tulisan "Mama" muncul di layar hp hitam putih berukuran 2 inch itu.

"Ya, Ma." Aku menjawab dengan gugup.

"Dimana, Nak? Mama mau pulang. Mau dibeliin apa?"

"Masih disekolah, Ma. Beliin martabak ya, Ma." Sengaja minta martabak biar lama bikinnya.

"Kamu langsung pulang ya, Jangan kemana-mana. Mama denger kabar hari ini sekolah pulang lebih awal."

Mati aku! Dari mana mama tau kalau hari ini aku pulang lebih awal. Ah, pasti Frans suami mama nih yang ngabarin mama. Secara tetanggaku ada beberapa orang yang satu sekolahan. Yang rumahnya melewati rumahku.

"Iya, Ma. Ini udah mau pulang kok."

Ku tutup telepon dan turun dari bibir bendungan. Sekilas saja kulihat Gilang yang kebingungan melihatku hendak pergi meninggalkannya. Dengan sigap dia mengulurkan tangannya. Sekejap, aku melupakan pesan mama.  Malu-malu aku pegangan ketangannya. Nggak tergambarkan Gimana seluruh nadi bergetar nggak karuan. Pertama kalinya tangan ini disentuh laki-laki. Sebuah tangan hangat, yang nantinya akan menghangatkan ku setiap saat jika nanti kita sudah menikah. Ah, jauh sekali khayalanmu Dita!!.

Kenangan Terindah (Kisah Tahun 2006) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang