Bel istirahat berbunyi nyaring, mengagetkan Halilintar yang sedang melamun. Pemuda itu melihat teman-teman sekelasnya berhamburan keluar kelas.
"Lo mau kemana?" tanya Taufan pada Halilintar.
"Mau ke kantin," jawab Halilintar, dia melirik pintu kelas.
"Lo nggak takut sendirian?" tanya Taufan lagi.
Halilintar menggelengkan kepala. "Kenapa harus takut?"
Taufan hanya menggelengkan kepala dan kembali fokus pada bukunya.
"Lo nggak mau ke kantin?" tanyanya, Halilintar menarik tangan Taufan.
"Lo jangan pernah sekali-kali kelihatan dekat sama murid kelas ini! Bisa jadi masalah kalau ketahuan," bisik Taufan, dia melepaskan cekalan tangan Halilintar pada lengannya.
Halilintar rasanya ingin menendang meja, melemparkan kursi, bahkan kalau boleh dia ingin guling-guling di kelas itu saking kesalnya dengan peraturan aneh khusus untuk kelas X IPA 1 itu.
Halilintar menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ia menatap Taufan dengan tatapan tajam. "Lo pikir gue peduli? Gue nggak suka peraturan itu," ucapnya dengan nada ketus.
Taufan terkejut dengan reaksi Halilintar, tidak menyangka bahwa Halilintar akan semarah itu. Sejak tadi, Taufan hanya ingin menolong Halilintar agar tidak mengalami hal-hal buruk. Namun, niat baiknya malah ditolak mentah-mentah.
"Gue cuma nggak mau ada korban lagi," ujar Taufan.
Apa ini? Lagi? Berarti sudah banyak orang yang pernah menempati bangku kosong itu menjadi korban?
Halilintar mendengkus pelan. "Lo pikir gue nggak bisa jaga diri sendiri?"
Taufan menggeleng pelan. "Gue cuma nggak mau lo jadi korban peraturan di kelas ini."
"Peraturan gila," sahut Halilintar.
Taufan terdiam. Ia tahu bahwa Halilintar benar. Peraturan di kelas mereka memang aneh dan tidak masuk akal. Namun, selama ini, tidak ada seorang pun yang berani melawan peraturan tersebut.
Halilintar bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu kelas, tidak peduli dengan tatapan dari teman-teman sekelasnya. Halilintar hanya ingin keluar dari kelas yang terasa pengap itu.
Saat hendak keluar dari kelas, Halilintar berbalik dan menatap Taufan. "Makasih udah ngasih tahu," ucapnya.
Taufan hanya mengangguk.
Halilintar segera berjalan menuju kantin sendirian dengan raut wajah kesal. Aroma harum makanan di kantin seketika membuatnya merasa lebih tenang.
Halilintar mencari tempat duduk yang kosong, setiap tempat duduk yang ia lewati selalu ada tatapan sinis yang tertuju padanya. Halilintar mengabaikan tatapan-tatapan itu, dan terus berjalan hingga menemukan meja kosong di sudut kantin.
Halilintar memesan air putih dan nasi goreng untuk makan siangnya. Matanya melirik keluar jendela kantin, Halilintar mendengkus pelan sambil mendengarkan musik dari ponselnya.
Seseorang menyenggol tangan Halilintar saat mengambil gelas berisi air putih. Halilintar menoleh dan melihat seorang pemuda dengan wajah yang sangat mirip dengan Taufan. Hanya saja, pemuda ini memiliki mata berwarna emas bukan safir.
"Hati-hati," ujar pemuda itu dengan berbisik.
Halilintar mengerjap, merasa heran dengan peringatan pemuda itu. "Maksud lo?" tanyanya.
Pemuda itu menunjuk gelas yang dipegang Halilintar. "Air itu ...," ucapnya.
Halilintar mengikuti arah jari pemuda itu. Matanya melihat ada serbuk putih di dasar gelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy Halilintar : Bound by Rules
FanfictionHalilintar selalu merasa asing di kelasnya sendiri. Di tengah keramaian X IPA 1, dia tak pernah benar-benar diterima. Semua mata menghindarinya, bahkan dia tak diterima untuk duduk di bangku kosong dekat meja guru. Apa yang terjadi pada teman barun...