CHAPTER 1

9 2 0
                                    


I Satu

"inikan yang udah aku kerjain kemarin itu kan mer?, kenapa dimasukin ke soal lagi sih jirr ya gampang banget ujiannya kalo begini".

Marissa hanya terdiam menggigit bibirnya melihat soal lembar ujian matematika didepannya. Kenapa setiap soalnya dengan apa yang sudah gurunya ajarkan begitu berbeda dengan contoh yang dijelaskan. Marissa ingin menangis melihatnya sekarang. Ditambah mendengar perkataan teman didepannya Angelista yang mengatakn soalnya begitu gampang. Ini memang salahnya karna tidak pernah mengulang dan menginangat mata pelajaran yang satu ini.

Marissa menoleh melihat apakah guru pengawas tengah mengawasi atau tidak, dirinya benar benar mebutuhkan Angelista untuk membantunya menjawab beberapa soal. Ya mencotek maksudnya. Melihat situasi yang aman karna guru pengawas tengah membawa buku, Marissa dengan lihat menarik rambut temannya.

"psst lis! Lista.. help me, nomer 8 please" Angelista mengangguk tetapi kepalanya masih menghadap kedepan dan seakan akan menulis dengan focus kearah kertas ujiannya. Bu marta guru killer yang yang ditakuti di SMA JAYA RAJA meletakkan bukunya dan dngan tajam menatap setiap murid yang tadinya berbisik untuk meminta jawaban soal dari temannya.

"Marissa!! Jangan kamu pikir saya tidak tau ya kalo kamu mau menyontek dengan Angelista. Angelista!"

"ya iya buk saya." Angelista menjawab dengan gagap panggilan bu Marta dan menundukkan kepalanya. Marissa mendesah dengan lesu dirinya ketahuan kalau begitu dia akan cap cip cup saja deh.

Jam istirahat lebih cepat dari jam biasanya karna anak-anak ujian akan pulang lebih cepat. Marissa berjalan dengan lesu Bersama dengan Angelista yang mengelus punggungnya.

"aku bilang juga apa mar, loh sih kalo diajak belajar bareng selalu aja menghindar. Eh pas udah ujian ga tau apa apa kan" Marissa menghentikan langkahnya menatap kearah Angelista.

"lista, bukannya aku gamau belajar bareng tapi otak gue terlalu lemah untuk mengingat setiap angka-angka matematika kamu itu."

"hehehe, kalo matematika aja kamu lemes. Coba kalau duit langsung tuh mata melotot kayanya."

"tau aja kamu." Marissa dan Angelista tertawa dikoridor sekolah setelah ujian hari ini berakhir kedua berpisah untuk kembali pulang kerumah masing-masing.

Marissa menghembuskan nafasnya rasanya berat kalau harus kembali kerumah yang sepertinya tidak layak untuk dikatakan rumah. Semenjak peninggalan ibunya Marissa tinggal Bersama dengan ayah dan ibu tirinya bersama dengan dua kakak tirinya.

Mereka terlihat lebih disebut keluarga tanpa dirinya. Disana marissa hanyalah seorang pembantu yang tinggal digudang belakang rumah utama. Tidak ada yang mengenalnya sebagai anak tiri atau anak dari ayahnya. Mereka hanya mengenal bahwa Marissa ada pembantu pribadi dirumah itu.

Ditambah hari ini adalah hari pesta ulang tahun Diana kakak tirinya, sudah dipastika bahwa dia akan menjadi pelayan yang melayani setiap tamu untuk menghidangkan makanan.

Marissa memasuki rumah besar seperti sebuah mansion itu dari belakang untuk bisa masuk ke kamarnya. Dibelakang tepatnya dapur terlihat sekali beberapa koki dan pelayan laiinya tengah sibuk.

"Mba Marissa sudah pulang. Lama sekali pulangnya hari ini mba. Tuan sudah mencari mba dari tadi. Ini gaun yang diberikan tuan untuk mba pakai diacara ulang tahun nona Diana."

Marissa terdiam ketika tangannya menerima 1 set gaun bewarna biru. Mila adalah ketua pengurus setiap pelayan dirumah ini. Ini pertama kalinya perempuan itu berbicara kepadanya.

Marissa segera memasuki kamarnya dan menguncinya dari dalam. Ia berfikir ada apa, kenapa tiba-tiba ayahnya yang tidak pernah berbicara menyapa dan melihatnya cukup baik untuk memberikan sebuah gaun kepadanya sekarang. Ditambah marissa dapat melihat bahwa gaun dari merk terkenal ini cukup mahal.

THE QUEEN OF FLUTTERFIELD MARISSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang