Hari-hari berikutnya berlalu dengan atmosfer yang semakin berat bagi Angelin. Mimpi tentang laut terus menghantui tidurnya setiap malam, semakin jelas dan nyata. Suara misterius yang memanggil namanya dari kejauhan, ombak besar yang menghantam pantai, dan sosok bayangan di tengah laut—semua elemen dari mimpi itu semakin kuat, membuat Angelin terjaga di malam hari dengan perasaan takut dan bingung.
Di sekolah, Angelin mulai menghindari Sagara. Bukan karena dia takut, tapi karena ia merasa bingung dan frustasi dengan jawaban samar yang diberikan pemuda itu. Meski begitu, tatapan aneh Sagara masih menghantui pikirannya, seolah ada rahasia besar yang ia sembunyikan. Sagara, meskipun tidak banyak bicara, selalu tampak memperhatikan sesuatu yang tak kasat mata. Ia seringkali menatap jauh keluar jendela, seolah memikirkan hal-hal yang hanya ia pahami sendiri.
Suatu siang, setelah beberapa hari penuh kecanggungan, Angelin akhirnya tak bisa menahan diri. Ia merasa perlu mendapatkan jawaban, meski perasaannya campur aduk antara takut dan penasaran. Saat jam istirahat tiba, Angelin keluar menuju taman belakang sekolah, tempat yang biasanya sepi. Udara siang itu dingin dan segar, memberikan kontras yang aneh dengan ketegangan yang ia rasakan di dalam hatinya.
Angelin duduk di bawah pohon besar yang rindang, mencoba menenangkan dirinya. Dari kejauhan, ia melihat Sagara berjalan keluar dari arah kelas. Seperti biasa, langkahnya tenang dan lambat, matanya tetap memancarkan kesunyian yang mendalam. Angelin menarik napas panjang, memutuskan untuk menyapanya sekali lagi, berharap kali ini ia bisa mendapatkan lebih banyak jawaban.
“Sagara,” panggil Angelin, suaranya pelan tapi cukup jelas terdengar.
Sagara menoleh, tampak terkejut melihat Angelin di sana, namun ia segera menyembunyikan reaksinya di balik tatapan datar yang biasa ia tunjukkan.
“Kamu... Kamu tahu sesuatu tentang mimpi-mimpiku, kan?” tanya Angelin tanpa basa-basi, langsung pada inti permasalahan yang mengganggunya selama ini. Ia tak ingin membuang waktu dengan berbasa-basi lagi.
Sagara memandangnya sejenak, lalu berjalan mendekat. Ia tidak menjawab langsung, tapi dari sorot matanya, Angelin bisa merasakan ada sesuatu yang sedang dipertimbangkan oleh pemuda itu—sebuah keputusan sulit.
“Aku memang tahu sesuatu,” kata Sagara akhirnya, suaranya pelan namun dalam. “Tapi aku tidak yakin apakah kamu siap untuk mengetahuinya.”
Angelin menahan napas, jantungnya berdegup kencang. Jawaban Sagara yang penuh teka-teki hanya membuatnya semakin penasaran dan, pada saat yang sama, khawatir.
“Kamu nggak bisa terus-terusan menghindar seperti ini,” kata Angelin dengan nada yang lebih mendesak. “Setiap malam aku mimpi tentang laut, dan itu semakin nyata. Ada sesuatu yang kamu sembunyikan, dan aku perlu tahu.”
Sagara menghela napas panjang, lalu memandang ke arah langit yang cerah. Ia terdiam selama beberapa saat, seolah mencari kata-kata yang tepat. Akhirnya, ia berbicara, suaranya lebih pelan dari sebelumnya.
“Ini bukan mimpi biasa, Angelin. Apa yang kamu alami... adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang sudah terjadi jauh sebelum kamu dan aku bertemu di sini,” kata Sagara, matanya kembali menatap Angelin dengan serius. “Dan ya, aku terlibat di dalamnya.”
Angelin merasa jantungnya hampir berhenti. Kata-kata Sagara membuat perasaannya campur aduk—antara takut, bingung, dan penasaran yang tak tertahankan. Tapi di balik semua itu, ada perasaan bahwa apa yang Sagara katakan benar. Sesuatu yang jauh lebih besar dari kehidupan sekolah sehari-hari sedang terjadi, dan entah bagaimana, ia terlibat di dalamnya.
“Kamu harus jelasin lebih jelas,” pinta Angelin, suaranya lebih tegas kali ini. “Apa maksudmu? Apa hubungannya semua ini dengan mimpi-mimpi aneh itu?”
Sagara menundukkan kepala, tampak berpikir keras sebelum akhirnya menjawab. “Ada dunia yang kamu tidak ketahui, Angelin. Dunia yang terhubung dengan lautan, dan kita—kamu dan aku—adalah bagian dari dunia itu. Mimpi-mimpimu adalah tanda, peringatan dari masa lalu. Sesuatu yang terpendam di dasar laut sedang bangkit kembali, dan kamu adalah kunci dari semuanya.”
Angelin terdiam, mencerna setiap kata yang diucapkan Sagara. Dunia yang terhubung dengan lautan? Peringatan dari masa lalu? Semua itu terdengar seperti sesuatu dari cerita dongeng atau legenda, tapi tatapan serius di wajah Sagara menunjukkan bahwa dia tidak sedang bercanda.
“Aku... kunci dari apa?” tanya Angelin, suaranya nyaris bergetar. “Kenapa aku?”
Sagara menatapnya dengan tatapan yang penuh penyesalan. “Karena kamu adalah satu-satunya yang bisa menghentikannya. Hanya kamu yang bisa mengubah nasib dunia ini—nasib dunia yang ada di bawah laut.”
Angelin merasa kepalanya berputar. Semua ini terlalu aneh, terlalu banyak untuk dicerna dalam satu waktu. “Dunia di bawah laut? Maksudmu apa? Ada apa di sana?”
Sagara menghela napas lagi, seolah-olah setiap kata yang ia ucapkan membutuhkan kekuatan yang besar. “Ada kekuatan lama, kekuatan yang telah lama tertidur di bawah laut. Kekuatan itu, jika bangkit, bisa menghancurkan segalanya—baik dunia kita maupun dunia mereka. Dan kamu, Angelin... kamu adalah bagian dari garis keturunan yang memiliki kemampuan untuk menenangkan kekuatan itu.”
Angelin merasa seluruh tubuhnya menjadi lemas. Garis keturunan? Dunia bawah laut? Ini semua terlalu fantastis untuk dipercayai, tapi di sisi lain, semua mimpi aneh yang ia alami seolah mendukung apa yang dikatakan oleh Sagara.
“Aku nggak paham... Kenapa aku? Kenapa bukan orang lain?” bisik Angelin, setengah berharap ini semua hanyalah salah paham besar.
Sagara menatapnya dalam-dalam, lalu berkata, “Karena hanya kamu yang terhubung dengan mereka. Dan aku... Aku juga terhubung dengan mereka, Angelin. Aku... bukan manusia biasa.”
Angelin terkejut mendengar pengakuan itu. “Apa maksudmu? Kamu... bukan manusia biasa?”
Sagara tersenyum pahit. “Ya. Aku juga berasal dari dunia itu, dari laut yang selalu hadir dalam mimpimu. Tapi aku datang ke sini bukan untuk membangkitkan kekuatan itu. Sebaliknya, aku di sini untuk memastikan kamu selamat, dan untuk menghentikan apa yang akan datang.”
Angelin terdiam, otaknya mencoba mencerna semua informasi yang baru saja diterimanya. Sagara, pemuda yang selama ini diam-diam ia perhatikan, ternyata bukan manusia biasa. Dia datang dari dunia yang tersembunyi di balik ombak lautan, dunia yang tampaknya memiliki rahasia gelap yang terpendam.
“Tapi bagaimana... bagaimana mungkin aku bisa menghentikan ini?” tanya Angelin, suaranya mulai gemetar. “Aku bahkan nggak tahu harus mulai dari mana.”
Sagara menatapnya dengan penuh rasa tanggung jawab. “Kita akan menemukan jawabannya bersama, Angelin. Tapi untuk itu, kamu harus bersiap. Apa yang akan datang tidak akan mudah, dan kamu harus lebih kuat dari yang kamu bayangkan.”
Di tengah keheningan itu, Angelin merasa bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi.