Setelah pertemuan dengan Tirta, Angelin merasa bahwa dunianya tak akan pernah sama lagi. Ia kini tahu bahwa dirinya bukan sekadar manusia biasa, tapi memiliki takdir yang jauh lebih besar—sebuah takdir yang melibatkan kekuatan bawah laut dan ancaman yang tak ia pahami sepenuhnya. Namun, sebelum ia bisa menghadapi semua itu, ia harus melewati ujian pertama untuk menguasai kekuatannya.
Tirta membawa mereka ke sebuah gua bawah laut yang lebih dalam. Gua itu dipenuhi kristal-kristal biru yang bersinar, menciptakan suasana magis di sekitarnya. Di tengah gua, terdapat sebuah kolam kecil yang airnya begitu tenang, hampir seperti kaca.
"Ini adalah ujian pertama," kata Tirta. "Kolam ini akan menunjukkan siapa dirimu sebenarnya. Masuklah ke dalamnya, dan hadapi bayanganmu sendiri."
Angelin menatap kolam itu dengan rasa cemas. "Bayanganku sendiri?"
Tirta mengangguk. "Bayangan yang tersembunyi di dalam dirimu, bagian dari dirimu yang belum pernah kau hadapi. Untuk menguasai kekuatanmu, kau harus terlebih dahulu menguasai dirimu sendiri."
Angelin menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah menuju kolam. Airnya dingin, tapi menenangkan saat ia perlahan masuk ke dalamnya. Ketika ia berdiri di tengah kolam, permukaan air bergetar, dan bayangan dirinya mulai muncul. Namun, bayangan itu tidak hanya sekadar pantulan. Ia mulai bergerak sendiri, keluar dari air dan berdiri di hadapan Angelin—versi dirinya yang lebih gelap, lebih kuat.
Bayangan itu menatap Angelin dengan mata penuh kebencian. "Kau lemah," katanya dengan suara dingin. "Kau tak pantas memiliki kekuatan ini."
Angelin terkejut, tapi ia tahu bahwa ini adalah ujian. "Aku tidak lemah," balasnya dengan tegas, meski hatinya dipenuhi keraguan.
Bayangan itu tertawa sinis. "Kau selalu ragu, selalu takut. Kau tak tahu apa-apa tentang dunia ini, dan sekarang kau pikir kau bisa menyelamatkan dunia bawah laut?"
Angelin menelan ludah. Kata-kata bayangan itu menyentuh sisi terdalam keraguannya. Selama ini, ia memang selalu merasa ragu akan kemampuannya. Tapi sekarang, ia tahu bahwa ia tak bisa membiarkan keraguan itu menguasainya.
"Aku mungkin belum tahu semuanya," kata Angelin dengan tegas, "tapi aku tidak akan lari dari takdirku."
Bayangan itu mendekat, matanya menyala dengan kebencian. "Kalau begitu buktikan."
Dalam sekejap, bayangan itu menyerang Angelin, namun ia sudah siap. Dengan tekad yang baru, Angelin melawan, menghindari setiap serangan bayangan itu. Pertarungan terasa begitu nyata, dan setiap serangan yang dilancarkan bayangan itu terasa menghancurkan mental Angelin. Tapi Angelin tidak menyerah. Ia terus melawan, hingga akhirnya ia bisa meraih bayangan itu dan menghancurkannya menjadi serpihan.
Ketika bayangan itu lenyap, Angelin jatuh berlutut di dalam air, terengah-engah. Namun, dalam hatinya, ia merasakan kemenangan. Ia telah menghadapi bagian terdalam dari dirinya sendiri, dan sekarang ia merasa lebih kuat.