Bab 5

7 7 1
                                    

Pikiran Angelin berkecamuk setelah percakapan dengan Sagara. Segala sesuatu yang ia ketahui tentang dunia tiba-tiba terasa goyah. Ia tak bisa lagi memandang lautan dengan cara yang sama, dan setiap kali ia menutup mata, suara ombak dan bisikan dari dalam mimpi semakin jelas.

Malam itu, setelah berjuang melawan kantuk, Angelin kembali tertidur. Seperti malam-malam sebelumnya, ia langsung terlempar ke dalam mimpi yang kini terasa seperti bagian dari kenyataan. Kali ini, mimpinya lebih jelas dari sebelumnya.

Angelin berdiri di tepi pantai yang sama, namun sesuatu telah berubah. Laut yang biasanya gelap dan penuh misteri kini berkilau dengan cahaya biru kehijauan. Ombak yang menghantam pantai tidak lagi menakutkan, melainkan terlihat seolah-olah mengundang. Jauh di dalam lautan, ia bisa melihat kilauan yang aneh—seperti cahaya yang berasal dari dasar laut.

Tanpa sadar, kakinya mulai bergerak maju, melangkah menuju air. Setiap langkah yang ia ambil membuat suara bisikan itu semakin keras. Suara itu sekarang jelas memanggil namanya, dengan nada yang lembut tapi juga mendesak. Angelin merasa ada sesuatu yang menunggunya di sana, sesuatu yang harus ia temukan.

Saat air mencapai lututnya, tiba-tiba sosok bayangan yang selalu ia lihat dari jauh muncul lagi. Kali ini, sosok itu lebih jelas. Seorang pria dengan rambut hitam panjang dan mata yang berkilauan, berdiri di tengah lautan, menatap langsung ke arahnya. Sosok itu tidak menakutkan, tapi ada kekuatan yang terpancar dari dirinya—sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Angelin..." Suara pria itu terdengar jelas, jauh lebih nyata daripada sebelumnya. "Kembalilah... Ini adalah takdirmu."

Angelin membuka mulutnya, ingin bertanya siapa dia dan apa yang sebenarnya terjadi, tapi sebelum ia bisa berkata apa-apa, ombak besar datang dan menggulung tubuhnya. Dunia di sekitarnya tiba-tiba berubah menjadi kegelapan, dan suara laut yang menenangkan berubah menjadi suara raungan yang menghancurkan.

Ia terbangun dengan jantung berdebar keras. Kamar tidurnya gelap dan sunyi, hanya suara detak jam yang terdengar. Angelin meremas selimutnya, mencoba menenangkan dirinya. Mimpi itu begitu nyata, begitu mendalam. Sosok pria itu, bisikan yang terus memanggilnya, dan kilauan di bawah laut—semua itu membuatnya semakin yakin bahwa mimpi ini bukan hanya sekadar mimpi.

Keesokan harinya di sekolah, Angelin tidak bisa berhenti memikirkan mimpinya. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang harus ia lakukan, tapi ia tidak tahu apa. Ia mencoba berkonsentrasi pada pelajaran, tapi pikirannya terus melayang ke laut, ke suara bisikan itu, dan ke Sagara.

Saat jam istirahat, Angelin akhirnya memutuskan untuk menemui Sagara lagi. Ia tahu bahwa hanya Sagara yang bisa membantunya memahami semua ini, meskipun ia masih tidak sepenuhnya percaya pada apa yang dikatakan pemuda itu. Namun, perasaannya memberitahu bahwa ada kebenaran dalam kata-katanya.

Ketika ia menemui Sagara di taman belakang sekolah, pemuda itu sedang duduk sendirian, seperti biasa. Ia menatap ke kejauhan, matanya terlihat lebih suram daripada biasanya. Angelin berjalan mendekat dengan ragu-ragu, lalu duduk di sampingnya.

"Sagara," panggilnya pelan. "Aku... aku mimpi lagi."

Sagara menoleh, tatapannya tajam dan serius. “Tentang laut lagi?”

Angelin mengangguk, lalu menceritakan mimpinya dengan detail. Tentang sosok pria di tengah laut, bisikan yang semakin keras, dan kilauan aneh yang berasal dari dasar laut. Sagara mendengarkan dengan seksama, tanpa menyela. Setelah Angelin selesai bercerita, ia terdiam sejenak, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang penting.

“Apa kamu tahu siapa pria itu?” tanya Angelin akhirnya. “Dia selalu muncul di mimpiku, dan setiap kali aku melihatnya, perasaan aneh itu semakin kuat.”

Sagara menghela napas pelan. “Pria itu... adalah bagian dari masa lalu kita, masa lalu yang telah lama terkubur. Dia adalah penunjuk jalan, seseorang yang akan membimbingmu ke tempat di mana segalanya dimulai.”

“Tempat di mana segalanya dimulai?” Angelin mengulang, merasa bingung. “Apa maksudmu?”

“Ada legenda lama di dunia bawah laut,” kata Sagara, suaranya menjadi lebih serius. “Tentang seorang penjaga yang telah lama tidur di dasar lautan. Penjaga itu memiliki kekuatan yang sangat besar, dan kekuatan itu bisa membangunkan kekuatan lain yang lebih besar dan lebih berbahaya. Mimpi-mimpi yang kamu alami adalah bagian dari panggilan untuk kembali ke tempat itu—tempat di mana penjaga itu berada.”

Angelin merasa kepalanya berputar. Kekuatan yang tersembunyi di bawah laut? Penjaga yang tertidur? Semua ini terdengar semakin aneh dan sulit dipercaya, tapi di dalam hatinya, Angelin merasakan bahwa semua ini masuk akal. Setiap mimpi yang ia alami selalu terasa seperti potongan dari teka-teki besar yang akhirnya mulai terungkap.

“Aku harus ke sana, kan?” tanya Angelin dengan suara pelan, hampir berbisik. “Aku harus menemukan tempat itu.”

Sagara mengangguk pelan. “Ya. Tapi itu tidak akan mudah. Ada banyak hal yang harus kamu hadapi sebelum kamu bisa sampai ke sana. Lautan penuh dengan rahasia, dan tidak semuanya bersahabat.”

Angelin menelan ludah, merasa gugup dan sedikit takut. “Tapi bagaimana caranya? Bagaimana aku bisa pergi ke sana? Aku bahkan nggak tahu di mana tempat itu.”

Sagara menatapnya dengan tajam, lalu berkata, “Aku akan membantumu. Aku datang ke sini untuk itu. Tapi sebelum kita bisa pergi ke sana, kamu harus bersiap. Ada sesuatu yang harus kamu temukan di dalam dirimu terlebih dahulu, sesuatu yang telah lama terkunci.”

Angelin terdiam, mencoba mencerna kata-kata Sagara. Ada sesuatu yang terkunci di dalam dirinya? Sesuatu yang harus ia temukan sebelum bisa melangkah lebih jauh?

Sagara berdiri dari tempat duduknya, menatap Angelin dengan tatapan penuh tekad. “Ikuti aku,” katanya singkat.

Angelin bingung, tapi tanpa ragu, ia mengikuti Sagara yang mulai berjalan menjauh dari taman. Mereka berjalan melewati lorong-lorong sekolah yang sepi, hingga akhirnya tiba di sebuah bangunan tua yang hampir tak pernah digunakan lagi. Bangunan itu gelap dan sunyi, dengan jendela-jendela besar yang berdebu.

Sagara membuka pintu bangunan itu, dan mengajak Angelin masuk ke dalam. Ruangan itu besar dan kosong, hanya diisi oleh beberapa bangku tua yang sudah usang. Di tengah ruangan, ada sesuatu yang tertutup kain putih besar—sebuah cermin besar yang terlihat kuno.

“Ini adalah tempat pertama,” kata Sagara sambil menunjuk cermin tersebut. “Di sini, kamu akan menemukan petunjuk tentang siapa dirimu sebenarnya.”

Angelin menatap cermin itu dengan rasa ingin tahu, tapi juga dengan sedikit ketakutan. Ia tidak tahu apa yang akan ia temukan, tapi sesuatu dalam dirinya mengatakan bahwa cermin ini bukan cermin biasa. Ini adalah awal dari perjalanan yang lebih dalam, perjalanan yang akan mengungkap rahasia besar tentang dirinya dan dunia di bawah laut.

Dengan napas yang dalam, Angelin melangkah mendekati cermin itu, siap untuk melihat apa yang ada di balik bayangan dirinya yang selama ini tersembunyi.

Sagara & AngelinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang