Eomma pergi ke rumah nenek tadi pagi. Katanya eomma akan pulang besok, hari dimana aku akan genap berusia 17 tahun. Semoga saja eomma bisa pulang cepat, karena aku tak suka ditinggal sendiri didalam keheningan membosankan.
Heaven - Ailee? Aku yang sedang mengerjakan tugas sekolah di kamar seketika mendengar suara petikan gitar. Aku pun bangkit memutar kunci pintu kamarku, dan membuka kamarnya yang berada disebrangku. Permainannya pun berhenti ketika.
"Aku sedang belajar, berisik oppa! Berhentilah, aku tak suka mendengarnya!" seruku padanya.
Oppa kalang kabut, dia langsung menutup laptop dan mendekatkan serakan kertas yang berantaka disekitarnya. Dia meraih notebooknya.
'Maaf bila kau terganggu'
"Keberadaanmu saja sudah membuatku terusik, jadi tak usah berbuat apa-apa lagi yang mebuatku semakin rudet" aku menutup kasar pintunya dan turun kebawah untuk menenggak minum, melegakan tenggorokkanku yang tercekat.
ZZZZZZZZZZZRRRRRRRRRTTTTTTTTTTT
PRANG
Tak sengaja aku menjatuhkan gelas yang kugenggam saat listrik dirumah tiba-tiba padam. Mati lampu, hal yang tak pernah bersahabat denganku. Sejak kecil aku memang selalu ketakutan bila lampu padam. Gelap! Aku sungguh tak suka gelap!
S-sial!. Aku gemetar, kakiku lemas, semuanya gelap, aku merosot ke lantai. Takut, aku takut! Aku membutuhkan eomma sekarang!
"..eo..eomma.." aku tak tau harus terpejam atau tidak, karena takkan ada bedanya! Tiba-tiba seberkas cahaya menyorot wajahku yang mungkin sudah pucat. Oppa. Dia membantuku berdiri perlahan, dia meraihku kedalam dekapannya. Tangannya mengusap lembut kepalaku. Dari perlakuannya, dia seakan berkata, 'tenanglah oppa disini, oppa melindungimu'. Aku hanya terdiam kaku, aku tak membalas pelukannya, aku hanya membulatkan mataku dikegelapan, aku tak bergerak sedikit pun, nafasku yang tersengal pun mulai teratur, aku tenang?
Hingga disaat lampu menyala kembali, tanganku refleks mendorongnya menjauh dariku. Oppa menatapku, 'apa oppa salah?'.
"...j-jangan sentuh aku oppa! Menjauhlah dariku!" aku melewatinya meleos begitu saja hingga dentuman dan gesekkan ngilu beling yang menggesek lantai berhasil membalikkan badanku. "OPPA!" aku menghampirinya yang terpeleset karena air minumku yang tumpah, tangan dan kakinya berdarah tergores pecahan gelas yang terjatuh, sungguh aku lupa ini. Aku membantunya berdiri, mendudukkannya di ruang tengah, aku berlari mengambil kotak obat dan mulai membersihkan, mengobati, dan membalut lukanya.
Aku tau oppa terkejut melihat perlakuanku. Aku tau dia tak lepas menatapku sejak tadi. Aku tau dia tersenyum melihatku khawatir. "Jangan menyalah artikan perlakuanku ini oppa, ini tidak menandakan apapun."
Aku mengembalikan kotak obat itu, membereskan pecahan beling, dan mengeringkan lantai yang basah. Setelah itu aku naik tangga menuju kamarku, lagi-lagi oppa menahanku. Aku terpaksa membalikkan badanku tak minat dan menatapnya malas.
Apaan dia cengar-cengir begitu?
"Dengar ya oppa, aku melakukkan hal itu karena kau terluka gara-gara aku. Aku melakukkannya sebagai tanggung jawab dari perbuatanku."
Dia menulis sesuatu. 'Terimakasih Naehyung-ah. Sebenci apapun seseorang, disaat melihat orang yang dibencinya terluka bukan emosinya lagi yang bermain, tapi hatinyalah yang berperan. Dan bila hati sudah berperan, itulah perasaan sesungguhnya..'
DEG!. Apaan sih..
"Ck aku kan sudah bilang ka-hhh terserah!" aku menarik lenganku dan bergegas menuju kamar. Aku bukan membenarkan, atau mengalah. Hanya saja percuma aku menjelaskannya, nanti jadi panjang dan lebar, dan lagian aku tak ingin berlama-lama berhadapan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Song For You
FanfictionTidak ada yang meminta untuk dilahirkan tidak sempurna. Tetapi bila itu sudah menjadi takdirnya, syukurilah. Kim Taehyung tidak berbicara dengan mulutnya, tapi hatinya.