Beberapa hari berlalu, Rey masih terjebak dalam kebingungannya. Luka memang tidak lagi menuntut, tapi kehadiran pria itu tetap terasa begitu kuat di sekelilingnya, bahkan saat mereka tidak bertemu. Setiap tatapan singkat, setiap kata-kata sederhana, membuat Rey semakin menyadari betapa kuat perasaannya pada Luka. Tapi setiap kali perasaan itu muncul, ketakutan juga datang menyusul, menggantung di pikirannya seperti bayang-bayang gelap.
Suatu sore, saat Rey baru saja menyelesaikan pekerjaannya, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Luka.
Bisa temui aku sebentar?
Rey membaca pesan itu berulang kali, hatinya berdetak cepat. Luka tidak pernah memaksanya, tapi selalu ada ketegangan yang mengikutinya sejak terakhir kali mereka bicara. Rey tahu Luka masih menunggu jawabannya, tapi dia juga tahu bahwa jawabannya belum sepenuhnya siap.
Namun, meskipun begitu, tanpa sadar tangannya sudah bergerak untuk mengetik balasan.
Di mana?
Tak butuh waktu lama sebelum balasan datang.
Parkiran gedung. Aku tunggu.
Rey mendesah pelan, mencoba menenangkan pikirannya. Bagaimanapun juga, dia tahu pertemuan ini tak bisa dihindari selamanya. Meski masih ada banyak ketidakpastian, dia merasa perlu bertemu dengan Luka lagi—mungkin untuk sedikit memperjelas apa yang sedang terjadi di antara mereka.
Sesampainya di parkiran, Rey langsung melihat mobil Luka terparkir di tempat biasa. Kali ini, Luka tidak menunggu di dalam mobil. Dia berdiri di sampingnya, menyandarkan tubuhnya pada pintu, dengan wajah yang tidak bisa ditebak.
"Hei," sapa Luka begitu Rey mendekat. "Kau baik-baik saja?"
Rey mengangguk pelan. "Aku baik. Ada apa?"
Luka tidak langsung menjawab. Dia hanya memandang Rey dengan tatapan yang sulit dijelaskan, seolah ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Setelah beberapa detik hening, Luka akhirnya berkata, "Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Ayo ikut aku."
Rey mengerutkan alisnya, sedikit bingung. "Menunjukkan apa?"
"Kau akan lihat sendiri nanti," jawab Luka, sedikit tersenyum.
Meski masih ragu, Rey akhirnya setuju. Dia masuk ke dalam mobil bersama Luka, membiarkan pria itu membawa mereka entah ke mana. Selama perjalanan, Rey berusaha untuk tidak terlalu banyak berpikir. Namun, seiring waktu berlalu, rasa ingin tahunya semakin membesar. Mereka menuju ke arah luar kota, jalanan semakin sepi, dan pemandangan kota berganti dengan pepohonan serta ladang yang luas.
Setelah beberapa saat, mereka tiba di sebuah tempat yang tampak seperti rumah besar di pinggiran kota. Rumah itu tampak klasik, dengan nuansa alami dan halaman luas yang tertata rapi. Luka memarkir mobilnya, lalu keluar tanpa berkata apapun. Rey mengikutinya dengan penasaran.
"Ini... tempat apa?" tanya Rey, menatap rumah besar itu.
"Rumahku," jawab Luka santai. "Setidaknya, rumah tempat aku suka menghabiskan waktu sendiri."
Rey terkejut. Dia tidak pernah menyangka Luka memiliki tempat seperti ini. "Kenapa kau membawaku ke sini?"
Luka menoleh, menatap Rey dengan serius. "Karena aku ingin kau melihat siapa aku sebenarnya. Bukan sebagai Alpha atau atasanmu, tapi sebagai seseorang yang hanya ingin diakui."
Rey terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Luka jarang membuka dirinya seperti ini, dan Rey bisa merasakan bahwa tempat ini penting bagi pria itu.
Mereka berdua berjalan menuju pintu rumah. Luka membuka pintu dan mempersilakan Rey masuk. Di dalam, rumah itu tampak sederhana namun elegan. Dinding-dinding kayu memberikan nuansa hangat, sementara perabotan minimalis menambah kesan tenang. Tidak ada tanda-tanda kemewahan yang mencolok—semua terlihat sangat pribadi, sangat berbeda dari apa yang Rey bayangkan tentang seorang Alpha seperti Luka.
Luka berjalan menuju ruang tamu dan duduk di sofa, sementara Rey tetap berdiri di dekat pintu, merasa sedikit canggung.
"Kenapa kau tunjukkan ini padaku?" tanya Rey akhirnya, setelah beberapa saat keheningan.
Luka menatapnya dalam-dalam. "Karena aku ingin kau tahu bahwa aku tidak hanya melihatmu sebagai Beta yang harus takut pada dunia luar. Di sini, aku bukan siapa-siapa, Rey. Aku hanya Luka. Dan aku ingin kau melihat itu."
Rey mengerutkan kening, mencoba memahami maksud dari semua ini. Luka selalu tampak begitu kuat, begitu tak tergoyahkan, tapi di tempat ini, ada sesuatu yang berbeda. Luka tampak lebih tenang, lebih terbuka.
"Aku tahu hubungan antara Alpha dan Beta tidak mudah," lanjut Luka dengan suara lembut. "Tapi aku tidak pernah peduli dengan apa yang dikatakan orang lain. Apa yang penting bagiku adalah apa yang kita rasakan satu sama lain. Aku membawa kau ke sini karena aku ingin kau tahu bahwa aku serius."
Rey merasakan detak jantungnya semakin cepat. Ada perasaan yang semakin jelas di dalam hatinya, tapi ketakutan dan keraguan masih menggantung.
"Aku tidak tahu apakah aku bisa," bisik Rey, hampir tak terdengar. "Aku tidak tahu apakah aku bisa hidup dengan segala tekanan ini."
Luka berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Rey. Dia berhenti hanya beberapa langkah di depannya, menatap Rey dengan lembut tapi tegas.
"Kau tidak perlu memutuskan sekarang," kata Luka pelan. "Tapi aku akan terus ada di sini. Aku akan menunggu sampai kau siap. Karena aku tahu, Rey, suatu saat kau akan melihat bahwa kita tidak perlu hidup di bawah bayang-bayang ketakutan."
Rey menatap Luka dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. Di satu sisi, kata-kata Luka memberinya kekuatan, tapi di sisi lain, perasaan itu semakin menekan. Rey ingin percaya pada Luka, tapi apakah dia bisa melawan semua ketakutan yang menghantuinya?
Ketika Luka meraih tangannya dengan lembut, Rey merasa jantungnya berdegup kencang. Luka tidak memaksa, tidak menariknya lebih dekat. Sentuhan itu hanya sebuah tanda bahwa Luka ada di sana, siap menunggu apa pun yang Rey putuskan.
"Kita lihat saja nanti," kata Rey akhirnya, meski dalam hatinya masih ada banyak keraguan.
Luka tersenyum tipis, menatap Rey seolah mengatakan bahwa dia mengerti. "Aku akan tetap di sini, Rey. Kau tidak sendirian."
Malam itu, meskipun Rey masih diliputi kebingungan, dia merasa bahwa tembok yang selama ini dia bangun mulai runtuh. Luka telah menunjukkan sisi dirinya yang sebenarnya, dan Rey tahu bahwa perasaannya semakin sulit untuk diabaikan.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound by Fate (BL)
Short StoryDi dunia di mana Alpha memegang kekuasaan absolut, kehidupan Beta sering kali diabaikan. Meskipun Beta dianggap biasa dan tidak memiliki nilai khusus dalam hierarki, mereka sebenarnya menjadi penggerak masyarakat yang bekerja di balik layar. Namun...