C01 Berita Hari Ini

2 1 0
                                    

Televisi di ruang tamu menampilkan berita yang sama lagi—topik yang sama yang sudah disiarkan berbulan-bulan tanpa perubahan. Kota Lyn A dan kota Lyn Z seolah terperangkap dalam kondisi yang stagnan selama beberapa generasi.

"Berita hari ini masih sama aja, ya. Udah berbulan-bulan nggak ada perubahan," kata kakakku sambil duduk di sofa, menatap layar TV dengan malas.

"Benar. Ada apa sih sebenarnya dengan kota ini? Kenapa berita-beritanya selalu sama setiap hari?" tanyaku, setengah penasaran, setengah cemas.

Kakakku hanya mengangkat bahu, menunjukkan bahwa dia juga tidak tahu jawabannya. Tapi aku berbeda. Aku diam-diam selalu mencari tahu tentang berita itu, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di kota tempat kami tinggal. Ada sesuatu yang aneh. Jumlah penduduk di kota ini semakin menurun drastis, 45% hilang dalam beberapa bulan terakhir. Anehnya, mereka menghilang tanpa jejak—tidak ada jasad, tidak ada tanda-tanda kematian. Mereka hilang begitu saja.

Ini pasti ada hubungannya dengan pemerintahan. Tapi, apakah pemerintahan terlibat langsung dalam kasus ini? Setiap perbatasan kota dijaga ketat, tak sembarang orang bisa keluar-masuk. Kabur? Tidak mungkin. Diselundupkan? Juga tidak masuk akal.

"Oh iya, Kak, besok aku mau pergi lagi selama seminggu. Seperti biasa, tolong jaga barang-barangku, ya. Jangan lupa selalu kunci kamarku."

Kakakku melirikku dengan tatapan curiga. "Seminggu? Kamu selalu bilang seminggu, tapi tiap kali malah pulang tiga bulan kemudian. Sebenarnya kamu ngapain aja di luar?"

"Um... ya, ini bagian dari pekerjaan, Kak. Kakak juga tahu," jawabku sambil tersenyum lemah. Tapi aku tahu kakak masih curiga, terutama sejak salah satu temannya mengalami kejadian aneh terkait pekerjaan ini.

"Besok temen kakak juga pergi berkelompok sama aku."

"Hm, baiklah."

Aku merasa badanku kaku setelah terlalu lama duduk menonton berita. "Aku mau jalan-jalan dulu, Kak," ucapku sambil merenggangkan tubuh.

"Jangan lupa jemput adikmu jam 11 nanti."

"Iya, iya." Aku mengambil kunci motor dari gantungan di kamar. Meskipun rasanya malas mengendarai motor dalam cuaca seperti ini, tapi sekolah adikku terlalu jauh untuk dijangkau dengan berjalan kaki. Butuh hampir satu jam naik motor, apalagi kalau jalan kaki.

Dalam perjalanan, pikiranku terus terbayang pada tawaran pekerjaan yang kuterima. Tawaran kali ini terasa berat. Menolaknya sama dengan kehilangan pekerjaan selamanya. Ada banyak orang yang bekerja di tempat itu yang merasa tidak nyaman, tapi mereka tak berani bersuara. Menolak hanya akan membawa dampak buruk.

Aku berhenti sejenak, teringat harus membeli perlengkapan untuk besok. Untungnya, toko yang kutuju tidak terlalu jauh.

Toko As.

Toko ini menyediakan segala peralatan yang dibutuhkan untuk pekerjaan sepertiku. Dari luar, toko ini tampak seperti bangunan kosong yang tidak mencolok. Hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk ke dalamnya, termasuk aku, dengan menggunakan kartu akses yang diberikan oleh pemerintah pusat.

Baru saja aku mau masuk, seseorang menghampiriku. "Loh, kenapa malah diem di luar? Ayo masuk. Kita harus beli barang buat besok," kata teman kakakku yang juga akan pergi bersama timku besok. Ini pertama kalinya aku satu tim dengannya, dan jujur, aku merasa tidak sepenuhnya siap untuk misi kali ini.

Kami mengeluarkan kartu akses masing-masing untuk membuka pintu masuk toko. Ada tiga pintu yang harus dilalui dengan akses khusus. Pintu pertama memerlukan kartu untuk masuk, pintu kedua membutuhkan identitas pekerjaan.

"Kamu nggak keberatan dengan misi besok? Teman-teman kakak banyak yang mengeluh tentang pekerjaan ini," dia bertanya saat kami melewati pintu kedua.

"Aku juga bingung. Menolak sama aja dengan keluar dari perusahaan, dan kalau kita keluar, kita akan diblokir dari semua perusahaan yang ada. Nggak ada pilihan lain."

Pintu ketiga adalah perekaman tubuh untuk memverifikasi identitas sebelum masuk ke dalam.

"Apa kamu menyesal bekerja di sini?" tanyanya lagi, suaranya lebih pelan.

Saat pintu terakhir terbuka, suara bising di dalam toko menyambut kami. Aku menoleh padanya, tersenyum tipis.

"Nggak. Karena mereka yang sebenarnya memburu kita."

Mission to DestroyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang