"Gue anterin lo, deh." Ali menarik tali tas Prilly.
"Nggak usah, sampai sini aja." Prilly tersenyum meyakinkan. Senyum terpaksa, atas dasar raut wajah sebal. Tangannya berusaha untuk menarik tali tas yang sejak tadi Ali pegangi, seolah enggan meloloskan perempuan itu.
"Rumah lo di kuburan?" Ali berjinjit dan mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Mobilnya agak sedikit sulit masuk pemukiman dengan jalan becek dan kebun-kebun singkong. Bayangan ngeri seputar mahkluk-mahkluk apa saja yang menghuni tempat ini langsung merayapi otaknya. "Disini nggak ada kuntinya, kan?"
Pertanyaan itu langsung membuat Prilly menepuk bahu Ali. "Ya enggak, lah! Ini kebun Singkong doang! Bukan kuburan!"
"Terus ntar kalau lo nyasar gimana? Ini udah larut banget."
"Nggak mungkin. Emang lo pernah nyasar kalau mau pulang ke rumah?" Prilly balik bertanya.
"Enggak, lah!"
"Ya gue juga nggak bakal nyasar!"
"Oh ya?" Ali menaikkan sebelah alisnya. Ia menggeret lagi tali tas Prilly. Seolah itu adalah tambang yang terikat pada leher seekor kambing. "Sini, deh. Lo tinggal tunjukin dimana rumah lo."
"Aduh, udah deh, nggak usah kepo sama rumah orang."
"Dari pada kepo sama masa lalu lo? Milih mana?"
"Apaan, sih nggak nyambung!"
"Diem." Ali langsung menempelkan jari telunjuknya di bibir Prilly. Membuat gadis itu langsung mengatupkan mulutnya. "Udah malem. Ntar ada yang nguping."
"Siapa?"
"Setan." Ali menarik tali tas Prilly semakin kuat, hingga menyusuri kebun singkong itu semakin dalam. "Setan, kan doyan nguping."
"Sompral! Disini nggak ada setannya."
"Ada. Cuma lo aja yang nggak liat."
"Kayak lo bisa liat aja?"
"Bisa. Gue lagi tahan dia malah."
"Mana?"
Ali melirik Prilly dengan tatapan polos. "Elo, setannya, kan?"
"Sialan!" Prilly langsung menarik tali tas yang sejak tadi Ali pegangi. "Ini apaan sih pegang-pegang tas mulu, kaya mau jambret!"
"Jambret pake motor. Ngga ada jambret yang jalan kaki sama korbannya. Apalagi lewat kebun singkong kaya gini."
"Jawab aja mulu! Bukan pertanyaan juga."
Ali terdiam, mengatupkan mulutnya, dan memilih memasukkan tangannya ke dalam saku celana.
"Lo sebenarnya mau ngapain, sih ngintilin rumah gue?" Tanya Prilly, risih.
Ali terdiam. Membuat Prilly mendesah. "Jawab, heh?"
"Yang itu pertanyaan bukan?" Tanya Ali, polos.
Prilly berdecak frustasi. "Anjir, ngomong sama lo pusing deh! Pulang aja sana! Nanti Mamah lo nyariin!"
"Aku sudah besar, jadi Mamah nggak mungkin nyariin." kata Ali, dengan senyum mengembang, ia tetap berjalan dibelakang Prilly.
"Hhh, terserah." Prilly menempelkan punggung tangan ke jidatnya, jengah. Kepalanya sudah cukup pusing karena kelelahan hari ini, ditambah lagi dengan Ali yang makin lama, semakin ngajak ribut.
Langkahnya terhenti, ketika lagi-lagi tali tas nya di tarik oleh cowok itu.
Awas aja ini anak bagong lama-lama bisa narik tali bra gue juga!
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIV[D]ATE
FanfictionDimata Ali, perempuan itu lebih dari sekedar orang yang mengajarinya mata pelajaran eksak di sekolah. Prilly, perempuan itu guru privat dalam kehidupannya. Ilmu yang paling Ali pahami dari Prilly adalah bagaimana cara mencintai perempuan itu. [+} st...