Chapter 5 : Little Beat

37.4K 3.4K 20
                                    

Semenjak Prilly mengambil pekerjaan paruh waktu menjadi pelayan salah satu restoran cepat saji, kegiatannya itu secara langsung mempengaruhi sesi belajar dirinya dengan Ali. Biasanya mereka melakukan pertemuan selama tiga kali dua jam dalam seminggu, sekarang Prilly paling tidak hanya sanggup melakukan tiga kali satu jam dalam seminggu, atau mungkin dua kali dua jam dalam seminggu. Prilly sudah berdiskusi dengan Melisa mengenai hal ini dan ia tidak keberatan jika honornya dipotong. Melisa juga tidak keberatan kalau Prilly memprioritaskan pekerjaan barunya yang lebih menjamin, ia sedikitnya sudah bisa merasakan perubahan dalam diri Ali sejauh ini.

Prilly menyambangi rumah Ali selepas shift paginya selesai. Meskipun masih sedikit lelah, ia tetap datang dan sudah membawa beberapa buku untuk membahas soal-soal SBMPTN tiga tahun kebelakang, setidaknya Prilly masih punya beberapa soal referensi untuk latihan miliknya dan sudah ia persiapkan beberapa hari yang lalu. Begitu sampai ia terkejut ketika ada seorang perempuan mungil di dapur sedang mengobrol sambil menghias kue bersama Melisa yang kebetulan sedang santai hari ini. Prilly tidak banyak bertanya, ia langsung saja naik ke atas begitu Melisa memintanya dengan ramah.

"Jadi, semisal nanti lo ketemu soal yang berbentuk cerita sehari-hari gini, lo bikin model matematikanya dulu. Bisa pake teknik persamaan aljabar yang dasar--"

"Ali..."

Kalimat Prilly terpotong ketika mendengar panggilan dengan intonasi imut bersamaan dengan suara pintu yang dibuka pelan.

"Kenapa, Ca?" yang dipanggil memutar kursinya dan menemukan perempuan berambut cokelat langsung melangkah menghampirinya sambil membawa mangkuk dengan beberapa potongan kue.

"Ini kue yang gue buat udah mateng, cobain."

Ali menatap Marsha sekali sebelum mengambil satu potong dan memasukkannya ke dalam mulut. Marsha melihat Prilly dan menyodorkan mangkuk itu ke arahnya. "Eh iya, nih, cobain juga."

Prilly sedikit tertegun dengan sikap Marsha yang tiba-tiba, padahal saat di dapur tadi perempuan itu menatap Prilly dengan tatapan judgement yang seketika membuat perempuan itu langsung tidak nyaman. Ali menatap Prilly dan Marsha bergantian kemudian berkedip dan meluruskan punggungnya di situasi yang entah mengapa berubah kaku. "Oh iya, Prill, ini Marsha. Yang kemarin gue bilang baru pulang dari Malang."

Marsha tersenyum anggun seraya mengulurkan tangan, "Marsha. Panggil aja Caca."

"Prilly." yang menyebutkan nama tersenyum tipis.

"Gue denger dari tante barusan, lo masih kuliah juga, ya?"

Prilly mengangguk. "Iya, tapi sekarang cuti dulu."
"Oh gitu, ambil jurusan apa? Siapa tau samaan, kan bisa sharing."

"Pendidikan Bahasa Inggris," jawab Prilly simpel.

"Oalah, gue ambil Hukum."

Nggak nanya tuh, mbak. Prilly tersenyum tipis. Dalam hati ia sudah gemas ingin pulang saja rasanya, malas bercengkrama dengan tipikal orang seperti Marsha yang sok asik ini. Prilly kemudian menatap Ali, "Mau lanjut sekarang atau besok lagi?"

"Sekarang, lah. Lo kan baru disini setengah jam, enak aja mau pulang."

Prilly menghela napas, Marsha tidak kunjung pergi dan justru menyimpan mangkuk dengan potongan kue itu disisi meja belajar. Tubuhnya berdiri disebelah Ali penasaran seolah ingin ikut belajar juga tanpa peduli bahwa tidak ada satupun orang dalam ruangan itu yang mengiginkan presensinya. Prilly mau tak mau tetap harus melanjutkan ditengah atmosfer yang tidak ia sukai. Perempuan itu kembali menerangkan mengenai teknik membuat model matematika dengan persamaan aljabar.

"Nah, misal sekarang kita mau pake metode persamaan subtitusi. Tinggal lo tandain aja, item A anggap aja ini nilai x, dan item B itu nilai y."

"Terus?" Ali menyelipkan pensilnya ke telinga. Ia sedikit kebingungan di soal matematika dasar dan payahnya lagi matematika menjadi mata pelajaran yang diuji di ujian masuk perguruan tinggi nanti. "Gue masih nggak paham persamaan aljabar---"

PRIV[D]ATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang