Sial. Satu kata yang mendeskripsikan keadaannya hari ini.
Pagi tadi, sebelum berangkat menuju kampus, Gia kesiangan. Hal tersebut menjadikan jalanan semakin ramai sehingga dia kesulitan untuk menyebrang jalan. Alhasil, Gia terlambat beberapa menit. Dosennya memang tidak mempermasalahkan hal tersebut, namun hal yang membuatnya jengkel adalah dia harus lari.
Pagi yang seharusnya terasa segar, Gia harus berkeringat lebih awal. Menjengkelkan.
Belum lagi, perempuan itu harus melalui 8 sks hanya untuk hari ini. Dia hanya berdoa agar mentalnya tidak terkuras banyak.
Meskipun telah melewati banyaknya mata kuliah hari ini, notif yang dia harapkan tidak kunjung datang. Kalau dihitung, mungkin sudah lebih dari 5 hari tanpa kabar. Gia tidak begitu peduli, yang dia pikirkan hanya tidur dan beristirahat. Fisik dan batinnya lelah.
Perempuan itu berjalan keluar dari pintu kecil fakultasnya, yaitu jalan tembus yang biasa dilewati oleh mahasiswa. Kakinya hendak melangkah menuju mini market, namun ada pemandangan yang mengganggu matanya.
Dari arah sebrang, Gia melihat seseorang yang familier di matanya. Lelaki yang sedang berdiri di samping motor bersama seorang perempuan di depannya. Keduanya saling melempar tawa setelah bercumbu mesra.
Gia berdiri di samping mini market memerhatikan dua pasangan tersebut sembari melipat kedua tangannya, "enak, ya, ciuman di samping jalan?"
Mendengar suara Gia yang sedikit lantang, keduanya langsung menoleh ke arahnya. Si laki-laki terkejut dengan keberadaan Gia di sana, tak terkecuali perempuan tersebut. Gia mengerti situasi ini.
Dia melangkahkan kaki dengan mantap, menghampiri lelaki yang hampir setahun menjalin hubungan dengannya. Bagas, lelaki brengsek itu sudah dua kali tertangkap basah berselingkuh di depannya. Gia memberikan kesempatan bagi Bagas karena dia pikir, lelaki itu benar-benar berubah. Ternyata sudah tabiat.
"Gi, tenang. Aku bakal jelasin ini pelan-pelan." Bagas berdiri menghadapnya namun menyembunyikan perempuan itu di balik tubuhnya.
Gia mengerti. Bagas pasti berusaha untuk melindungi pacarnya. Fakta bahwa mimik wajah perempuan itu tidak terlalu terkejut dengannya, Gia paham, perempuan itu pasti sudah tahu soal dirinya.
"Nggak usah dijelasin, udah jelas. Nggak usah minta balikan lagi. Mending lo balikin duit gue!" Gia mencengkram kerah Bagas.
Ketika Bagas hendak melepaskan cengkraman tangan Gia, perempuan itu beralih memutar lengannya hingga Bagas berteriak kesakitan. Namun karena refleksnya, Gia tersungkur di tanah karena Bagas mendorongnya.
"Duit nggak seberapa itu, masih mau lo ambil?" tanya Bagas remeh. "minta lagi ke bokap lo yang di akhirat itu, duitnya kan banyak."
Gia terkekeh pelan, kemudian berdiri setelah membersihkan pakaiannya, "iya, nanti gue minta lagi ke bokap, tapi mending balikin duit gue dulu."
"Buat apa sih, Gi. Kita udah nggak ada hubungan apa-apa. Kenapa lo masih ngurusin gue? Gue udah muak sama lo. Pantes mantan lo selingkuh karena lo emang ngebosenin."
"Wah, si muka tembok." kekeh Gia, dia merasa tidak percaya dengan apa yang dia dengar dari mulut Bagas. Gia menarik tas kecil yang ada di bahu lelaki itu untuk mengambil uang yang telah dipinjamnya beberapa kali, namun Bagas menahannya agar tidak jatuh di tangan Gia.
"Lepasin, sebelum lo nyesel." ancam Bagas.
"Gue pacaran sama lo udah tiap hari ngerasain nyesel. Balikin duit gue."
"Lepasin, Gi!"
"Balikin duit gue!"
Bagas memberi peringatan dengan mencengkram keras tangan Gia, hingga akhirnya dia melayangkan tangannya ke arah perempuan itu. Gia sudah pasrah jika akhirnya dia terpukul, uangnya harus kembali. Ketika Gia memejamkan mata, dia tidak merasakan apa pun, namun suara lain menginterupsinya.
"Jangan bikin keributan di sini atau saya laporin kamu ke polisi."
Gia melihat tangan Bagas ditepis oleh lelaki jakung mengenakan kemeja yang lengannya sudah digulung hingga siku.
"Jangan ikut campur urusan gue sama dia!" ujar Bagas, menunjuk Gia.
"Jadi kamu pacar yang katanya kasar dan suka pinjem uang itu?" tanya lelaki itu, Gia semakin bingung, "mungkin lebih tepatnya mantan."
"Siapa, lo?"
"Penting buat kamu?" tanya balik si lelaki kemeja itu.
Bagas terkekeh, "selingkuhan? Gi, lo teriak ke gue selingkuh, selingkuh, ternyata lo sendiri selingkuh dari gue? Nggak heran, cewek murahan kayak lo pasti banyak simpenannya. Gue jadi penasaran, duit yang selama ini lo kasih ke gue pasti abis jual badan ke dia, ya? Atau mungkin bukan ke dia doang?"
Mendengar kalimat rendahan tersebut, Gia hendak memukul kepala bajingan itu, namun seseorang di depannya segera menghentikannya. Alih-alih memukul Bagas, lelaki itu berjalan mendekat seolah-olah menyudutkan Bagas.
"Silakan kamu berasumsi sendiri sampai lelah. Itu biar jadi urusan saya sama Gia. Lebih baik kamu segera kembalikan uang Gia dan hidup tanpa hutang. Saya bisa laporin kamu ke polisi kapan aja."
Bagas hanya bisa terdiam membisu setelah mendengar kalimat dari lelaki itu. Kemudian, lelaki kemeja itu menarik tangan Gia dan membawanya masuk ke dalam mobil yang terparkir tidak jauh dari mini market. Dia melajukan mobilnya ke mana pun kemudinya berjalan.
Gia masih belum mencerna situasi tersebut hanya diam hingga akhirnya kesadarannya kembali, dia meminta agar lelaki itu menghentikan mobilnya. Namun lelaki itu menolaknya. Untuk memastikan kembali, Gia menoleh menghadap seseorang yang duduk di kursi kemudi. Dia masih bingung. Mengapa dia berakhir di mobil dengan seseorang yang terlihat lebih tua darinya. Dia benar-benar kebingungan.
"Om, ini kita mau ke mana?"
Tidak ada jawaban dari seseorang di sampingnya.
"Om dengerin saya, nggak?" Gia masih belum mendapat jawaban, "oke, apa pun itu saya mau berterima kasih karena Om udah nolong saya. Saya nggak tahu harus balas Om dengan apa, tapi boleh minta tolong mobilnya nepi dulu, nggak?"
Tanpa menjawab Gia, lelaki itu langsung menepikan mobilnya. Setelah mengucapkan terima kasih, Gia hendak mendorong pintu mobilnya, namun terkunci.
"Om, pintunya masih dikunci...."
"Rumah kamu di mana?" akhirnya lelaki kemeja itu bersuara.
"Kos. Saya ngekos di sekitaran mini market tadi, agak jauh, sih. Tapi masih daerah situ."
Lelaki itu merasa sedikit menyesal karena telah membawa perempuan di sampingnya dengan asal. Akhirnya, dia putar balik untuk mengantarkan Gia meskipun perempuan itu terus menolaknya.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan kos Gia. Perempuan itu tidak memiliki kata-kata untuk lelaki di sampingnya itu selain berterima kasih. Sebelum keluar dari mobil, Gia menyempatkan untuk memberikan lelaki itu secarik kertas yang bertuliskan nomor teleponnya. Siapa tahu, lelaki itu ingin dibalas budinya. Gia cukup berhutang pada lelaki tersebut.
Dan... sebelum Gia keluar dari mobilnya, lelaki itu sempat memberikan sebuah tas yang berisikan obat merah, salep, plester dan peralatan hingga obat lain padanya karena tangan Gia terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Love
Romance🔞 MATURE CONTENT (only for legal age) Berkat pertolongan pria berkemeja dari mantan pacar bajingannya malam itu, Gia tidak menyangka akan berada di kehidupan seseorang yang tidak pernah dia sangka sebelumnya, yaitu dosennya sendiri.