06

57 7 2
                                    

Gia benar-benar serius dengan ucapannya. Sekali dia menyukai seseorang, seterusnya Gia akan mengincarnya meskipun orang tersebut adalah dosennya sendiri. Namun syarat dan ketentuan, tetap berlaku. Jika Gia tidak sedang bekerja.

Beberapa hari yang lalu, Gia sudah mulai bekerja paruh waktu di salah satu coffee shop dekat kampusnya mengingat dirinya sudah tidak banyak mengambil mata kuliah karena semester tua. Artinya dia harus segera memulai untuk tugas akhir.

Ternyata banyak yang Gia lakukan, mengejar tugas akhir dan mengejar Pak Hilmy.

Perempuan itu tidak berhenti menatap ponselnya karena menunggu balasan dari seseorang. Pak Hilmy. Meskipun dia tahu, dosen muda itu tidak akan membalas pesannya. Lagi pula ini sudah malam, jam sudah menunjukkan pukul 6 sore. Ada dua kemungkinan. Pertama, beliau sudah pulang, dan yang kedua, Pak Hilmy masih mengajar hingga malam.

Suara lonceng pintu berbunyi menandakan seorang pelanggan masuk ke dalam toko. Gia mematikan ponselnya, lalu mendongakkan kepala untuk melayani pelanggan. Namun dia malah terkejut dengan pemandangan di depannya. Seperti takdir, dia bertemu sang dosen impiannya di sini.

"Saya pesan ice americano satu...." suaranya memelan ketika melihat barista yang dikenalnya.

"Ice americano, baik. Pembayaran dengan kartu atau cash, Pak?" Gia

Tanpa menjawab pertanyaan Gia, Pak Hilmy memberi uang cash padanya, "kamu kerja di sini?"

Gia menerima uang tersebut lalu memberikan Pak Hilmy sebuah uang kembalian, "saya kira itu pertanyaan retoris. Silakan ditunggu, pesanan Bapak akan segera saya antar."

Gia mempersilakan Pak Hilmy untuk menunggu di salah satu kursi sembari dia buatkan dosennya itu kopi yang diminta. Tentu, Gia sangat bersemangat akan hal tersebut. Siapa sangka kalau dosen tampan itu akan mampir di coffee shop tempat dia bekerja. Benar-benar layak untuk dikatakan sebagai takdir.

Selesai dengan pesanan dan duduk di salah satu kursi, dosen itu mendengar ucapan seseorang yang baru datang dan akan menggantikan shift kerja Gia. Kemudian, temannya bertanya dengan siapa Gia pulang malam ini. Dia menjawabnya dengan berjalan kaki. Hal tersebut terdengar oleh sang dosen yang duduk tak jauh dari interaksi antar barista tersebut.

Gia mengangguk pelan mengiyakan temannya itu untuk menyelesaikan satu pesanan. Biasanya pelanggan akan dipanggil untuk mengambil pesanan mereka, namun Ikana yang mengantarkan pesanan tersebut khusus untuk pujaannya hatinya.

"Silakan pesanannya, Bapak. Special made with love, my love."

Pak Hilmy hanya meliriknya sekilas, sembari menghela napasnya, "Terima kasih."

"Saya boleh duduk sebentar, nggak, Pak?"

"Kamu nggak kerja emangnya?" Tanya Pak Hilmy meskipun dia tahu, shift Gia sudah selesai, perempuan itu bahkan sudah melepas apron baristanya dan mengenakan jaket casual.

"Saya udah selesai shift, itu digantiin sama temen saya." Jawab Ikana yang hanya diangguki oleh Pak Hilmy. "Oh ya, yang waktu itu Bapak tegur saya di minggu sembilan kuliah, soal pekerjaan, saya kerja di sini, Pak."

"Ah, iya"

Gia sedikit jengkel dengan reaksinya, namun dia juga bingung harus berbicara apa lagi. Sejujurnya, ketika Gia bertemu dengan dosennya itu, hasrat untuk mencium Pak Hilmy semakin tinggi. Gia ingin mencium dosennya itu lagi. Menurutnya, Pak Hilmy sangat menggemaskan dan sexy di saat bersamaan.

Perempuan itu berdiri dari duduknya, "Kalau begitu take your time, Pak. Saya mau pulang dulu, takut terlalu malam bahaya buat jalan kaki."

"Udah tahu bahaya kenapa jalan kaki?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang