03

81 8 1
                                    

Gia memang baru saja mengakhiri hubungannya 2 hari lalu, namun menurutnya, menangis sehari itu sudah cukup. Selebihnya lupakan.

Faye yang melihat temannya itu hanya geleng-geleng kepala. Gia memang selalu serius terhadap hubungannya, namun hanya berakhir paling lama selama satu tahun. Selebihnya seperti periode magang. Dia juga bingug, kenapa Gia selalu mendapat laki-laki bajingan ketika temannya itu terlihat serius dalam hubungannya. Sungguh anak yang malang.

Oleh sebab itu, Faye akan selalu jadi garda terdepan untuk menghibur Gia. Salah satunya, pergi ke Starry Night, sebuah kelab malam terkenal di kota.

"Udah gue bilang, gue nggak punya duit. Bapak gue udah di akhirat, Faye. Gue harus kerja."

"Iya ngerti, makanya, gue bayarin."

Gia menolak ajakannya, meskipun Faye menarik lengannya agar Gia menyetujuinya.

Ketika pandangannya beralih ke arah kantin, Gia langsung melepaskan tangan Faye. Dia melihat dosen yang akhir-akhir ini menarik perhatiannya, duduk di kantin, menikmati makan siangnya sendirian. Gia langsung berjalan menghampiri dosen muda tersebut.

"Selamat siang, Pak Hilmy. Boleh saya duduk di sini?"

"Terserah kamu."

Dengan senang hati, Gia mengambil duduk di depan Pak Hilmy, "meskipun satu fakultas ternyata susah ketemu Bapak di sini. Oh, iya. Tangan saya udah sembuh, Pak. Berkat obat—ah kotak obatnya lupa saya bawa! Tapi nggak masalah, sih. Itu bisa jadi alesan saya ketemu Bapak"

"Buat kamu aja."

"Saya kembalikan pokoknya."

"Kalau kamu sudah selesai, saya mau balik ke jurusan." ujar Pak Hilmy setelah menyelesaikan makan siangnya. Ketika dosen itu berdiri, Gia mengatakan sesuatu yang membuat dirinya kembali duduk di kursinya.

"Bapak suka sama saya?"

Dosen muda itu benar-benar kehilangan kalimatnya.

"Maksudnya, kalau dipikir-pikir, malem itu Pak Hilmy manggil saya, berarti Bapak tahu nama saya dong? Bahkan Bapak bilang seolah-olah Bapak tahu, mantan pacar saya itu suka minjem duit ke saya."

"Saya nggak kenal kamu. Saya cuma mau bantu."

"Tapi nggak masuk akal—"

"Jangan tanya hal yang nggak berkaitan sama perkuliahan. Nggak sopan."

Setelah mengatakan kalimat terakhirnya, Pak Hilmy langsung meninggalkan kantin untuk pergi ke jurusan. Gia hanya melirik punggung dosennya itu hingga menghilang dari belokan.

Sepertinya akan sedikit sulit untuk berinteraksi dengan dosen tampan namun ternyata pemarah itu.

***

Meskipun sudah berkali-kali Gia menolak ajakan Faye, temannya itu tetap bersikeras mengajak Gia pergi ke kelab malam. Perempuan itu bilang, kelab malam adalah hal wajib ketika Gia atau Faye sedang putus cinta.

Gia tidak sedang ingin minum, kehidupannya sendiri sudah cukup membuatnya mabuk.

Bahkan, setelah ajakan Faye yang ngotot itu, Gia malah ditinggal sendirian. Gia tidak ingin pusing memikirkannya, akhirnya dia pergi menuju bartender untuk memesan minuman. Setelah mendapatkan yang dia mau, Gia hanya duduk sembari menelisik keadaan sekitar. Bising dan gemerlap dunia malam benar-benar dapat melupakan hal yang sedang terjadi meskipun hanya sebentar. Gia sadar, setelah kehilangan sosok Ayah, dia harus mengubah semua gaya hidupnya.

Kalau bukan dari traktiran Faye pun dia tidak akan lagi mengunjungi tempat ini.

Ketika sedang memerhatikan para manusia yang asik menari dengan segelas alkohol di tangannya, matanya melirik seseorang yang terlihat akrab di kursi sebrang sana. Tanpa ragu, dia melangkahkan kaki untuk memastikan seseorang tersebut adalah orang yang di pikirannya.

Benar. Gia benar. Orang yang terlihat akrab dan sedang duduk di kursi tersebut adalah dosennya, Pak Hilmy. Dosen muda itu terlihat sudah mabuk karena matanya masih terpejam meskipun mulutnya melatur. Di sampingnya ada perempuan yang berusaha mengajaknya menariknya, namun Pak Hilmy berusaha untuk menepis tangannya meskipun sudah lemas.

"Woy! Get away from my boyfriend or I'll kick your ass!" ujar Gia yang memperagakan gerakan kakinya hingga membuat perempuan itu langsung beralih dari sana.

Gia kembali melihat dosennya yang sudah tepar. Sebenarnya sudah berapa botol yang dihabiskan, hingga keadaannya kacau seperti ini. Bingung kalau menggambarkan keadaannya sekarang. Di satu sisi dia senang bertemu pujaan hatinya, di satu sisi dia terkejut karena sang dosen ternyata juga datang di tempat bising seperti ini. Cukup bisa dimengerti mengingat usia Pak Dosen ini memang terbilang muda. Tidak heran jika dia bersenang-senang di kelab malam.

Gia melirik sekitar. Dia tidak tahu sang dosen datang sendiri atau bersama temannya. Bahaya kalau Pak Hilmy memang datang sendiri, dia tidak tahu cara memulangkannya.

Mencoba untuk tenang, dia duduk di samping Pak Hilmy yang masih memejamkan matanya. Persetan dengan dosa atau tidak sopan karena menampar dosennya sendiri, Gia hanya ingin menyadarkan sang dosen dengan menepuk pelan pipinya.

"Pak Hilmy, bangun sebentar, Pak. Bapak ke sini sama siapa?"

Pak Hilmy menggeliat, dan perlahan membuka matanya.

"Bapak bisa lihat saya, nggak?"

"Gia...?"

"Iya, saya Gia. Bapak ke sini sama siapa?"

"Gia... Gia..."

Tangannya mengambil jas milik Pak Hilmy yang hampir jatuh ke lantai, lalu dia berusaha untuk memakaikannya pada tubuh sang dosen, meskipun hasilnya nihil karena dosen muda itu menepis tangannya. Gia menghela napasnya, "gue tonjok juga lama-lama ni dosen. Bapak!"

"Gia, duit kamu udah balik apa belum?" racaunya.

"Belum. Kenapa? Pak Hilmy mau gantiin duit saya?"

Pak Hilmy menggeleng, "Saya cuma minum dikit, saya nggak mabuk."

"Ah, tai sebel banget gue, kenapa dia makin lucu, sih. Pingin gue cium..." gumamnya.

Gia melirik Pak Hilmy yang sekarang juga meliriknya dengan mata sayu. Pergerakan sang dosen berikutnya, sama sekali tidak Gia sangka sebelumnya. Pak Hilmy menegakkan posisi duduknya lalu mencondongkan badannya pada Gia hingga bibir keduanya bertemu.

Bersebrangan dengan keinginannya beberapa menit lalu, Gia malah membeku dan terdiam. Tangannya meremat jas milik Pak Hilmy ketika lelaki itu mencium bibirnya, meskipun hanya sekedar menempel.

Perlahan, Pak Hilmy melepas ciuman dan menjauhkan kepalanya beberapa senti. Gia bisa melihat dosennya dari jarak yang begitu dekat. Pak Hilmy terlihat jauh lebih tampan. Tidak heran kalau dosen muda ini sering dibicarakan oleh mahasiswa. Meskipun title beliau adalah dosen killer di fakultas.

"You stole the start..."

Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang