Mentari pagi menyinari kamar Fauzan dengan hangat, tapi tak mampu menghangatkan hati Fauzan yang sedang berdrama. Fauzan berguling-guling di kasur, memegangi pipinya, berteriak, "Buk, aku sakit gigi! Sakit banget! Aku gak mau ke sekolah!"
Ayu, sang ibu yang berprofesi sebagai dokter gigi, langsung menghampiri Fauzan dengan wajah khawatir.
"Kenapa, Zan? Gigi kamu sakit? Mana yang sakit?" tanya Ayu, sambil memeriksa gigi Fauzan.
"Ini, Buk. Sakit banget! Aku gak mau ke sekolah!" jawab Fauzan, sambil meringis kesakitan.
"Kamu bohong, Zan! Kamu gak sakit gigi. Kamu cuma pengen bolos sekolah karena hari ini imunisasi, kan?" kata Ayu, dengan nada kesal.
"Enggak, Buk. Aku beneran sakit gigi! Sakit banget!" jawab Fauzan, sambil meringis kesakitan.
"Kamu lupa, kan? Ibuk dokter gigi. Ibuk tahu kamu bohong," kata Ayu, sambil menunjuk ke arah Fauzan.
"Eh, gak jadi sakit gigi. Sekarang sakit kepala! Sakit banget! Aku gak mau ke sekolah!" jawab Fauzan, sambil memegangi perutnya.
"Itu perut." kata Ayu, sambil menatap ke arah Fauzan dengan malas.
"Eh iya lupa." jawab Fauzan, sambil beralih memegangi kepalanya.
"Udahlah, Zan. Jangan banyak drama. Kamu gak sakit. Cepetan siap-siap ke sekolah," kata Ayu, dengan nada kesal.
Fauzan pun hanya bisa pasrah. Dia pun bersiap-siap ke sekolah, sambil menangis takut.
"Aku takut, Bu! Aku takut disuntik! Aku takut sakit!" teriak Fauzan, sambil menangis.
"Udahlah, Zan. Jangan takut. Suntikannya cuma kaya digigit semut kok." kata Ayu, sambil menenangkan Fauzan.
Fauzan pun berangkat ke sekolah, sambil menangis takut.
💨💨💨
Matahari pagi bersinar cerah menerobos jendela kelas, menyinari wajah-wajah polos anak-anak kelas 1 SD yang sedang asyik bercerita dan tertawa. Fauzan, dengan wajah pucat dan mata berkaca-kaca, memasuki kelas. Ia memilih duduk di pojok kelas, berusaha menghindar dari tatapan teman-temannya.
"Fauzan, kenapa kamu nangis?" tanya Bu Guru, dengan nada khawatir.
Karena ia takut dibully oleh teman-temannya, diakibatkan takut disuntik, akhirnya ia memilih untuk berbohong. "Aku diganggu Dion, Bu," jawab Fauzan, sambil terisak-isak.
"Dion? Dion kenapa?" tanya Bu Guru, dengan nada heran.
Dion, yang tidak tahu menahu, langsung kaget.
"Hah? Gue? Ngeganggu lo zan? Gue dari tadi diem aja, anjir!" teriak Dion, dengan nada kesal.
Bu Guru pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sudah, sudah. Tenang, Fauzan. Dion gak ganggu kamu kok," kata Bu Guru, sambil menenangkan Fauzan.
"Iya, Bu. Aku takut," jawab Fauzan, sambil terisak-isak.
Tak lama kemudian, dokter dan perawat yang hendak mengimunisasi datang ke kelas. Suasana kelas langsung berubah hening. Anak-anak yang sudah siap disuntik terlihat gugup, beberapa bahkan terlihat takut.
Fauzan, yang masih merasa takut, langsung bersembunyi di bawah meja. Dia berpegangan pada pijakan kaki dengan erat, memejamkan mata, dan berulang kali mengucapkan, "Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah."
Anak-anak lain satu per satu dipanggil untuk disuntik. Fauzan tetap bersembunyi di bawah meja, tak berani keluar.
"Fauzan, mana Fauzan?" tanya Bu Guru, sambil mencari Fauzan.
"Fauzan sembunyi di bawah meja, Bu," jawab Nazar, yang duduk di samping Fauzan.
"Fauzan, keluar! Kamu harus disuntik!" tegas Bu Guru, sambil menunjuk ke arah Fauzan.
"Ahhh! Gak mau! Gue kesurupan! Gausah diganggu! Aaa!" teriak Fauzan, sambil bersembunyi di bawah meja.
"Fauzan! Ayo cepetan! Kenapa kamu malah disana?!" teriak Reno, menarik lengan Fauzan yang masih betah memeluk erat pijakan kaki, dibawah meja.
Fauzan meronta, matanya melotot ketakutan. "Ahhh gamau! Gue kesurupan ini! Nanti setannya marah!" teriaknya sambil tetap memeluk erat, pijakan kaki di bawah meja.
"Ck, lebay banget sih lo!" gerutu Arsad, ikut menarik Fauzan. "Udah, buruan, nanti keburu dokternya pergi!"
"Aaahhh! Jangan sentuh aku! Jangan sentuh aku!" jerit Fauzan, suaranya bercampur dengan tawa sumbang.
Bu Guru yang melihat drama Fauzan hanya bisa menggelengkan kepala, melirik Dokter dan Perawat yang sedang bersiap untuk menyuntik Fauzan. Mereka berdua saling bertukar pandang, lalu Dokter memberikan kode agar Perawat segera bertindak.
"Fauzan, tenang ya. Ini cuma suntikan biasa kok," kata Perawat, berusaha menenangkan Fauzan.
"Aaahhh! Jangan! Pergi! Pergi! Pergiii!!!" teriak Fauzan, meronta-ronta.
Tiga temannya menahan Fauzan, menahan tubuhnya agar tetap diam. Akhirnya, dengan cepat Perawat menyuntikkan jarum ke lengan Fauzan.
"Aww! SSSAAAKKKIITTTT!!!" jerit Fauzan, meringis kesakitan.
"Ck, lebay banget sih lo! Cuma suntikan biasa kok," cibir Reno, menahan tawa.
"Iya, lo mah lebay banget!" sahut Arsad, ikut tertawa.
Fauzan yang merasa malu karena ketahuan berpura-pura, langsung terdiam. Ia merasa panas di pipinya. Ia melirik ke arah Fazha yang sedang duduk di bangku depan, dan ternyata Fazha sedang menatapnya dengan tatapan geli.
"Malu lo, Zan?" goda Arsad, menahan tawa.
Fauzan terdiam, matanya menatap kosong ke depan. Ia merasa malu dan kesal. Ia ingin menghilang saja.
"Gue mau pingsan!" teriak Fauzan, tiba-tiba terjatuh ke depan, pura-pura pingsan.
Reno dan Arsad langsung melongo, memutar bola mata mereka dengan jengah. "Ck, lebay banget sih lo!" gerutu Reno.
"Udahlah, Zan. Lo mah lebay banget!" sahut Arsad, ikut menggelengkan kepala.
"Itu dia, diliatin Fazha," kata Arsad sambil menunjuk Fazha, tertawa pelan.
Reno dan Arsad langsung mengalihkan pandangan ke arah Fazha, yang ternyata memang sedang menatap Fauzan dengan tatapan geli.
"Ck, malu kan lo!" gumam Arsad, sambil menggelengkan kepala.
Suasana kelas menjadi ramai dengan tawa teman-teman Fauzan. Fauzan yang terbaring di lantai hanya bisa meringis, merasa malu dan kesal. Ia berharap tanah bisa menelannya saja.
_TBC._

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTAKU
ChickLitKedungasih dan Sampar, dua daerah yang terpisahkan oleh sungai kecil, namun dipersatukan oleh Sekolah Dasar Bina Insani. Di kelas 1A, Fauzan Aziz Risky, si anak tengil yang penuh semangat, dan Fazha Cantika Tiana, si gadis ceria yang penuh kejutan...