Bab 5 : Cemburu?

23 7 43
                                    


Fauzan melangkah gontai keluar dari gerbang sekolah. Sepanjang jalan, ia terus meringis, mengingat suntikan yang baru saja diterimanya.  Lengannya terasa sedikit nyeri, dan pipinya masih terasa panas karena malu.

"Ck, lebay banget sih lo, Zan!" ejek Arsad, yang berjalan di sampingnya.

"Iya, lo mah lebay banget!" sahut Reno, ikut tertawa.

Fauzan hanya bisa menghela napas, merasa kesal. Ia ingin sekali menghilang dari muka bumi.

"Eh, tapi lo dapet hadiah apa, Zan? Bapak lo kan biasanya ngasih hadiah kalo lo berani disuntik," tanya Reno, penasaran.

Fauzan terdiam sejenak, mengingat apa yang dijanjikan oleh bapaknya, matanya berbinar-binar. "Sepeda!" jawabnya, dengan semangat.

"Wah, keren! Sepeda apa?" tanya Arsad, dengan nada bersemangat.

"Sepeda gunung, warna biru!" jawab Fauzan, dengan bangga.

"Wih, mantap! Besok lo ajak kita ngebut ya!" kata Reno, dengan semangat.

"Iya, besok kita ngebut!" sahut Fauzan, dengan senyum lebar.

Mereka bertiga terus berjalan, mengobrol tentang sepeda baru Fauzan. Suasana hati Fauzan pun sedikit membaik, melupakan rasa malu dan kesalnya.

Sesampainya di rumah, Fauzan langsung berlari ke dalam. "Pak! Pak!" teriaknya, dengan semangat.

"Kenapa, Zan?" tanya Bapaknya, yang sedang duduk di ruang tamu.

"Mana, Pak! Sepeda barunya?" tanya Fauzan, dengan semangat.

Bapaknya tersenyum, mengelus kepala Fauzan. "Di garasi, Zan, Bapak senang kamu sudah berani disuntik."

"Di garasi, Pak? Makasih ya, Pak," jawab Fauzan, dengan senyum lebar.

Fauzan langsung berlari ke garasi, melihat sepeda barunya. Sepeda gunung berwarna biru itu tampak gagah dan mengkilat. Ia langsung mengayuh sepeda itu, mengelilingi halaman rumahnya.

"Wih, keren banget nih sepedanya!" gumam Fauzan, dengan bangga.

Fauzan merasa bahagia. Sepeda barunya membuatnya lupa sejenak akan rasa sakit dan malu yang ia rasakan. Ia berjanji, ia akan mengajak teman-temannya bersepeda besok.

"Eh, Zan! Lo mau ngajak kita ngebut besok?" tanya Reno, yang tiba-tiba muncul di depan pintu.

"Iya, yuk! Kita ngebut!" jawab Fauzan, dengan semangat.

"Wih, mantap! Kita ngebut di taman ya?" tanya Arsad, ikut bersemangat.

"Oke, deal!" jawab Fauzan, dengan senyum lebar.

Fauzan, Reno, dan Arsad langsung berencana untuk bersepeda besok. Mereka bertiga tertawa riang, melupakan semua kesedihan dan kekecewaan yang mereka rasakan.

💨💨💨💨💨

Mentari pagi menyapa dengan hangat, menyapa Fauzan yang tengah bersiap berangkat sekolah.  Udara segar pagi ini terasa menyenangkan, membuat Fauzan bersemangat mengayuh sepedanya menuju gerbang sekolah.

"Pagi, Zan!" sapa Arsad, yang sudah menunggu di depan gerbang.

"Pagi, Sad!" jawab Fauzan, sambil tersenyum.

"Mau bareng ke kelas?" tanya Arsad.

"Enggak, gue mau ketemu Fazha dulu," jawab Fauzan.

Fauzan pun mengayuh sepedanya menuju parkiran,lalu ia melangkahkan kakinya ke kelas fazha.  Ia melihat Fazha sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya.

"Fazha,nanti pulang bareng, ya?" tanya Fauzan, sambil tersenyum.

Fazha hanya mengangguk, sambil tersenyum.

"Oke, gue tunggu di depan gerbang," kata Fauzan, sambil melambaikan tangan.

Fauzan pun kembali ke kelasnya.  Ia bersemangat menantikan waktu pulang sekolah, untuk mengantar Fazha pulang.

Waktu pulang sekolah tiba.  Fauzan menunggu Fazha di depan gerbang.  Tak lama kemudian, Fazha muncul dari pintu gerbang, sambil berjalan bersama teman-temannya.

"Fazha, ayo pulang!" kata Fauzan, sambil tersenyum.

"Iya, bentar," jawab Fazha, sambil tersenyum.

Tiba-tiba, Rora, anak perempuan yang terkenal cerewet dan suka mencari perhatian, datang menghampiri Fauzan.

"Fauzan, pulang bareng, ya?" tanya Rora, sambil tersenyum manis.

"Enggak, gue udah janji sama Fazha," jawab Fauzan, sambil menggelengkan kepalanya.

"Ih, terus aku naik apa?" tanya Rora, sambil menghentakkan kakinya.

"Naik anjing, naik anjing, naik anjing juga enak," jawab Fazha, dengan nada sewot, dan mata yang sinis.

"Ih, kamu kok gitu sih?" tanya Rora, sambil mengerucutkan bibirnya.

"Lucu lo begitu? Tai mau tai? ," jawab Fazha, sambil mengacungkan jari tengahnya.

Fauzan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku Fazha yang sok galak.

"Fazha, ayo pulang!" kata Fauzan, sambil menarik tangan Fazha.

"Gak usah, sana sama ulet selokan!," jawab Fazha judes.

Fazha melangkahkan akunya pergi, disusul dengan Fauzan yang mengayuh sepedahnya, menyamai langkah fazha.

Fauzan dan Fazha pun pulang bersama, dengan fazha yang cemberut dan fauzan yang tersenyum senang. Rora hanya bisa menatap mereka dengan kesal.

_TBC_

SEMESTAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang