v

69 23 5
                                    

“Sekar asu tenanan menek uwit cae!” seru Gina seraya menepuk jidatnya kala melihat Sekar benar-benar memanjat pohon mangga di halaman belakang sekolah yang kebetulan sudah berbuah banyak.

(Sekar asu beneran manjat pohon dia!)

Kebetulan, kelas mereka baru saja selesai olahraga. Jadi, hal itu memudahkan Sekar untuk memanjat pohon yang sebenarnya cukup tinggi.

Gina segera hampiri Sekar yang sudah duduk disalah satu dahan diatas sana, sibuk memetik buah mangga dan memasukkannya ke dalam kantung kresek.

“Kowe ngapain?” tanya Gina setengah berteriak, kepalanya mendongak menatap Sekar yang masih sibuk memetik mangga.

(Kamu ngapain?)

“Mripat mu iku fungsine ngge opo, Gin? Wes reti wong mitil pelem yo jek takok lo, to Santo,” jawab Sekar sinis, ia kemudian mengikat kantung kresek yang dipenuhi oleh buah mangga hasil petikannya.

(Mata mu itu fungsinya buat apaan, Gin? Udah tau orang metik mangga kok masih nanya, to Santo.)

“Yo ojo ngegas to, Geng, koyok elpiji e. Sopo ngerti kan kowe ape nyebat ngono nang nduwur ben ora konangan soale parkiran kelas sepuluh CCTV ne wes empan meneh.”

(Ya jangan ngegas lah, Geng, kayak elpiji. Siapa tau kan kamu mau nyebat gitu diatas biar enggak ketahuan soalnya parkiran kelas sepuluh CCTV nya udah nyala lagi.)

“Aku anak baik-baik og kok fitnah ngunuwi.”

(Aku anak baik-baik kok kamu fitnah begitu.)

Gina merotasi kan bola matanya, mendengus mendengar jawaban Sekar. Padahal, gadis itu sering sekali merokok di dalam area sekolah dan hebatnya belum pernah kepergok―karena Sekar hanya terkenal suka bolos. Berbeda dengan Gina yang tidak berani―namun sering tertuduh―Karena Bapaknya juga tenaga pendidik.

“Tangkap woy!” seru Sekar sebelum akhirnya jatuhkan kantung kresek berisi mangga hasil petikannya.

Gina yang terkejut, bukannya menangkap kantung yang dilempar oleh Sekar―ia malah berlari sedikit menjauh dari pohon dengan tangan diatas kepala, jangan lupakan jeritannya yang nyaring bak bel tanda istirahat.

Sekar diatas sana berdecak, ia segera melompat turun dari atas pohon. Mengambil kantung berisi mangga itu dan menghampiri Gina.

“Dikon nangkap malah mlayu cik,” cibir Sekar, tangannya mendaratkan pukulan cukup kuat pada bahu Gina.

(Disuruh nangkap malah lari.)

“Yo lagian, kresek abot koyok ngono mok kon nangkap. Lek kenek ndasku prayo iso insomnia,” balas Gina membela diri, kini mereka tengah melangkah beriringan kembali menuju kelas.

(Ya lagian, kresek berat kayak gitu kamu suruh nangkap. Kalo kena kepalaku bisa-bisa aku insomnia.)

“Amnesia, cengoh.”

(Amnesia, tolol.)

“Nah kui maksudku, typo.”

(Nah itu maksudku, typo.)

Sesampainya di kelas, kebanyakan tengah berbaring diatas lantai yang dingin dengan pakaian tersingkap menampakkan perut. Kepanasan sebab cuaca yang terik, apalagi mereka baru berolahraga di lapangan terbuka.

“Woi celeng! Aku gowo pelem, ayo di rujak!” seru Sekar seraya mengangkat kantung kresek berisi mangga hasil petikannya.

(Woi, babi! Aku bawa mangga, ayo di rujak.)

“Ngasu, Sugeng. Aku mung guyon malah tenan di pitil bangsat!” balas Yola, kakinya melangkah hampiri Sekar.

(Asu, Sugeng. Aku cuman bercanda malah beneran dipetik bangsat!)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 15 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WidodariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang