iv

158 32 9
                                    

“Muleh urung enek limang menit uwes ape metu neh, sajak e kok ra betahmen lo neng omah,” cibir Bapak seraya layangkan tatapan sinis pada Sekar yang sudah berdandan rapi menenteng helm.

(Pulang belum ada lima menit udah mau pergi lagi, kok kayak enggak betah banget dirumah.)

Yang di cibir langsung menampakkan cengiran lebar, lantas raih tangan Bapak untuk dicium punggung tangannya.

“Hehe, ape ngejak cah ayu dolan, Pak,” ujar Sekar meminta izin.

(Mau ngajak anak cantik keluar, Pak.)

“Nyandi?”

(Kemana?)

“Nang kota lah, mosok tak jak mblasuk nang kebon. Ora jaman lah, Pak.”

(Ke kota lah, masa aku ajak masuk ke kebon. Enggak jaman lah, Pak.)

Sekar sudah ancang-ancang duluan saat Bapak hendak layangkan sandal karet padanya. Gadis itu terkekeh pelan.

“Sorry, Bapak. Guyon, mung guyon.”

(Bercanda, cuman bercanda.)

“Tenan iso njogo anak perawan e uwong?” tanya Bapak dengan tatapan penuh selidik, sementara tangan kirinya setia pegangin sandal.

(Beneran bisa jagain anak perawan orang?)

“Aman, Pak. Mengko tak ulehne nang omah sak dirunge surup,” balas Sekar meyakinkan.

(Aman, Pak. Nanti aku pulangin ke rumah sebelum senja.)

“Yowes, ojo muleh kebengen loh. Kowe dewe yo perawan iki. Ati-ati, lek numpak montor ojo ugal-ugalan.”

(Yaudah, jangan pulang kemaleman loh. Kamu sendiri juga perawan. Hati-hati, kalau naik motor jangan ugal-ugalan.)

“Iyooo, Bapak.”

Sekar melambai, kemudian melangkah menuju garasi untuk mengambil motornya.

“SEKAR MULIHE GAWAKNO KACANG GODOG!” Bapak berteriak, padahal tidak usah berteriak pun Sekar masih bisa mendengarnya.

(Sekar pulangnya bawain kacang rebus!)

“Yotro ne pundi?!” balas Sekar setengah berteriak. Setelahnya ia dapati Bapak berjalan ke arahnya, serahkan selembar uang seratus ribu.

(Uangnya mana?)

“Nyoh, jujul e mengko nggenen seneng-seneng. Gek ndang kono selak kesoren.”

(Nyoh, kembaliannya nanti pakai aja. Cepetan sana keburu sore.)

“Siyap, dadah Bapak!”

Sekar segera lajukan motornya meninggalkan rumah setelah terima uang dari Bapak dan memberikan ciuman singkat pada pipinya.

Kira-kira butuh waktu dua puluh menit―itupun karena ngebut maksimal, hingga akhirnya Sekar sampai di rumah Gina. Ia mengulas senyum termanis saat tahu Wilona sudah menunggunya di teras.

Wilona segera melangkah menuju Sekar yang masih duduk diatas motor. Gadis itu tampak cantik serta manis walau hanya kenakan kaos putih dengan gambar kucing, celana kulot coklat susu, dan sepatu senada dengan kaosnya. Jangan lupakan bandana yang terpasang dikepala Wilona.

“Cantik banget,” puji Sekar tanpa sadar, mulutnya bahkan sampai menganga kagumi kecantikan Wilona.

Walau seringnya Sekar narsis dan percaya cantiknya tidak tertandingi. Namun sungguh, cantiknya Wilona ini hantarkan perasaan lain di hatinya. Rasanya Wilona ingin dia dekap agar kecantikannya hanya bisa dinikmati oleh Sekar seorang.

WidodariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang