Suara detak jam di dinding apartemen Yoko menggema, menandakan waktu berlalu dengan lambat. Faye masih berada di sana, duduk di sofa, dengan posisinya yang santai, seolah-olah tempat ini miliknya. Yoko merasa terkurung, seperti burung dalam sangkar, terperangkap dalam kehadiran Faye yang semakin mendominasi.
Yoko berusaha mengalihkan perhatian, mengambil secangkir teh untuk menenangkan diri. Namun, setiap langkah yang diambilnya terasa diawasi. Faye memandang Yoko dengan intensitas yang membuat jantungnya berdebar, setiap kali mata mereka bertemu, Yoko merasa ada kebakaran kecil yang menyala di dalam dirinya, menciptakan konflik antara ketertarikan dan ketakutan.
“Kenapa kamu tidak mau melihatku lagi?” tanya Faye, suaranya terdengar seperti bisikan lembut, tetapi ada nada mendesak di sana. “Kita bisa berbicara tentang ini.”
Yoko mengatur napasnya, berusaha untuk tetap tenang. “Aku hanya butuh waktu untuk diriku sendiri, Faye. Ini semua terlalu cepat.”
“Cepat?” Faye mengulangi, dan senyumannya berubah menjadi sesuatu yang lebih menakutkan. “Kamu tidak mengerti, Yoko. Waktu bukanlah hal yang bisa kita mainkan di sini. Aku sudah menunggu terlalu lama.”
Yoko merasa jantungnya berdegup lebih kencang, menyadari bahwa kata-kata Faye memiliki makna yang lebih dalam. Ada ancaman yang tak terucapkan dalam pernyataan itu. Dia ingin berbicara, membela diri, tetapi suara yang keluar dari mulutnya hanya bergetar, “Tapi... aku merasa tertekan.”
Faye berdiri dan mendekat, menyentuh pipi Yoko dengan lembut. “Jangan merasa tertekan, sayang. Aku di sini untuk melindungimu. Hanya aku yang bisa melindungimu.”
Yoko menahan napas saat jari-jari Faye menyusuri garis wajahnya, sebuah gerakan yang seharusnya terasa manis, tetapi sekarang hanya membuatnya semakin terjebak. Faye memiliki cara untuk menenangkan dan mengancam sekaligus. Setiap sentuhan adalah pernyataan kekuasaan, dan Yoko merasa tak berdaya di hadapannya.
“Faye, aku ingin kamu pergi,” kata Yoko, berusaha mengerahkan keberanian. Namun, suaranya tersendat. Dia tahu bahwa permintaannya itu adalah petunjuk untuk mendorong Faye lebih jauh, tetapi dia tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang Faye.
“Pergi? Kenapa kamu selalu berpikir bahwa pergi adalah solusi?” Faye berbisik, suaranya menggema seperti suara mengancam di ruang kecil itu. “Kamu tidak bisa pergi, dan kamu tahu itu.”
Yoko merasakan ketegangan di udara, menghisap napas dalam-dalam. “Kita tidak bisa terus begini. Ini tidak sehat untuk kita berdua,” Yoko berkata, tetapi Faye tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur.
“Tidak sehat?” Faye tertawa pelan, sebuah suara yang terdengar lebih menyeramkan daripada lucu. “Apa yang tidak sehat adalah memisahkan diri dari orang yang mencintaimu. Kamu hanya perlu mempercayai aku.”
Dengan cepat, Faye bergerak, mendekatkan wajahnya ke wajah Yoko, memaksanya untuk melihat ke dalam matanya yang penuh determinasi. “Kamu milikku, dan tidak ada yang akan mengambilmu dariku.”
Faye menarik Yoko mendekat, hingga napas mereka berbaur, dan Yoko bisa merasakan ketukan jantung Faye yang cepat, berirama seperti gelombang yang tak terhindarkan. “Biarkan aku masuk ke dalam hidupmu, Yoko. Jangan menolak aku.”
Yoko merasa terjebak dalam tatapan Faye, keinginan dan ketakutan bercampur dalam hatinya. Dia ingin berontak, tetapi bagian dari dirinya terasa tertarik pada Faye. Mereka telah memiliki ikatan yang dalam, tetapi itu kini menjadi senjata yang digunakan Faye untuk mengendalikan Yoko.
“Faye, aku—” Yoko berusaha melanjutkan, tetapi Faye mencium bibirnya dengan paksa, menutup mulutnya. Ciuman itu terasa agresif, menuntut dan penuh keinginan. Yoko berusaha menjauh, tetapi Faye mengikatnya dengan satu tangan, sementara yang lainnya menyentuh leher Yoko, mengendalikan setiap gerakan tubuhnya.
“Dengarkan aku,” Faye berkata setelah melepaskan ciuman itu, tatapan matanya kini seolah memancarkan api. “Aku akan melakukan apa pun untuk menjaga kita bersama. Jika itu berarti mengikatmu di sini, maka aku akan melakukannya.”
Yoko merasa hatinya berdebar hebat. Dia ingin melawan, tetapi saat itu Faye sudah mengambil alih kendali, menahan tubuhnya dalam pelukan yang kuat. “Jangan melawan, sayang. Kamu hanya akan membuat ini lebih sulit untuk kita berdua.”
Dengan kekuatan yang dimiliki Faye, Yoko merasa terjebak, tak bisa bergerak. Dia tahu bahwa perasaannya terhadap Faye semakin rumit. Di satu sisi, ada rasa cinta yang tak terelakkan, tetapi di sisi lain, ada rasa takut yang semakin menebal setiap kali Faye menunjukkan sisi agresifnya.
“Faye, tolong,” Yoko merintih, merasakan air mata mulai menggenang di matanya. “Aku ingin merasakan cinta, bukan ketakutan.”
Faye mengusap air mata Yoko dengan lembut, tetapi senyum di wajahnya terlihat sangat tidak wajar. “Kamu tidak perlu takut. Aku hanya ingin melindungimu dari dunia luar. Kamu tidak tahu betapa berbahayanya dunia ini.”
“Dunia ini bisa membahayakanmu, Faye. Aku hanya ingin kita bahagia,” Yoko berusaha menahan air mata, tetapi tak bisa menghalangi suara lembut Faye yang seolah membangkitkan rasa tenang dalam dirinya.
“Bahagia? Bahagia itu ilusi, Yoko. Yang ada hanya kita,” Faye menjawab dengan nada tegas, menunjukkan bahwa dia tidak akan pernah membiarkan Yoko pergi.
Di saat Yoko berpikir dia akan memiliki sedikit kebebasan, Faye sudah merengkuh tubuhnya lebih erat, seolah-olah menyadari bahwa satu-satunya cara untuk menahannya adalah dengan memperkuat ikatan di antara mereka.
“Jangan lari dariku, Yoko,” Faye mengingatkan, suara penuh peringatan yang tak terduga. “Kamu tahu apa yang bisa terjadi jika kamu mencoba.”
Yoko menatap Faye, ada ketakutan dan ketidakpastian yang mendalam di dalam dirinya. Di tengah perasaan campur aduk itu, satu hal jelas—Faye bukan hanya pengagum yang mendalam; dia adalah predator yang siap melakukan apa pun untuk mempertahankan mangsanya.
Malam itu berlanjut, dengan Yoko terjebak dalam pelukan Faye, berjuang antara cinta dan ketakutan, antara keinginan untuk bebas dan rasa bersalah karena merindukan kehadiran Faye. Dalam permainan berbahaya ini, Yoko mulai menyadari bahwa tidak ada cara untuk menghindar. Faye adalah bagian dari hidupnya, dan sekarang, mereka berdua terperangkap dalam permainan kekuasaan yang tak terhindarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embers Of Desire || Faye Yoko
FanfictionKisah cinta, obsesi, dan perjuangan yang gelap dan menegangkan untuk mengatasi masa lalu yang gelap. Faye Peraya Malisorn, seorang wanita yang kuat dan ambisius, terperangkap dalam permainan berbahaya di mana cinta bisa menjadi senjata, dan gairah b...