Kehidupan sehari-hari Yoko semakin menantang setelah malam penuh ketegangan dengan Faye. Dia mencoba kembali ke rutinitasnya, tetapi pikirannya terus terjebak pada percakapan yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Setiap kali dia melihat ke cermin, dia bertanya pada dirinya sendiri apakah dia benar-benar siap untuk menghadapi Faye yang begitu mendominasi.
Di tempat kerjanya, Yoko berusaha untuk fokus, tetapi suara dering ponselnya mengguncang konsentrasinya. Pesan dari Faye muncul di layar: “Kita perlu berbicara lagi. Bertemu di tempat biasa kita?”
Yoko merasakan getaran di dalam dirinya. Bagaimana bisa seseorang memiliki kekuatan untuk mengubah suasana hati dan pikirannya hanya dengan satu pesan? Meski hatinya menolak, dia tahu dia tidak bisa menghindar. Dengan langkah berat, Yoko menjawab: “Oke, aku akan datang.”
Ketika tiba di café kecil di sudut jalan, Yoko melihat Faye sudah duduk di meja yang biasa mereka tempati. Rambutnya yang hitam berkilau dan pakaian casual yang membalut tubuhnya memberi kesan bahwa Faye selalu siap memikat siapa pun yang ada di sekitarnya. Namun, ada sesuatu yang berbeda hari ini; wajah Faye tampak tegang, dan Yoko bisa merasakan ketidakpastian yang menggelayuti atmosfer di sekitar mereka.
“Terima kasih sudah datang,” Faye menyapa dengan nada lebih serius dari biasanya.
“Kenapa kau memanggilku?” Yoko bertanya, mencoba menyamarkan keraguannya.
Faye tersenyum, tetapi tidak tulus. “Aku pikir kita perlu lebih jelas tentang apa yang kita inginkan dari hubungan ini. Aku ingin kita bergerak maju, tetapi aku tidak tahu apakah kau sepenuhnya siap.”
Yoko merasa hatinya berdebar. “Apa maksudmu dengan ‘bergerak maju’? Kita sudah berbicara tentang ini, Faye.”
“Bergerak maju berarti komitmen yang lebih dalam. Aku ingin kita berbagi hidup, bukan hanya mengandalkan emosi sesaat,” Faye menegaskan, nada suaranya mulai meninggi. “Aku tidak mau ada keraguan di antara kita.”
Yoko merasakan darahnya mendidih. “Jadi, kau ingin memaksaku untuk berkomitmen pada sesuatu yang belum siap aku lakukan?” suaranya bergetar, berusaha menahan kemarahan.
Faye menatapnya tajam. “Tidak, aku tidak ingin memaksamu. Tapi aku akan membuatmu menyadari apa yang kamu inginkan. Jika itu berarti aku harus menggunakan cara-cara tertentu, maka aku akan melakukannya.”
“Cara-cara tertentu?” Yoko mempertanyakan, merasa tertekan. “Apa yang kau maksud? Seperti memaksa aku untuk melakukan sesuatu yang aku tidak inginkan?”
Faye tidak menjawab, sebaliknya, dia menggerakkan kursinya lebih dekat ke Yoko. “Aku tahu kau tertarik padaku. Jadi mengapa kau terus berusaha menjauh? Apakah kau takut pada dirimu sendiri?”
Yoko merasa terjebak dalam tatapan tajam Faye. “Bukan soal takut, Faye. Ini tentang batasan. Aku tidak ingin kehilangan diriku hanya untuk memuaskan keinginanmu.”
Faye menyandarkan tubuhnya, menatap Yoko seolah mencoba mencari kelemahan. “Kadang-kadang, kita harus berani mengambil risiko untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Jika kau ingin bersamaku, kau harus berani menghadapi apa pun yang ada di depan kita.”
Yoko menarik napas dalam-dalam. “Apa kau benar-benar akan memaksaku untuk memilih antara kita atau kebebasanku?”
“Bukan itu yang aku maksudkan. Tapi aku tidak bisa terus berusaha menyelamatkan sesuatu yang tidak ada dalam dirimu,” jawab Faye, suaranya mulai bergetar.
Yoko merasa terpojok. “Lalu, apa yang kau ingin aku lakukan? Tanda tangan di perjanjian cinta? Mengapa ini harus terasa seperti permainan?”
“Karena hidup ini adalah permainan, Yoko. Kau hanya perlu siap untuk bermain,” Faye berkata, suaranya tegas, tetapi ada kesedihan di dalam tatapannya.
Yoko merasakan air mata menggenang di matanya. “Aku hanya ingin kita bisa saling memahami tanpa harus ada tekanan. Aku tidak mau terjebak dalam permainan ini.”
Faye mengambil tangan Yoko, mencengkeramnya kuat. “Kau tidak terjebak. Kau hanya perlu mempercayai apa yang aku rasakan. Jika aku bisa berjuang untukmu, kenapa kau tidak bisa berjuang untuk kita?”
Yoko merasa hatinya berdegup cepat. “Berjuang untuk kita? Faye, apakah kau benar-benar mengerti apa yang kau minta? Mengapa semua ini terasa seperti paksaan?”
Faye melepas genggamannya, tetapi tatapannya tidak goyah. “Karena aku mencintaimu, Yoko. Dan terkadang cinta membutuhkan pengorbanan. Jika itu membuatmu merasa tertekan, mungkin itu adalah bagian dari proses.”
Yoko merasa seperti seluruh dunia berputar di sekelilingnya. “Cinta seharusnya tidak terasa seperti ini. Haruskah aku kehilangan diriku sendiri untuk bisa bersamamu?”
“Tidak, Yoko. Tetapi aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja. Jika itu yang kau inginkan, maka kita perlu menetapkan batasan yang jelas,” Faye menjawab dengan tegas.
“Batasan yang kau buat?” Yoko bertanya, merasa frustrasi. “Aku tidak bisa menerima itu. Aku ingin kita bisa saling menghormati tanpa ada kekerasan dalam hubungan ini.”
Faye tersenyum sinis. “Aku tidak akan melakukan kekerasan, tetapi aku tidak bisa menjamin bahwa aku akan selalu bersikap lembut. Cintaku padamu membakar jiwaku, dan aku tidak akan mundur hanya karena kamu merasa tidak nyaman.”
Saat suasana semakin memanas, Yoko menyadari bahwa perdebatan ini tidak akan berakhir dengan damai. Dia merasa terjebak dalam permainan emosional yang sangat berbahaya. “Aku tidak mau mengorbankan diriku sendiri, Faye. Jika cinta kita hanya akan berakhir dalam sakit hati, maka lebih baik kita berhenti sekarang.”
Faye menatap Yoko, ada ketidakpastian di dalam mata merahnya. “Kau tidak mengerti. Cinta kita adalah sesuatu yang jarang terjadi. Kita tidak bisa membiarkannya hilang begitu saja.”
“Lalu apa yang harus kita lakukan?” Yoko bertanya, suaranya pecah. “Apa yang harus aku lakukan agar kau tidak merasa perlu untuk mengatur hidupku?”
Faye mendekat lagi, wajahnya kini hanya beberapa inci dari Yoko. “Hanya satu hal, Yoko. Percaya padaku. Percaya bahwa aku akan membawamu ke tempat yang lebih baik, meskipun itu berarti kita harus menghadapi ketegangan ini.”
Yoko merasa hatinya bergejolak. Apakah dia bisa mempercayai Faye sepenuhnya? Dia tahu bahwa hubungan ini penuh dengan tantangan, tetapi apakah cinta mereka cukup kuat untuk mengatasi semua ketegangan dan perpecahan yang telah muncul?
Dengan keputusan yang sangat sulit, Yoko menatap Faye, “Aku akan berusaha untuk mempercayaimu. Tetapi aku juga ingin kau menghormati pilihanku. Kita harus menemukan jalan tengah.”
Faye tersenyum, tetapi senyumnya kali ini lebih tulus. “Aku akan berusaha, Yoko. Aku berjanji. Tetapi ingat, kita harus berjuang bersama, atau kita akan kehilangan segalanya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Embers Of Desire || Faye Yoko
FanfictionKisah cinta, obsesi, dan perjuangan yang gelap dan menegangkan untuk mengatasi masa lalu yang gelap. Faye Peraya Malisorn, seorang wanita yang kuat dan ambisius, terperangkap dalam permainan berbahaya di mana cinta bisa menjadi senjata, dan gairah b...