CHAPTER 06

1.1K 130 50
                                    

Ayah? Kata ibu pria yang ada di hadapan ku ini adalah ayah ku? Dia benar-benar ayah ku? Orang yang selama ini aku tanyakan pada ibu kehadiran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayah? Kata ibu pria yang ada di hadapan ku ini adalah ayah ku? Dia benar-benar ayah ku? Orang yang selama ini aku tanyakan pada ibu kehadiran. Sekarang dia datang ke sini bersama ibu.

"A--ayah ku?"

"Ya, Mocca. Dia adalah ayah mu."

Ayah mendekati ku dan duduk bergabung bersama ku dan ibu. Ayah meraih ku dari pelukan ibu. Menaruhnya di atas pangkuannya. Ayah ku, sekarang aku punya ayah. Seperti teman-teman ku. Keluarga ku sudah lengkap. Ada ibu dan ayah.

"Moccalania. Itu namamu bukan?"

Aku mengangguk lemah. Aku sangat malu duduk di pangkuannya. Seperti anak kecil. Aku ingin berbicara. Memanggilnya ayah. Tapi jika ayah tahu jika aku ini gagap. Ayah bisa saja membenci ku. Aku tidak ingin mendengar kata cacat keluar dari mulut ayah.

"Kenapa kau hanya mengangguk? Ayah ingin mendengar suaramu."

Aku melirik ibu dengan takut. Ibu menatap ku datar. Aku tidak mengerti ibu mengizinkan ku atau tidak. Jika ayah tahu aku gagap dan meninggalkan ku kembali. Ibu pasti akan marah.

"Tidak seperti anak pada umumnya. Mocca sangat pemalu. Tapi dia begitu senang bisa melihat ayahnya. Mocca selalu menanyakan kehadiran mu padaku."

Ibu mewakili ku untuk berkata. Ibu tidak menceritakan kecacatan ku ini pada ayah. Jadi aku harus merahasiakan ini. Jangan sampai ayah dan ibu pergi meninggalkan ku lagi. Aku takut sendirian.

Ayah ku tertawa. "Ibunya begitu liar. Tapi kenapa putrinya pemalu seperti ini?"

Liar? Apa maksudnya itu? Apa itu artinya ibu juga pemarah di hadapan ayah?

"Mocca, kau cantik. Mata mu begitu indah. Persis seperti ibu mu."

Pujian ayah membuat ku tersenyum. Ini pertama kalinya seseorang memuji ku. Aku senang. Aku menyukai ayah. Ayah tidak boleh tahu tentang kecacatan ku. Aku tidak mau ayah jadi membenciku.

"Elowen, terimakasih sudah menjaga Mocca selama aku pergi."

Elowen? Jadi teman ibu itu bernama Elowen. Mendengar namanya aku jadi teringat dengan perayaan malam hantu.

"Ayo Mocca kita pergi!"

Ayah menggendong tubuhku yang lemah. Aku memeluk leher ayah dengan erat. Pelukan seorang ayah yang aman dan nyaman. Dari pelukan ayah aku bisa melihat ketinggian. Membuat kepala ku pusing. Pelukan ayah terasa begitu nyaman hingga aku mulai mengantuk dan tertidur di dalam pelukannya.

Begitu aku terbangun. Aku berada di kursi penumpang. Di dalam mobil bersama ayah dan ibu. Padahal aku masih ingin memeluk ayah. Tapi saat ini ayah sibuk menyetir. Aku penasaran kemana kami akan pergi. Kemanapun itu tidak masalah. Yang terpenting ada ibu dan ayah yang bersama ku. Aku tidak sabar untuk menambah ayah di dalam gambaran ku nanti. Setelah itu akan ku tunjukkan pada ayah.

STAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang