Jarak antara aku dan Chanyeol Hyung kian terbentang. Ia makin jarang pulang dan kami tak lagi berbicara selama berhari-hari layaknya saudara. Ia tetap pulang sesuai janjinya, tetapi hanya mampir sebentar untuk tidur sekitar setengah atau satu jam, lalu pergi lagi tanpa berpamitan. Tak jarang ia hanya datang untuk mengirim sepotong roti atau meletakkan sedikit uang ke meja. Tanpa mengajakku mengobrol.
Aku kesepian. Rasa sepi ini sudah kurasakan sejak aku masih kecil. Jauh sebelum aku menyadari dan memahami betapa berantakan dan hancurnya keluarga kami. Aku tidak pernah punya sosok yang benar-benar ada untukku. Baba dan Mama selalu sibuk dengan pekerjaannya, yang didominasi oleh kegiatan mereka teler berhari-hari apabila sedang banyak uang. Jika sedang tak ada pemasukan, mereka berubah seperti monster karena tidak ada obat atau narkoba untuk menyuntik. Kakakku sangat tidak suka menghadapi kenyataan keluarga kami, sehingga ia lebih sering tenggelam dengan dunianya sendiri. Entah pergi ke luar rumah atau mengurung diri di kamar dan mengabaikan keberadaanku.
Teman pertama yang kumiliki adalah Hendery. Dia adalah anak laki-laki yang riang dan suka berpetualang. Aku pertama kali bertemu dengannya di salah satu sudut Central Park saat membolos sekolah. Hendery ada di sana juga. Sama-sama membolos dari sekolah sepertiku. Hari-hari berikutnya kami kembali bertemu dengan alasan yang sama. Dia yang pertama mendekat dan mengajakku berbicara. Aku masih ingat senyumnya yang lebar saat memperkenalkan diri dan mengajakku bersalaman.
Ketika masih sama-sama anak kecil, kami menjadi bocah nakal penuh pengalaman menyenangkan. Kami dari sekolah yang berbeda, tetapi selalu menemukan cara untuk membolos bersama-sama. Aku yang sejak kecil sering ikut Baba dan Mama bepergian keliling kota, mengetahui lebih banyak rute bagi pejalan kaki maupun cara naik transportasi umum tanpa perlu membayar. Hendery sangat antusias dan selalu berhasil membujuk untuk menuruti keinginannya melintasi New York dari sudut ke sudut.
Kami menjadi New Yorkers spesialis Manhattan. Tidak pernah satu kali pun kami tersesat mencari jalan pulang. Saat Hendery melambaikan tangan sebelum berpisah, artinya dia ingin kami bertemu lagi keesokan hari atau kapan pun ia berhasil meloloskan diri dari pengawasan orang tua. Keseruan itu resmi berakhir ketika Baba mulai rutin dipenjara untuk pelanggaran ringan dan Mama memilih pindah ke The Bronx. Lebih tepatnya di sebuah apartemen kecil di kawasan University Avenue dan kami mulai jarang bertemu.
Temanku bertambah satu sejak keluargaku pindah ke The Bronx. Di suatu akhir pekan ketika Baba tidak sedang berbisnis atau menjadi manusia teler, ia mengajakku berkeliling Manhattan lagi setelah sekian lama. Tujuan utamanya adalah di suatu sudut Greenwich Village. Tempat para orang miskin berebut mencari barang baru untuk dipakai lagi atau dijual. Saat itulah aku bertemu Edin.
Baba yang pertama kali memperhatikannya. Anak kecil yang lebih muda dariku itu juga tengah mengais-ngais barang bekas di kotak sampah. Seorang diri tanpa dampingan ayah. Setidaknya, aku masih bersama ayahku sehingga ia terlihat lebih merana. Baba mengajaknya berbicara dan mengulurkan tangan, lalu memperkenalkan kami berdua. Edin sangat kurus dan lebih dekil dibanding aku. Namun, dia memiliki bola mata yang bening dan senyumnya sangat manis.
"Hai." Aku mengulurkan tangan seperti yang Baba lakukan kepada anak kecil itu.
"Hai." Edin meraih tanganku.
"Shixun, kalian akan menjadi teman," kata Baba, lalu kembali membongkar kotak sampah dengan wajah lebih semringah walau ia belum menemukan apa-apa untuk dirinya sendiri.
Sayangnya, Chanyeol Hyung tidak suka pada Edin. Aku tidak pernah mengerti mengapa ia sangat membenci Edin melebihi kebenciannya terhadap orang tua kami. Padahal, sebagai sesama orang miskin, seharusnya kami saling tolong menolong. Baba dan Mama memang tidak terlalu memperhatikan Edin, tetapi kurasa mereka tidak membenci temanku. Setidaknya, mereka tidak pernah menegur atau melarang ketika aku bersama Edin. Namun, setelah kupikir dengan otakku yang sudah lebih dewasa, mereka bukan tidak memperhatikan, melainkan tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Boy Who Slept in My Bed (Chanhun Brothership)
FanfictionSepasang kakak-beradik hidup menggelandang di New York karena keluarga mereka yang bermasalah akibat penggunaan obat-obatan terlarang. Mereka harus berjuang melawan kerasnya hidup di jalanan, berusaha tidak mengikuti jejak orang tua meski godaan itu...