Axel menghabiskan hari-hari berikutnya mengurung diri di perpustakaan kerajaan, mempelajari setiap detail ritual kuno vampir. Kalung kristalnya tak pernah lepas dari leher, berdenyut lemah seolah merespons kedekatan dengan Xyon.
"Yang Mulia," Raven, yang setia menemaninya, meletakkan tumpukan buku-buku tua di meja, "saya menemukan beberapa catatan tentang ritual pemulihan vampir kuno."
Sambil membaca, pikiran Axel berkelana. Sepuluh tahun ia menjalani hidup dengan keyakinan ayahnya telah tiada. Sepuluh tahun ia memimpin kerajaan, membuat keputusan-keputusan besar, menghadapi setiap tantangan sendirian.
"Kenapa ayah?" bisiknya pada keheningan perpustakaan. "Kenapa harus berpura-pura pergi?"
Air mata darah menggenang di matanya. Ada rasa marah, kecewa, tapi juga harapan dan kerinduan yang tak terbendung.
"Sebenarnya," Raven berkata hati-hati, "saya sudah tahu."
Axel mengangkat wajahnya, mata merahnya berkilat berbahaya. "Apa maksudmu?"
"Raja Xyon mempercayakan rahasia ini padaku sebelum menggunakan sihir penyembunyian," Raven berlutut, siap menerima murka rajanya. "Dia tahu Anda harus belajar memimpin tanpa bayangannya. Tapi dia juga tahu Anda akan membutuhkan seseorang untuk mengawasi..."
Axel terdiam sejenak, mencerna informasi ini. Perlahan, pemahaman mulai menyusup dalam pikirannya. Ayahnya tidak meninggalkannya - ia memberikan kesempatan padanya untuk tumbuh.
"Seperti burung yang harus belajar terbang sendiri," Axel bergumam, mengingat cerita yang sering diceritakan ibunya dulu.
Bulan purnama tinggal tiga hari lagi. Axel memerintahkan untuk menyiapkan segala keperluan ritual. Ruang bawah tanah istana, tempat paling sakral bagi para vampir, dibersihkan dan disiapkan.
"Kita membutuhkan darah murni dari tujuh vampir tertua," Raven membaca dari gulungan kuno. "Dan..."
"Dan darah dari pewaris yang mencintainya," Axel menyelesaikan kalimat itu. "Darahku."
Tepat di malam bulan purnama, tubuh Xyon dipindahkan dengan hati-hati ke ruang bawah tanah. Para tetua vampir berkumpul, membentuk lingkaran di sekeliling altar batu tempat Xyon berbaring.
Axel berdiri di sisi ayahnya, mengenakan jubah hitam dengan bordiran mawar emas - simbol yang sama yang selalu dikenakan ayahnya dulu.
"Ayah," bisiknya sambil menggenggam tangan Xyon, "sudah waktunya kau kembali."
Tujuh tetua vampir maju satu persatu, meneteskan darah mereka ke dalam cawan kristal. Setiap tetes darah bercahaya kemerahan, mengisi ruangan dengan energi kuno yang kuat.
Axel mengangkat kalung kristalnya, yang kini bercahaya lebih terang dari sebelumnya. Dengan pisau perak kuno, ia menggores telapak tangannya.
"Dengan darah pewaris tahta," suaranya bergema di ruangan itu, "aku memanggilmu kembali."
Darah Axel menetes ke bibir pucat Xyon. Untuk beberapa saat, tidak ada yang terjadi. Kemudian, perlahan, warna mulai kembali ke wajah sang mantan raja.
Mata Xyon terbuka, masih sama merahnya seperti dulu. Ia memandang putranya dengan senyum lemah.
"Axel," suaranya serak setelah bertahun-tahun tak digunakan, "putraku."
Axel memeluk ayahnya erat, tak peduli air mata darahnya membasahi jubah kerajaan. Para tetua mundur memberi ruang, menghormati momen pribadi ini.
"Maafkan aku," Xyon berbisik. "Aku tahu ini berat bagimu."
"Yang penting ayah kembali," Axel membantu ayahnya duduk. "Tapi jangan harap aku akan menyerahkan tahta begitu saja."
Xyon tertawa lemah. "Aku tidak berharap begitu. Kau telah menjadi raja yang lebih baik dari yang pernah kubayangkan."
Fajar mulai menyingsing ketika Axel membantu ayahnya kembali ke kamarnya - kali ini bukan ke kamar rahasia, tapi ke sayap timur istana yang telah disiapkan untuknya.
"Ayah," Axel berhenti di ambang pintu, "ada banyak yang ingin kuceritakan."
"Kita punya seluruh keabadian untuk itu, anakku," Xyon tersenyum. "Sekarang, ceritakan padaku tentang masalah para tetua yang mendesakmu untuk menikah."
![](https://img.wattpad.com/cover/379495725-288-k241637.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villain Is Obsessed With Me
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...