BAB 2

634 40 3
                                    

Sudah beberapa kali ia mengeliat. Bergerak kesana-kemari mencari posisi yang nyaman. Herannya, kantuk juga belum melandanya. Sakura resah sendiri. Membuka mata untuk melirik jam yang ternyata sudah pukul satu malam.

Sakura adalah tipe yang sedikit kesulitan beradaptasi dengan sesuatu yang baru. Seperti ranjang baru contohnya. Huh, belum satu hari, ia sudah kangen kasurnya sendiri. Melirik pada Keivan. Sakura sedikit menundurkan kepalanya ketika melihat begitu dekat wajah Keivan dengannya.

Hanya berpaut beberapa senti. Sakura bisa melihat dengan jelas bulu mata lentik milik Keivan, alis tebalnya juga. Matanya turun melihat hidung mancung lalu terakhir pada bibir yang sedikit terbuka itu. Sakura cukup lama menatap disitu. Karena penyakitan, Sakura yakin Keivan pasti tidak pernah mencicipi apa itu rokok. Bisa dilihat bibirnya yang pink alami.

Perlahan matanya mulai mengerjap sayu. Tiba-tiba ia merasa mengantuk begitu mendengar suara deru nafas Keivan. Ia seperti sedang mendengar asmr nafas.

Srek.

Tubuhnya terseret mendekat tertempel pada dada bidang Keivan. Matanya kembali membuka terjaga. Apa-apaan. Keivan kira dia guling kah.

Semakin bergerak untuk dilepaskan semakin erat pelukan Keivan pada tubuhnya. Kini semakin repot begitu kaki Keivan bergerak naik mengunci kedua kakinya. "Keivan," panggil Sakura berusaha mendongak untuk memastikan jika lelaki itu benar-benar tidur.

Ya tuhan, begini kah rasanya nikah?

Kalo bersama seseorang yang Sakura cintai mungkin momen seperti ini akan menjadi hal romantis. Tapi ini berbeda. Ia dan Keivan tidak saling kenal, jadi saat Keivan melakukan hal ini padanya rasanya Sakura ingin berteriak dan menggebuk Keivan.

Ingat! Mungkin jika ia teriak akan menjadi fatal. Keivan kan penyakitan. Siapa tau ia juga punya penyakit jantung kan? Kalau dia teriak terus Keivan jantungan gimana?

"Keivan...." Rengek Sakura mulai ingin menangis. Dahinya mulai keringetan merasa panas di kekep Keivan. Terdengar suara nafas Keivan yang semakin memberat. Sakura baru menyadari nafas Keivan yang panas menerpa lehernya.

"Keivan kamu sakit?"

Keivan mengeliat semakin erat memeluknya hingga Sakura sedikit kesulitan hanya untuk bernafas. "Di-ngin," rancau Keivan. Dengan susah payah Sakura menarik tangannya dari kungkungan Keivan. Menempelkan pada dahi lelaki tersebut.

Panas.

Kepalanya bergerak untuk melihat. Bibirnya membiru, seketika Sakura panik. "Kamu sakit beneran?"

Bibir Keivan bergerak menggigil. Sakura dengan susah payah melepaskan diri dari pelukan Keivan. "Aduh gimana ini."

Pantas saja Keivan begitu memeluknya dengan erat. Ternyata lelaki itu kedinginan dan suhu tubuhnya panas. Butuh waktu sekitar lima menit agar dirinya sepenuhnya terbebas dari pelukan Keivan. Sakura menata rambutnya yang berantakan. Bergerak bangkit pergi menuju kepada orang tua mereka untuk meminta bantuan. Sakura masih pemula dalam merawat orang sakit, dari pada terjadi kesalahan lebih baik ia meminta seseorang yang sudah berpengalaman.

"Bunda." Panggil Sakura. Lagi lagi kamar kosong dengan lampu mati sepenuhnya. Entah sudah yang ke-berapa kamar Sakura datangi. Semua kosong. Kedua orang tua mereka kemana. Sakura resah sendiri.

"Ish, pada kemana sih."

"BUNDA!" Teriak Sakura muak! Seperti monyet lepas di hutan. Bodoamat. Dia sudah cape mengecek satu persatu kamar. Ini beneran rumah sebesar ini hanya ada dia dan Keivan saja. Kemana semua orang?

Sakura nyerah, yang ada pita suaranya putus lama-lama. Sakura memilih untuk kembali masuk ke kamar Keivan. Langkahnya semakin cepat merasa tidak enak saat melihat didepan sana Keivan bergerak gelisah.

"Keivan."

Keivan menoleh. Matanya memerah. Lelaki itu sudah bangun. Sakura mendekat. Nafas Keivan putus-putus membuat Sakura semakin panik. Lelaki itu seperti menahan tangis. "Se-sak," adu Keivan. Mulutnya membuka berusaha meraup udara. Keivan layaknya ikan yang dibawa ke daratan.

Tubuhnya sudah basah, banjir keringat. "Aduh, aku harus apa," panik Sakura merapikan rambut Keivan yang berantakan karena terus bergerak acak.

"Oksigen a-ku bu-tuh Ok-si-genhhh."

"Dimana?" Tanya Sakura berusaha untuk tidak panik. Tangan Keivan bergetar menunjuk dimana letak tabung oksigen.

Sakura langsung berlari pada ujung ruangan membawanya mendekat pada sisi ranjang samping Keivan. "Ini gimana caranya, berapa saturasinya?"

Keivan sudah tersedat-sedat tidak mampu untuk menjawab Sakura. Sakura menjambak rambutnya frustasi. Dengan bergetarnya Sakura memapah kepala Keivan berusaha memasangkan masker oksigen dengan benar. Memutar liter oksigen dengan hati-hati.

Sakura sedikit bisa bernafas lega melihat reaksi Keivan yang mulai tenang. Mata lelaki itu membuka setengah, kepalanya posisi miring lemas. Tapi itu semua tidak berjalan lama. Setelah itu tubuh Keivan mengejang hebat membuat Sakura memundurkan tubuhnya tersungkur ke lantai. Dia tidak tau harus melakukan apa.

Keranjang begitu berisik nyaring karena kejang hebat Keivan. Sakura membekap mulutnya, buih air hangat dari pelupuk matanya mengalir membasahi pipi.

Sakura tidak berani mendekat bahkan hanya untuk membenarkan masker oksigen Keivan yang mulai pada posisi tidak benar.

Sakura hanya bisa menangis tersedu-sedu berdoa agar seseorang segera membantunya. Bagaimana jika Keivan mati?

Ia akan jadi janda muda dengan rekor cepat bahkan belum satu hari?

To be continued....

Janda gasik Sakura(╯︵╰,)

KEIVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang