BAB 4

338 33 3
                                    

Sudah banyak yang Sakura usahakan. Memakaikan kaos kaki, saru tangan dengan kain berbahan hangat lalu juga dia mengalungkan syal hingga Keivan sedikit mengangkat dagunya. Mati-matian Sakura menahan kedutan di bibirnya agar tidak tertawa.

Keivan itu mempunyai daya tariknya sendiri. Sakura akui Keivan sangat tampan hingga ia betah untuk berlama-lama memandangnya.

"Harusnya kamu yang bersihin tubuh aku,", celutuknya dengan raut masam khasnya. Tidak terlihat Keivan yang Sakura kenal saat pertama kali. Dia sedikit berani manja sekarang. Juga mulai mengabaikan ucapan menyakitkan dari Sakura.

"Engga dulu deh. Gue suka geli, apa lagi lo kan udah gede."

Menarik dagu Keivan agar membuka untuk mulut menaruh alat termometer membuat kami saling tatap. Tatapan Keivan adalah maut. Hanya melakukan hal kecil seperti ini saja jantung Sakura seperti akan meledak. Apa-apaan.

"Istri aku ternyata cakep juga ya."

"Najis bego!"

Semua terlihat baik-baik saja sebelum keadaan Keivan kembali buruk dan Sakura muak. Andai Keivan sehat, pasti menikah dengan dia adalah anugerah yang luar biasa bagi Sakura.

Keadaan Keivan sekarang tengah berada di ujung mautnya. Matanya melotot kesakitan dengan mulut yang membuka dibalik masker oksigen yang kini kembali terpasang di wajah tampannya. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, dadanya terus membusung keatas semakin naik hingga selimut yang menutupinya turun.

Ada suara erangan aneh dari Keivan begitu alat kejut listrik menempel di dadanya. Terdengar kesakitan dan memilukan untuk di dengar. Mata yang tadinya melotot mulai sayu lemah terlihat tidak kuat dengan alat-alat yang menyakiti tubuhnya.

Sakura pening. Suara mesin-mesin di samping brankar Keivan sungguh membuatnya ingin pingsan. Suara tangisan dari para wanita paruh baya di sisinya ikut serta membuat Sakura menambah tak kuasa. Sakura menutup mata sejenak.

"Keivan, Mamah mohon tetap bertahan...." Suara permohonan, permintaan maaf'an dan masih banyak lagi mengelilingi telinganya. Sakura benci, benci. Suasana seperti ini membuatnya devaju dengan kematian Ayahnya.

Oleh sebab itu ia membenci orang lemah.

Saat Sakura kembali membuka mata, tanpa sengaja matanya bertubrukan dengan mata milik Keivan yang sayu akan terpejam dan diikuti suara nyaring memekikkan telinga.

"Suster, ambil ventilator!" Keadaan semakin riuh dan Sakura menutup kedua telinganya dan menutup mata. Setelah itu ia tidak tahu apa-apa lagi.

Sakura tidak sadarkan diri.

*
Mulut yang dipaksa dibuka lalu tenggorokannya yang mulai menonjol tanda sebuah selang ventilator menyelunduk masuk ke kerongkongan menuju paru. Ada suara erangan dan nafas yang kesulitan dalam prosesnya............

"Sakura makan dulu yah."

Gadis yang meringkuk di atas ranjang menoleh. Melihat Ibundanya datang dengan senampan makanan dengan senyuman hangat. "Sakura belum laper Bun."

"Harus tetep makan. Seharian ini perut kamu belum keisi makanan."

Ibundanya sekarang tidak terlalu memaksanya untuk menemui Keivan. Bahkan menuruti kemauannya yang ingin tinggal di rumah sementara. Karena bertemu Keivan yang sekarang hanya akan mengganggu kejiwaannya. Melihat Keivan dengan Ventilator yang berada dimulutnya membuat Sakura mengingat almarhum Ayahnya yang meninggal saat menggunakan alat itu.

Disisi lain Keivan terus berjuang bernafas menggunakan Ventilator dan menunggu Sakura datang membisikkan kata semangat pada dirinya.

"Keivan udah sadar Bun?" Tanya Sakura memberanikan diri. Jika Keivan sadar kemungkinan alat menakutkan itu sudah terlepas kan. Walaupun sebelumnya Sakura sering melontarkan ucapan keji pada lelaki itu. Di lubuk hati terdalamnya ada rasa empati kepada lelaki tersebut. Suaminya....

"Belum." Nami menatap anaknya dan Sakura tahu arti tatapan itu. Kepalanya menggeleng pelan. "Engga dulu deh Bun. Takut."

Wanita paruh baya tersebut menghela nafas panjang. "Kamu mau tau siapa Keivan?" Serunya secara tiba-tiba.

"Tau lah, suami aku."

"Cie, udah ngaku nih."

"Dih apa sih Bun. Engga jelas."

"Dasar istri durhaka. Suami lagi sakit udah seminggu di ICU engga di je-"

"BUNDA!?"

Nami terkekeh. "Hehe maaf. Tapi...jawaban kamu kurang akurat."

Alis Sakura berkerut tidak mengerti. Namu kembali berucap, "Keivan itu...Teman kamu pas kecil dulu."

Ibundanya ngaco deh. Sakura tertawa keras. "Apasih Bun. Maksud Bunda dia Teddy bear temen masa kecil aku, iya?"

Nami mengangguk mantap penuh yakin. Sakura terdiam cukup lama. "Aku engga yakin. Teddy bear engga se-lemah Keivan."

"Kamu engga percaya Bunda?"

"Engga. Lagian ya Bun kalo emang Keivan teman masa kecil aku. Aku pasti ngeh...."

"Kamu yaa dibilangin engg-"

Dan berdebat itu tidak berhenti karena tidak ada yang saling mengalah. Kokoh pada kenyakinan sendiri.

2 Minggu kemudian Sakura mulai memberanikan diri untuk mengunjungi Keivan yang masih betah di ruang ICU. Melangkahkan kaki di lorong rumah sakit.

Memastikan ucapannya lebih benar daripada sang Ibunda.

*
Sesosok lelaki berpawakan tinggi melangkah menuju pada Keivan yang terbaring di ranjang. Menepuk keras pipi Keivan hingga lelaki tersebut membelenguh di balik ventilator. Wajah mereka nyaris sama.

"Ayo bangun engga usah manja!" Tepukkan semakin keras hingga Keivan mulai batuk dalam sunyi karena tersumpal ventilator. Dadanya terguncang dengan dahi berkerut. Sosok itu menyudahi kegiatannya. Tangan kekarnya memaksa kelopak mata Keivan untuk membuka.

"Bangun anjing!" Iya memaksa padahal sudah terlihat jelas kelopak matanya saat dibuka hanya menampakkan warna putihnya saja. Keivan dalam keadaan koma.

*
Sakura membuka pintu ruangan Keivan setelah bertarung dengan pikirannya sendiri. Ia harus menyakinkan. Dulu Sakura sempat memberikan sebuah kalung sebagai tanda agar saat dewasa Sakura mudah untuk mengingat teman masa kecilnya tersebut.

"Eh!" Sakura mematung. Melihat sesosok lelaki yang tengah duduk di samping brankar Keivan. Sesosok itu menatapnya.

"Siapa?"

Pertanyaan itu juga yang akan Sakura lontarkan. Tapi keduluan oleh sosok pria dihadapannya ini.

"Aku?" Menunjuk menggunakan telunjuk. Sebelum menjawabnya Sakura mengamati pria tersebut.

Tunggu!

Kalung itu....

Ada di lelaki dihadapannya.

"Elo siapa?" Balik tanya Sakura.

To be continued.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KEIVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang