Chapter 3 : Serangan Iblis

4 2 1
                                    

Ksatria Hitam berhasil membawa sang putri kembali ke istana, melewati jalanan penuh puing dan api. Keduanya bergegas menuju ruang singgasana. Saat mereka tiba, Raja sedang berdiri di dekat jendela besar, memandang dengan kosong ke arah kota yang hancur. Dari balik bayangan matanya, terlihat kepasrahan mendalam—kerajaan yang dibangun dengan susah payah kini di ambang kehancuran.

Ketika melihat mereka, Raja hanya menghela napas berat, seolah keputusan yang sulit telah bulat dalam pikirannya. “Kesatria Hitam... bawa putriku. Tinggalkan tempat ini. Kerajaan ini sudah tamat.”

Ksatria Hitam tertegun. Kata-kata itu tak terduga—sang Raja, pemimpin yang biasanya tegar, kini terlihat putus asa.

"Tidak!" teriak sang putri dengan nada penuh emosi, “Aku tak akan pergi kalau Ayahanda tidak ikut! Aku tidak bisa meninggalkan Ayahanda di sini sendirian!”

Ksatria Hitam mencoba meraih bahu sang putri untuk menenangkannya, tapi gadis itu menepis tangannya dengan keras. “Aku tak peduli dengan kerajaan ini kalau harus meninggalkan keluargaku!”

Raja menutup matanya sejenak, seolah memerangi perasaan yang bertumpuk dalam dadanya. Ia hendak berbicara, namun sebelum sepatah kata keluar dari mulutnya—

BRAK!

Dinding istana meledak dalam sekali hentakan, serpihan batu beterbangan ke segala arah. Angin kencang dan debu memenuhi ruangan, membuat semua orang mundur selangkah. Dari celah dinding yang hancur, sosok tinggi dan mengerikan muncul dengan aura kegelapan yang begitu pekat hingga membuat udara di sekitarnya terasa menyesakkan.

Sosok itu adalah iblis besar—tinggi seperti raksasa, dengan tanduk melengkung dan sayap seperti kelelawar. Matanya merah menyala, memancarkan kebencian dan kesombongan. Di tangannya yang besar, ia memegang pedang hitam raksasa yang berlumuran darah dan api.

Iblis itu menyeringai lebar, memperlihatkan deretan giginya yang tajam dan mengerikan. “Raja manusia... akhirnya aku menemukanmu,” suaranya berat dan bergema, seperti suara ribuan jiwa yang terperangkap di dalam kegelapan.

Ksatria Hitam langsung berdiri di depan sang Raja dan putri, pedangnya terhunus, memancarkan cahaya hijau samar yang kini berdenyut lebih kuat—respon terhadap aura iblis di hadapannya. “Putri, tetap di belakangku. Apapun yang terjadi, kau tidak boleh bergerak.”

Sang putri ingin protes, tapi kali ini ia merasakan ketegasan dalam suara Ksatria Hitam—suara yang tak bisa dibantah.

"Ah, dan ini rupanya prajurit kecilmu?" Iblis itu tertawa, suaranya bagaikan guruh, penuh ejekan. "Kau pikir bisa melindungi mereka, ksatria?"

Ksatria Hitam tidak merespons dengan kata-kata. Ia hanya menatap tajam, pedangnya terangkat, siap menghadapi ancaman apa pun. Detik-detik terasa panjang dan berat, seolah waktu melambat.

Iblis itu tiba-tiba menggeram dan bergerak secepat kilat, meski tubuhnya besar, kecepatannya tidak masuk akal. Dalam sekejap, ia mengayunkan pedang raksasanya ke arah Ksatria Hitam.

Ksatria itu segera menangkis serangan dengan pedangnya sendiri. Braaak! Suara logam bertemu logam bergema keras, dan kekuatan dahsyat dari benturan itu membuat lantai di sekitar mereka retak. Ksatria Hitam terdorong beberapa langkah ke belakang, tapi tetap tegap berdiri, tidak goyah.

Iblis itu tampak terkejut. “Hm... Jadi kau bukan ksatria biasa.”

Ksatria Hitam tak mengalihkan pandangannya. “Aku bukan siapa-siapa. Tapi hari ini... aku adalah orang yang akan menghentikanmu.”

Pertarungan sengit pun dimulai. Iblis besar itu menyerang tanpa henti, setiap ayunannya bisa menghancurkan pilar dan tembok istana. Namun, Ksatria Hitam bergerak lincah dan sigap, menghindari serangan-serangan mematikan dengan presisi sempurna. Pedang hitamnya menyala terang, meninggalkan jejak hijau di udara saat ia berusaha membalas serangan iblis itu.

Putri Tomboi Dan Kesatria VampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang