1. Sekolah

16 5 7
                                    

Hai guys....semoga kalian suka dengan ceritaku kali ini. Jangan lupa follow, vote dan juga komen yah😙😙😙

Sekolah hari ini terasa seperti begitu membosankan.
Esti menatap papan tulis di depannya dengan pandangan kosong. Guru matematika sedang menjelaskan persamaan kuadrat yang tampaknya lebih rumit daripada perjalanan hidupnya. Di sampingnya, Adam, teman sebangkunya sejak kelas satu, tampak asyik menulis sesuatu. Namun bukan catatan pelajaran, tapi coretan-coretan kecil di tepi bukunya.

"Apa sih yang kamu tulis, Dam?" Esti melirik ke arah Adam dengan penasaran.

Adam menoleh dengan senyum khasnya yang selalu membuat Esti gemas antara pengen nabok atau ketawa.

"Nggak apa-apa. Cuma... inspirasi, kamu pasti penasarankan"

"Inspirasi apaan?" Esti menaikkan alis, tidak percaya. "Apa seputar tugas matematika juga?"

"Wah....matematika itu inspirasi buat ngantuk, sih," Adam terkekeh, lalu menunjukkan hasil karyanya pada Esti.

Esti melihat coretan itu, dengan mata hampir keluar. Ternyata Adam sedang menggambar karikatur wajah Pak Hendro, guru matematika mereka, dengan ekspresi yang... ya, lebih mirip karakter kartun Spongbob ketimbang guru matematika.

"Dam! sumpah sih, kalo ketahuan, mati kita!"

Esti terkikik pelan, takut ketahuan guru yang terkenal super galak itu.

"Kamu bener-bener... Nggak ada takut-takutnya ya Dam."

"Nggak ada kata takut buat seni, Ti," jawab Adam santai.
"Kalau Pak Hendro lihat, siapa tahu dia bakal senang, bakal terharu Ti. Atau bisa jadi ini malah bikin dia berhenti ngejelasin soal yang nggak jelas itu, kan enak kita bisa sanatai- santai sejenak"

Esti menepuk dahinya pelan.

"Santai- santai bapak lu, Dam yang nggak jelas itu kamu, bukan soalnya. Inget kita sebentar lagi lulus, loh. Gimana kalau kamu nggak lulus gara-gara kamu sibuk gambar gak jelas kayak gitu?"

"Eh, justru gara-gara mau lulus, gue makin santai."

Adam menghela napas panjang.

"Liat aja, bentar lagi kita bakal bebas dari neraka ini, Ti. Tiga tahun....tiga tahun Ti bayangin kita udah belajar ini itu dan ahhhh akhirnya selesai juga."

"Bebas dari neraka? Kamu aja yang ngerasa kayak di neraka! Aku mah baik-baik aja."

Esti menatap Adam dengan tatapan 'terserah lo'.

"Dan kita belum tentu lulus kalau nggak niat belajar!"

Adam mengedipkan mata

"Santai aja, Si. Kan ada kamu yang rajin. Kalau ujian nanti, aku bisa ngintip kamu dikit aja lah."

"Astaga! Jangan ngarep banget!"

Esti pura-pura marah, tapi dalam hati sebenarnya dia sudah terbiasa dengan semua kelakuan Adam. Cowok ini memang manusia langka yang pernah Esti temui, selalu santai di segala situasi. Kadang Esti sampai bingung, apa Adam pernah stres atau khawatir soal apa pun.

Kelas mulai bubar. Bel istirahat berbunyi, dan semua murid segera merapikan barang-barang mereka.

"Tii, makan yuk?" Adam berdiri di samping Esti yang masih membereskan buku.

"Bentar, aku nyatet dulu soal yang tadi."

Esti mengerutkan kening. "Lagian, kamu beneran nggak nyatet sama sekali Dam? kalau aku juga ga nyatet yang susah juga kamukan"

"Buat apa terlalu dipikirin si?
Adam mengangkat bahu. "Nanti tugas bakal selesai juga, kan?"

"Ya, karena kamu selalu seperti itu, ngerjain tugas juga selalu di menit-menit terakhir," Esti mendengus.

"Ntar mepet ujian, kamu bakalan panik sendiriloh. Ingat aja kata-kataku."

Adam tersenyum penuh percaya diri.

"Tenang aja Tii....gue inikan spesialis hidup di batas deadline.

"Hiih...dasar ni anak susah memang di ajak serius" sambil menutup bukunya, karena telah selesai mencatat soal.

" Hayok cepetan Tii....udah keburu keroncongan ni perut" Adam sambil mengelus-ngelus perutnya.

" Iiihh iya sabar dong, bantuin ke malah bengong aja" gerutu Esti.

Sambil nyengir " ya elah Tiii...sini- sini aku bantuin" sambil memasukan buku ke tasnya Esti dan membawanya di pundaknya.

Esti hanya nyengir melihat kelakuan Adam yang kadang- kadang bikin gemes tapi lebih banyak bikin jengkelnya.

Adam dan Esti berjalan pelan dan akhirnya keluar dari sekolah, perut Esti juga ikut keroncongan. Mungkin karena hari ini begitu melelahkan dan penuh dengan pelajaran matematika, sejarah, dan satu jam olahraga yang bikin pegal.

"Esti, kita makan bakso aja yuk!" ajak Adam dengan wajah ceria.
Esti yang sudah lapar langsung mengangguk.

"Ayo banget! Tapi kamu yang traktir, ya!

Adam mengangguk mantap.

"Siap Tii...tenang aja, aku yang traktir. Lagian, masa cewek yang harus bayar"

" Hiihh...sok banget, lupa yang pertama kali bayarin baso dulu siapa??!" Esti tak terima.

" Ya elah Tiiii....masih diinget aja sih, iya okey okey kamu menang"

Dengan semangat, mereka pun berjalan ke warung bakso Pak Ujang yang terkenal enak dan murah di dekat sekolah. Adam merasa seperti pahlawan hari itu, siap menjadi penyelamat Esti yang kelaparan.

ICE TEA FOR ADAM [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang