Hari-hari berikutnya, Naruto menjalani serangkaian pemeriksaan dan perawatan intensif di bawah pengawasan Tsunade. Meski Naruto sering menampilkan senyum ceria dan berusaha bersikap biasa, tubuhnya semakin hari semakin melemah. Dan Sasuke, yang selalu berada di sisinya, merasakan setiap detik penderitaan Naruto seolah-olah itu adalah penderitaannya sendiri.
Di satu malam yang sunyi, Sasuke duduk di samping tempat tidur Naruto, memperhatikan sosok yang kini tampak semakin rapuh. Naruto sedang tertidur, wajahnya pucat dan napasnya terdengar teratur namun lemah. Sasuke menghela napas dalam-dalam, merasa hati dan pikirannya tenggelam dalam kekhawatiran yang tak berujung.
Pikiran Sasuke kembali melayang pada kenangan bersama Itachi, pada bagaimana kakaknya menjalani hidup yang penuh penderitaan tanpa pernah mengeluh. Sekarang, Naruto—seseorang yang sangat ia cintai—harus menghadapi takdir yang sama. Sasuke menggenggam tangan Naruto dengan erat, dan dalam hatinya, ia berjanji tidak akan membiarkan Naruto merasa sendirian seperti Itachi.
Ketika Naruto terbangun, ia mendapati Sasuke di sana, duduk setia di sampingnya. Melihat Sasuke yang tampak begitu cemas, Naruto hanya tersenyum kecil, mencoba memberi ketenangan meskipun tubuhnya sendiri terasa semakin lemah setiap harinya.
“Sasuke,” ucap Naruto pelan, memecah keheningan, “Kau tidak perlu terus ada di sini setiap saat. Aku tahu kau juga punya tanggung jawab lain.”
Sasuke menggeleng, menatap Naruto dengan mata yang penuh tekad. “Jangan katakan itu, Naruto. Tidak ada yang lebih penting bagiku daripada dirimu. Aku tidak akan pergi.”
Naruto terdiam sejenak, menatap mata Sasuke yang tak pernah terlihat sekhawatir itu. “Aku tahu… tapi aku tidak ingin melihatmu menderita karena aku,” lanjut Naruto dengan senyum sedih. “Aku ingin kau hidup bebas, tanpa terikat oleh keadaanku.”
Mendengar kata-kata itu, Sasuke merasakan hatinya tertusuk. Ia menundukkan kepalanya, seolah sedang memikirkan kata-kata yang sulit terucap. Tapi akhirnya, ia menghela napas panjang dan menatap Naruto dengan mata yang penuh kejujuran.
“Dulu, aku kehilangan Itachi… dan aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi padamu, Naruto,” kata Sasuke dengan suara yang bergetar. “Aku mencintaimu. Aku tidak peduli betapa sulitnya ini bagiku, atau berapa lama waktu yang akan kita lalui bersama. Aku ingin tetap di sini, bersamamu.”
Naruto terdiam, terkejut oleh ketulusan Sasuke yang begitu dalam. Meskipun hatinya merasa senang, ia juga merasa bersalah, menyadari bahwa Sasuke mungkin harus menanggung beban berat dengan tetap berada di sisinya. Tapi sebelum ia bisa mengatakan apapun, Sasuke melanjutkan dengan suara yang lebih lembut namun penuh ketegasan.
“Jika kau harus berjuang melawan ini, maka aku akan berjuang bersamamu, Naruto. Apa pun yang terjadi… kita akan melawan ini bersama.”
Air mata Naruto perlahan mengalir, sesuatu yang jarang terjadi pada dirinya. Ia menyadari bahwa Sasuke benar-benar tulus, dan dalam keheningan itu, mereka saling memahami bahwa takdir telah menyatukan mereka dalam ikatan yang lebih kuat dari sekadar persahabatan atau cinta.
***
Waktu terus berjalan, dan kondisi Naruto perlahan-lahan menurun. Namun, Sasuke tetap setia di sisinya, menjalani setiap momen bersama dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Sasuke mengatur pola makan Naruto, membantu Naruto berlatih pernapasan untuk menjaga kekuatan tubuhnya, dan memastikan Naruto tidak pernah merasa sendirian, bahkan di saat-saat terburuk sekalipun.
Suatu hari, Tsunade mendatangi Sasuke dengan laporan kondisi terbaru Naruto. Ekspresinya penuh dengan kesedihan dan keraguan, menyadari betapa beratnya kabar yang harus disampaikan. Sasuke mengambil napas dalam-dalam, bersiap menerima apapun yang akan dikatakan Tsunade.
“Ada cara… meski sangat berisiko, Sasuke,” kata Tsunade. “Jika kau bersedia, kita bisa mencoba prosedur ini untuk memperpanjang waktu Naruto. Tapi risikonya tinggi—dan hasilnya tidak pasti.”
Sasuke tak butuh waktu lama untuk memutuskan. “Lakukan, apa pun yang dibutuhkan. Aku akan melakukan apa saja.”
Ketika Naruto diberi tahu tentang prosedur itu, ia sempat ragu, mengingat betapa sulitnya hidup Sasuke yang sudah berkali-kali menghadapi perpisahan dan kehilangan. Namun, ketika ia menatap mata Sasuke, ia melihat harapan yang begitu kuat—harapan bahwa mereka mungkin masih memiliki waktu, meskipun hanya sebentar.
Naruto akhirnya setuju menjalani prosedur itu, dan Sasuke tidak pernah meninggalkan sisinya selama perawatan. Hari-hari terasa panjang dan berat, namun keduanya bertahan dengan tekad yang tak tergoyahkan, saling menguatkan di tengah-tengah rasa sakit dan ketidakpastian.
***
Waktu terus berjalan, dan meskipun tubuh Naruto tidak sepenuhnya pulih, mereka berdua akhirnya menemukan cara untuk menikmati setiap momen yang ada. Mereka berjalan-jalan di sekitar desa bersama, berbagi cerita dan kenangan masa lalu, dan berbicara tentang mimpi-mimpi yang masih mereka simpan.
Naruto menatap langit sore di samping Sasuke, merasakan kedamaian yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Meskipun ia sadar waktu mereka mungkin tak lama, Naruto merasa bahagia karena memiliki seseorang yang mencintainya tanpa syarat, seseorang yang akan tetap ada di sisinya sampai akhir.
Dan Sasuke, yang telah kehilangan begitu banyak dalam hidupnya, akhirnya merasa menemukan kembali kehangatan yang selama ini ia cari. Dalam keheningan sore itu, mereka duduk bersama, merasakan kebahagiaan yang hadir meski dalam keterbatasan waktu.
Di dalam hati, Sasuke tahu bahwa tidak ada yang pasti dalam hidup ini. Namun satu hal yang ia yakini dengan sepenuh hati—bahwa ia akan selalu berada di sisi Naruto, menjaganya, mencintainya, hingga akhir waktu.