Hari demi hari berlalu, dan kondisi Naruto terus berfluktuasi, kadang ia merasa cukup kuat untuk berjalan-jalan di luar, tapi kadang tubuhnya begitu lemah sehingga ia harus beristirahat sepanjang hari. Sasuke, setia mendampinginya, menjaga setiap langkah dan detik bersama Naruto seolah itu adalah hal paling berharga yang pernah ia miliki.
Suatu sore, Naruto duduk di bawah pohon besar di bukit kecil yang menghadap desa. Tempat itu adalah titik tertinggi di Konoha, tempat favorit mereka, yang dulu sering mereka kunjungi sewaktu kecil. Naruto memandang pemandangan dengan senyum lembut, meski napasnya terdengar berat. Sasuke duduk di sampingnya, mendengarkan helaan napasnya yang lemah, tetapi tak berkata apa-apa.
“Dulu, aku selalu bermimpi melihat desa ini dari atas, melindungi mereka, membawa kedamaian…,” kata Naruto perlahan, suaranya penuh rasa nostalgia. “Dan aku berhasil… tapi sekarang rasanya mimpi itu akan berakhir.”
Sasuke menggenggam tangan Naruto, menggenggamnya erat seakan tak ingin melepaskannya. “Jangan katakan itu. Kau belum selesai, Naruto. Kau masih punya waktu… masih banyak hal yang bisa kita lakukan bersama.”
Naruto tersenyum pahit. “Kau tahu, Sasuke… aku tak takut lagi. Ada saatnya aku merasa sendirian, merasa harus menghadapi semua ini sendirian. Tapi, dengan kau di sini… aku merasa sudah hidup dengan cukup. Kau memberi arti pada mimpi-mimpi dan perjuanganku, dan aku tidak pernah merasa lebih damai dari ini.”
Sasuke menatap Naruto dalam-dalam, menahan emosi yang bergemuruh di dalam hatinya. Ia ingin memohon pada Naruto agar tetap bertahan, tetapi dalam tatapan Naruto yang lembut itu, ia tahu bahwa Naruto sudah menerima keadaan ini.
“Kalau ini memang waktunya,” lanjut Naruto dengan suara lemah namun tegar, “aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersamamu, di sini, melihat desa yang kita cintai.”
Air mata perlahan mengalir di pipi Sasuke. Ia menggigit bibirnya, berusaha keras menahan kesedihan yang menghantamnya begitu dalam. “Naruto, kau tidak akan pergi begitu saja. Aku akan menemukan cara… aku akan mencari bantuan. Apapun yang dibutuhkan, aku akan melakukannya…”
Naruto mengangkat tangan dan menyentuh wajah Sasuke, menghentikannya. “Sasuke, kau sudah melakukan lebih dari cukup untukku. Kau sudah memberiku lebih dari apa pun yang bisa aku minta. Kau membuatku merasa utuh, membuatku merasa dicintai… dan aku tak ingin melihatmu tersiksa karena keadaanku.”
Sasuke menunduk, merasakan beban yang begitu besar di dalam hatinya. Ia tak pernah merasa sebahagia ini, namun juga tak pernah merasakan ketakutan yang begitu mendalam akan kehilangan seseorang. Ia mengusap tangan Naruto, memejamkan mata untuk menenangkan dirinya.
Mereka duduk dalam keheningan, merasakan hembusan angin lembut yang mengalir melewati mereka, membawa kehangatan dan ketenangan di saat-saat terakhir. Matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, memberikan warna oranye keemasan yang menyelimuti desa Konoha, seakan memberkati momen mereka.
Dalam kesunyian itu, Naruto berkata pelan, “Sasuke… ketika aku tidak ada lagi, kumohon tetaplah hidup untukku. Jagalah desa ini, jagalah mereka, dan hiduplah dengan penuh kebahagiaan. Itu adalah satu-satunya permintaan terakhirku.”
Sasuke menunduk dalam kesedihan yang begitu mendalam, hatinya terasa hancur mendengar permintaan Naruto. Namun di balik air matanya, ia merasakan keteguhan Naruto yang selama ini selalu ia kagumi. Ia mengangguk perlahan, meski kata-kata itu terasa berat, tetapi ia tahu bahwa itulah yang Naruto inginkan.
“Baiklah, Naruto,” jawab Sasuke dengan suara yang bergetar. “Aku akan hidup untukmu… aku akan menjaga desa ini, seperti yang kau inginkan.”
Naruto tersenyum lembut, rasa lega tampak di wajahnya. Ia memejamkan mata, merasakan ketenangan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, karena ia tahu bahwa seseorang yang paling ia cintai akan melanjutkan semua yang ia perjuangkan.
***
Beberapa hari kemudian, Naruto perlahan-lahan jatuh dalam kondisi kritis. Tsunade dan ninja medis melakukan yang terbaik, tetapi mereka tahu bahwa waktu Naruto tidak lama lagi. Sasuke tidak pernah meninggalkan sisi Naruto, menggenggam tangannya hingga detik-detik terakhir.
Ketika akhirnya Naruto menghembuskan napas terakhirnya, Sasuke tetap berada di sisinya, menundukkan kepala dalam keheningan yang penuh rasa hormat dan cinta. Ia menahan air matanya, meski hatinya hancur berkeping-keping.
Desa Konoha merasakan kehilangan yang besar, namun Sasuke tahu bahwa Naruto telah pergi dengan damai, karena ia telah memberikan segalanya untuk desa dan untuk orang yang ia cintai.
***
Hari-hari berlalu, dan meski hati Sasuke dipenuhi kesedihan, ia menjalani hidupnya sesuai dengan permintaan Naruto. Ia melanjutkan tugas-tugasnya di desa, menjaga perdamaian, dan memastikan bahwa cita-cita Naruto tidak pernah dilupakan. Setiap langkahnya diiringi oleh kenangan akan Naruto, dan setiap keputusannya adalah penghormatan untuknya.
Di malam-malam yang sunyi, Sasuke akan berdiri di bukit tempat mereka terakhir kali bersama, menatap desa yang bercahaya dalam kegelapan. Dalam diam, ia berbicara dengan Naruto di dalam hatinya, mengenang senyum hangat dan semangat yang telah mengubah hidupnya selamanya.
Sasuke tahu bahwa Naruto selalu ada di sisinya, dalam setiap napas, dalam setiap detak jantung, dalam setiap langkah yang ia ambil untuk menjaga kedamaian yang Naruto perjuangkan. Mereka mungkin telah terpisah oleh waktu, namun cinta mereka tetap hidup, menjadi kekuatan yang terus membimbing Sasuke dalam hidupnya yang baru, sebagai penjaga desa Konoha dan sebagai penerus cita-cita Naruto.
Di dalam hatinya, Sasuke tahu bahwa Naruto tak pernah benar-benar pergi, karena cinta dan semangatnya akan selalu hidup di dalam dirinya, selamanya.