Prolog

128 53 140
                                    

Suara guntur terdengar beberapa kali saling bersahutan di luar. Tetesan air ribut mengenai setiap benda di bawah langit. Malam ini salah satu bagian bumi tengah diguyur hujan. Hembusan angin kencang beberapa kali terdengar.

Tak!

Goresan kuas pada canvas ikut terhenti kala suara benda jatuh membentur kaca jendela kamarnya. Seseorang berdecih, ia bangkit mendekati jendela. Sesaat setelah ia membuka kaca jendela, beberapa tetes air ikut masuk terhembus angin lalu membasahi lantai kamarnya.

Ia perhatikan keadaan di luar. Sepi dan gelap. Tentu saja, manusia mana yang akan sudi berkeliaran disaat seperti ini. Suhu yang begitu dingin menusuk sampai ke tulang. Harap-harap listrik pun tak ikut padam. Karena ada lukisan yang harus ia selesaikan malam ini.

Pemuda bersurai legam itu kembali menutup jendelanya kemudian berbalik. Kembali berbenah dengan canvasnya. Goresan demi goresan mulai mewarnai canvas namun kembali terjeda saat suara dering ponsel menganggunya. Ia berdecak jengah, mengambil kasar ponsel yang tergeletak di atas ranjang. Sampai nama sepupunya tertera di layar, ia menghela napas panjang. Menekan  tombol jawab hingga suara ricuh mengganggunya di seberang sana.

"Kevin! Jemput gue!"

Pemuda itu sesaat menjauhkan ponselnya dari telinga. Karena suara lengkingan tadi sungguh bisa merusak gendang telinganya.

"Lo dimana? Hujan gini."

Kevin menjawab malas, ia merebahkan diri pada ranjang.

"Di halte. Tadi sore gue main sama Celsa, mau pulang malah kejebak hujan di sini. Kevin jemput gue. Kalo nggak gue aduin ya nanti sama ibu lo, jemput gue aja gak mau! Udah lama gue di sini, cepet!"

"Hmm," sahutan tak niat. Kevin memejamkan matanya, masih menimang-nimang apakah dia harus menjemput sepupunya diantara hujan deras ini atau tidak. Waktu sudah menunjukkan pukul 09:00 malam, seharusnya ia menghangatkan diri dengan selimut serta menyelesaikan lukisannya.

"Kevin! Gue sepupu lo anjing!"

"Iya Lily."

Kevin beranjak, menarik Hoodie hitamnya serta merta terseok-seok mengambil kunci motor. Ada apa dengan anak itu, sore-sore sudah tahu mendung masih saja keluar.

Kevin menggerutu sepanjang jalan.

Dia Lily, sepupu dekatnya. Rumahnya tepat di samping rumah Kevin. Terkadang anak itu menumpang makan, Wifi, tidur, nonton, segala hal di rumahnya.

Sedari kecil dia memang kurang ajar, mulutnya latah. Usia Lily lebih muda dua tahun dari Kevin. Namun, entahlah gadis itu memang sangat liar seperti satwa.

Malam ini mungkin saja ayahnya tidak pulang. Itu sebabnya Lily meminta Kevin untuk menjemputnya. Untuk kesekian kalinya mengusik ketenangan pemuda itu.

-See You-

We Are || LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang