[1] Canvas dan Sosoknya

94 39 122
                                    

"KEVIN!! GUE TUNGGU DI DEPAN YA! CEPETAN!"

Duk!

Seorang pemuda meringis kala kepala satu-satunya terhantuk kepala ranjang. Suara lengkingan dari luar sesaat yang lalu mengusik fungsi otaknya. Ia mengucek kedua matanya dengan kaki turun menyentuh lantai yang dingin. Berjalan sempoyongan lalu ia tarik gorden yang menutupi jendelanya.

"KEVIN!!"

Tepat setelah pemuda itu membuka kaca jendelanya suara lengkingan tadi kembali terdengar.

Di bawah sana tepat di depan rumahnya seorang gadis berseragam rapi mendongak menatapnya yang berdiri di depan jendela lantai dua.

Dari jarak seperti ini dapat Kevin lihat dengan jelas bagaimana raut kesal yang amat kentara gadis itu tunjukkan. Tentu saja, bagaimana ia sudah begitu rapi dengan seragam Sekolah siap untuk mengisi absen kelas. Sedangkan Kev---

"Bajingan KEVIN!! Gue udah bangun pagi-pagi supaya gak telat! Sedangkan lo!? Ih tolol banget, bangsat Kevin!!"

Menguap lebar, Kevin menyandarkan bahunya ke samping. Melihat responnya gadis itu kembali memaki.

"Pokoknya anterin dulu gue ke Sekolah, terus urusan lo mau sekolah atau nggak gue gak peduli!"

"Tunggu 10 menit," Usai mengatakan itu Kevin menutup jendela kamarnya.

Sebelum Kevin benar-benar pergi, dapat ia lihat gadis itu meloncat-loncat kesal seperti monyet.

"GUE PIKET PAGI KEVIN! AWAS AJA KALO GUE DIDENDA KARENA TELAT, LO YANG BAYAR! KALO TELAT DATANG, LO TANGGUNG HUKUMAN GUE! KALO GU--"

Entah apa lagi yang gadis itu teriakan di luar sana,

Ia lirik tumpukan cat beserta canvas yang berserakan di lantai. Pada akhirnya lukisan itu tak akan pernah selesai. Seandainya dua hari yang lalu, malam dimana Lily menyuruhnya untuk menjemput tak harus ia turuti. Mungkin saja masih ada sedikit niat dalam hatinya untuk menyelesaikan sosok dalam lukisan.

Malam itu.

Saat Kevin terburu-buru mengendarai sepeda motornya untuk menjemput sang sepupu. Tanpa berpamitan, ia mengendarai motornya diantara hujan yang mengguyur. 15 menit ia berkendara, hujan masih sama lebatnya. Terbesit rasa khawatir dalam hatinya, kala malam semakin larut serta hujan yang tak kunjung mereda. Meski beberapa kali ia menggerutu kesal.

Sampai 20 meter jaraknya dari Halte, Kevin menghentikan motornya. Ia sipitkan matanya supaya terlihat lebih jelas siapa gerangan sosok lelaki yang berdiri di depan sepupunya itu. Nampak familiar,

Sebelum Kevin kembali melajukan motornya, ponsel dalam saku hoodienya bergetar. Tertera nama 'Lily' di atas layarnya. Tergopoh Kevin mengangkat telepon lalu menyelipkannya ke dalam Helm, menghindari tetes hujan.

"Kevin lo belum datang, masih di rumah kan? Kalo bisa gak usah jemput, gue ada yang anterin. Crush gue datang."

Kalimat terakhir terdengar seperti bisikan.

"Tapi ly gue udah--"

"Gak usah Kevin. Masuk lagi aja. Gue mohon ini kesempatan gue buat deket. Lo tau sendiri,"  Kalimat terakhir adalah bisikan. Karena Kevin tahu, bahwa Lily takut orang yang ia sebut 'Crush' itu mendengarnya.

Sambungan telepon terputus.

Lily tahu bahwa Kevin sudah hampir sampai. Jarak 20 meter tak menghalangi penglihatannya untuk menyadari kehadiran seseorang yang begitu familiar tengah berhenti dengan sepeda motornya. Namun dalam otaknya, hanya...seseorang yang lebih berharga ingin mengantarkannya sekarang. Kevin, sepupunya itu tak akan marah.

We Are || LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang